Siang ini Alvin duduk menunggu kedatangan dokter yang akan memeriksanya. Dokter Brian memperkenalkan dokter perempuan yang akan datang siang ini untuk memeriksa keadaan Alvin. Alvin sungguh merasa seperti orang penting sekarang yang ditangani dua orang dokter. Untungnya dia memiliki asuransi kesehatan yang dibuat oleh ayahnya dulu.
Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan di depan Alvin. Membuat Alvin sontak berdiri. Tapi, tidak beranjak karena merasa tidak yakin.
"Nak Alvin?" tanyanya mengejutkan Alvin. Bagaimana tidak terkejut kalau mendadak wanita tersebut menyembulkan kepalanya di balik pintu dan menatap padanya. Alvin mengangguk dalam keterkejutannya, "ayo masuk!" ajaknya dan membuka pintu ruangannya lebar-lebar membuat Alvin melangkah masuk ke dalamnya.
Melihat isi ruangan yang terlihat sangat mewah dan tidak memiliki aroma obat sedikitpun. Alvin bersyukur tentang itu. Setidaknya dia tidak perlu merasa mual karena harus berlama-lama menghirup aroma obat. Dia dipersilakan duduk di kursi sofa. Sementara dokter tersebut sibuk membuat minuman di sudut ruangan. Membawakan makanan ringan dan minuman untuk Alvin. Alvin cukup terperangah dengan sajian yang ada di depannya.
Dia tidak salah masuk ruangan kan?
Kenapa tidak seperti sedang memeriksakan diri ke dokter? Malah terasa seperti sedang bertamu di rumah teman. Sangat santai dan bahkan dokter wanita itu menyalakan televisi.
"Kamu datang sendirian?" tanyanya kepada Alvin. Alvin yang baru menyantap jajannya mengambil minumnya segera. Dokter bernama Sarah itu tersenyum, "santai saja, Nak," ujarnya mengelus punggung Alvin.
"Iya, saya datang sendiri," jawabnya kemudian. Sarah tersenyum dan manggut-manggut mengerti.
"Membolos sekolah?" tanya Sarah menebak dari pakaian yang Alvin kenakan. Alvin nyengir merasa tak enak untuk jujur. Dia mungkin akan dipandang sebagai siswa badung karena berani membolos sekolah. Sarah menggeleng-geleng, "ey santai saja, sekolah tidak lebih penting dari memeriksakan diri," ucap Sarah menenangkan. Alvin nyengir kuda.
"Jadi, kudengar kamu mengalami mimisan dan sakit kepala, apa itu benar?" tanya Sarah memulai pemeriksaan. Dia beranjak pergi ke ruangan di sebelahnya yang merupakan ruang pemeriksaan. Menyalakan lampu di dalam ruangan dan meminta Alvin masuk. Alvin belum sempat menjawabnya saat Sarah kembali mengodenya untuk berbaring.
"Kedua orang tuamu tahu kalau kamu sakit?" tanya Sarah sembari memeriksa detak jantung Alvin dengan stetoskop.
"Oh itu, kedua orang tua sudah meninggal. Saya tinggal dengan nenek," jawab Alvin dan ditatap dengan tatapan bersalah Sarah. Alvin tersenyum, "sudah lama," jelasnya. Sarah mengungkapkan rasa bersalahnya dan lanjut memeriksa keadaan Alvin.
"Saya akan memeriksa sampel darahmu. Dua hari lagi kamu bisa kembali ke sini untuk mendapat hasilnya. Untuk hari ini sampai sini saja," ujar Sarah dengan senyuman yang setia di wajah cantiknya. Meski usianya tak lagi muda, tapi aura kecantikannya tak luntur sedikitpun.
Alvin pulang setelahnya. Sepanjang jalan berpikir dia harus pergi kemana karena jam sekolah belum berakhir. Rasanya sangat mencurigakan kalau dia pulang sekarang. Jadi, dia memilih pergi ke tempat Derma. Yayasan yang menaungi keluarganya. Dulu ayahnya seorang donatur tetap di yayasan tersebut, tapi setelah ayahnya tiada keluarganya berhenti menjadi donatur dan terdaftar dalam data mereka sebagai penerima derma. Neneknya yang dapat sebagai seorang yang lansia dan belum ada anggota keluarga yang bekerja sehingga butuh bantuan mereka. Sementara Alvin hidup dengan biaya pensiun ayahnya.
Karena jam makan siang telah selesai, Alvin hanya bisa membantu mencuci piring dan membereskan kantin yang luasnya seperti aula. Meja berjajar rapi dengan kursi yang ada di bawah meja. Semua harus dirapikan sebelum jam makan malam tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Teen FictionBertemu dengan tiga orang sahabat adalah sebuah anugerah. Saat luka-luka yang aku lihat dari diri mereka perlahan mulai sembuh, membuat hatiku menghangat. Aku berguna bagi mereka dan mereka istimewa untukku. Melewati masa remaja bersama dengan berb...