65. Sebuah Modus

176 15 0
                                    

Pagi ini suasana kelas 10 Mipa-2 sangat ramai. Hal itu dikarenakan ada kabar dari kelas sebelah bahwa hari ini akan dipulangkan lebih cepat dari biasanya. Rapat tersebut rumornya membahas mengenai ulangan akhir semester ganjil. Rio yang baru saja masuk kelas segera menghampiri ketiga sahabatnya dengan wajah keheranan.

"Hari ini pulang lebih cepet," ujar Arghi memberitahu dangan wajah penuh suka cita. Kapan lagi mendapat kesempatan emas seperti ini. Sekolah mereka bahkan tetap mengharuskan masuk disaat ada perayaan hari raya besar keagamaan. Benar-benar sekolah rasa pekerja kotor.

Rio ikut senang mendengar kabar gembira ini. Maka dengan segera tangannya cekatan mengambil ponselnya di saku. Hendak mengajak Sila untuk pergi berjalan-jalan sepulang sekolah. Alvin mengintip apa yang tengah Rio lakukan dengan ponselnya sampai-sampai terlihat begitu fokus.

Kemudian mengucapkannya tanpa suara kepada dua sahabatnya, membuat baik Arghi maupun Arghi hanya terkekeh dengan wajah remeh. Memang kalau sedang kasmaran semuanya akan dilupakan. Termasuk cerita ketiga orang di dekat Rio. Mereka tengah merencanakan liburan ke suatu tempat. Menghabiskan seharian bersama seusai ulangan akhir semester.

"Rio nggak ikut rundingan nih?" tanya Alvin membuat Rio yang tengah tersenyum membaca balasan dari Sila menatap dengan tampng bingung. Dia meletakkan ponselnya sejenak mencari tahu apa yang tengah mereka bicarakan sejak tadi.

"Ah, susah ngomong sama Rio. Fokusnya lagi ke cewek mulu," keluh Alvin membuat Rio hanya bisa nyengir kuda mendengar sindiran tersebut. Mau bagaimana lagi, dia sedang dalam tahap usaha mendekati gadis pujaan hatinya. Kalau tidak serius takut salah ketik atau bahkan salah kirim.

"Iya... Iya... Sorry. Jadi, tadi bicara tentang apa?" tanya Rio. Dia sudah menyimpan ponselnya agar bisa bercakap-cakap dengan ketiga sahabatnya. Pelajaran pertama tak kunjung dimulai, sepertinya memang benar nanti akan dibubarkan.

"Luburan nanti ayo pergi jalan-jalan berempat. Ke puncak atau ke pantai gitu," usul Jofan bersemangat. Ide ini dari Arghi, tapi dia terlihat jauh lebih bersemangat dari si empunya. Membuat Alvin tertawa, menertawakan betapa semangatnya seorang Jofan. Tumben sekali remaja mungil itu tampak bersemangat dan bersuara keras seperti tadi.

"Boleh. Budgetnya berapa?" tanya Rio. Dia mulai tertarik dengan rencana ini. Meskipun masih belum jelas ke mana mereka akan pergi, tetapi dia sudah sangat senang saat mendengar kata liburan.

"Gimana kalau kita keliling Jogja. Jadi budgetnya menyesuaikan aja, nggak akan banyak juga kalau cuma keliling Jogja," usul Arghi. Dia sudah lama ingin mengelilingi kota ini. Apalagi dia seorang pindahan dari luar kota.

"Boleh, aku aja baru tahu sekitaran Jogja sini," ujar Jofan yang tak kalah ingin berjalan-jalan keliling Jogja untuk melihat lebih dekat dengan keadaan kota ini. Rio setuju dengan itu, sedangkan Alvin setuju-setuju saja. Asal tidak sampai keluar kota dia bisa. Neneknya kasihan kalau ditinggal sendiri keluar kota.

"Jadi, mau kemana aja?" tanya Rio. Dia menyiapkan buku untuk menulis apa saja ide ketiga sahabatnya.

"Prambanan."

"Studio Gamplong."

"Pantai Parangtritis."

Mereka mulai larut dalam rencana tersebut sampai kemudian Gilang masuk dengan rusuh. Beberapa tidak menyadari kehadiran Gilang, seperti keempat orang di belakang –Rio and the geng. Mereka bahkan lebih rusuh dari perkumpulan para perempuan di kelas. Bahkan saat semua sudah diam, mereka sibuk mengusulkan nama tempat. Kemudian Jofan yang pertama menyadari kesunyian segera mengode ketiga sahabatnya agar diam.

Gilang tertawa melihat Arghi menghadap ke depan dengan mulut terbuka. Sisa-sisa kerusuhan. Benar-benar untuk mengatur kelompok Rio ini diperlukan perhatian khusus.

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang