Seusai makan siang Rio mengantar Jofan ke kamar mandi. Karena mendadak Jofan ingin buang air kecil sedangkan Rio tidak akan membiarkan Jofan pergi sendirian mulai sekarang. Ali mungkin saja mendadak muncul di kamar mandi jadi Rio mengkhawatirkan Jofan. Meskipun Jofan seusianya bahkan dia juga seorang laki-laki, tetap saja Jofan adalah korban bully bahkan korban pelecehan seksual. Mentalnya lemah bahkan fisiknya nampak serapuh perempuan.
Jadi, dengan kekhawatirannya itu akhirnya Rio mengantar Jofan. Padahal Jofan sudah siap berbohong pergi ke kamar mandi tetapi, rencananya tidak berjalan dengan mulus karena Rio berdiri tegap di ambang pintu kamar mandi. Tangannya bersedekap dada dan terus menatap Jofan membuat remaja itu tidak ada cara lain selain memaksakan diri untuk kencing.
Setelah itu dia berbalik meminta Rio pergi duluan karena dia ingin buang air besar, "yo duluan aja, mau bab," ujar Jofan.
"Nggak usah bohong. Ayo ke kelas!" tegas Rio dan membuat Jofan mengembuskan napasnya.
Dengan amat sangat terpaksa, akhirnya Jofan melangkahkan kaki keluar kamar mandi dan berjalan menuju ke ruang kelas. Dia tidak siap menceritakan apa yang terjadi pada kedua orang temannya. Meskipun ada Rio yang siap membantunya, tetap saja rasanya terasa berbeda. Arghi yang suka bercanda dan Alvin yang tampak selalu berbicara dengannya seperti seorang adik. Jofan tidak yakin bisa menceritakan kisahnya itu pada mereka.
"Yo, nggak usah cerita aja ya? Aku nggak bisa mulainya," cicit Jofan saat hampir sampai di kelas mereka. Rio berhenti melangkah dan berbalik untuk melihat Jofan. Remaja mungil itu kembali tampak tertekan. Kedua tangannya bergerak saling meremas dan kepalanya tertunduk dalam.
"Ya udah nggak usah cerita, itu kan hak kamu. Kalau kamu nggak nyaman, nggak usah lakuin," putus Rio membuat Jofan mengangguk setuju. Mereka lantas masuk ke dalam kelas dan segera mendapat atensi dari dua teman mereka.
Arghi yang sejak tadi tidak bermain ponsel segera fokus pada Jofan. Dia sangat penasaran sampai tidak memiliki minat terhadap ponselnya. Apalagi Alvin yang ditanya sejak awal tidak pernah menjawab apapun, remaja kurus itu malah bertanya balik kepadanya. Membuat Arghi sakit kepala seketika. Alvin sungguh tidak bisa diandalkan.
"Jadi, mereka siapa, Jo?" tanya Arghi dengan tidak sabaran. Rio duduk di kursinya tampak santai dan segera dihadiahi tatapan penuh tanya dari Arghi dan Alvin. Hal itu karena Jofan duduk di kursinya seolah enggan untuk membuka mulut, sementara sejak awal Rio terlihat jelas sudah tahu sesuatu.
"Kalian main rahasia nih ceritanya?" tanya Alvin sedikit kecewa karena Rio mengangkat bahu. Sepertinya keduanya sepakat untuk tutup mulut dan ingar janji. Menyebalkan.
"Serius kalian main rahasia? Ah, nggak asik," protes Arghi dengan wajah sebal. Hal itu membuat Jofan semakin tidak enak hati. Dia lantas menolehkan kepalanya untuk menatap Rio yang rupanya tengah asik memainkan ponsel. Sepertinya Rio benar-benar tidak akan memberitahu Arghi dan Alvin. Benar, Rio orang baik yang akan menjaga rahasianya sebaik mungkin.
"Em, nanti sepulang sekolah aku cerita. Sekalian nonton Rio seleksi," ucap Jofan lirih. Rio yang mendengar itu menatap Jofan tidak setuju.
"Nggak, kalau mau cerita di rumah aja. Kita kumpul di rumah siapa biar enak ngobrolnya," tolak Rio. Kedua temannya yang belum tahu tentang Jofan tidak akan bisa ia percaya untuk menjaga Jofan. Dia tidak akan membiarkan Jofan bercerita tanpa pengawasannya. Laki-laki bermata sipit itu bahkan dengan berani melukai dirinya sendiri semetara bibirnya mengulas senyum. Jofan sangat sensitif. Orang seperti Arghi yang hobi memotong pembicaraan akan membuat Jofan tidak nyaman. Atau Alvin yang sangat keras kepala dan egois bisa membuat Jofan makin tertekan.
"Tapi, Yo–..."
"Kamu beneran udah tahu sesuatu kan, Yo?" tuding Alvin segera memotong ucapan Jofan. Dia merasa sangat kecewa karena percaya Rio akan selalu membagi apapun kepadanya. Rupanya lelaki itu punya sesuatu yang tidak mau dibagi dan itu perihal Jofan. Arghi juga menatap Rio dengan tatapan kecewa. Bahkan dia sudah menampilkan aib keluarganya dan Rio malah memiliki rahasianya sendiri. Tidak adil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...