Bab 27

22 8 2
                                    


Meeting malam di kafe tengah dimulai. tami dan kawan-kawan dengan serius mendengarkan apa yang dikatakan oleh Tristan. Ada senyum yang tersungging diwajah mereka, ketika Tristannmenjelaskan bahwa kafe mereka perlahan mengalami peningkatan keuntungan. Sudah terbayang di kepala mereka berapa besar bonus yang akan mereka dapatkan.

"Jadi untuk bisa melayani semua pelanggan dengan maksimal, saya berencana menambah satu lagi karyawan untuk bekerja di kafe ini. Jadi kalau teman-teman ada referensi bisa langsung ajukan ke saya. Apakah ada pertanyaan?" Pertanyaan Tristan mendapatkan beraga ekspresi. Salah satunya ketidak setujuan. Ada beberapa karyawan yang merasa penambahan karyawan baru bukanlah sesuatu hal yang menguntungkan bagi mereka.

Lama Tristan menunggu karyawannya bereaksi, namun akhirnya tidak ada satu pun yang berani mengatakan keberatan mereka. "Saya paham ada beberapa di antara kalian yang merasa keputusan saya bukanlah hal yang menyenangkan. Saya bisa lihat dari ekspresi kalian. Jadi, apakah ada yang mau kalian sampaikan?" Tristan masih berbaik hati untuk menanyakan sekali lagi pendapat karyawannya. Karena menurutnya bagaimana pun juga mereka semua memiliki andil dalam majunya kafe beberapa bulan belakangan.

Ringgo akhirnya bersuara. Pria itu tampak mewakili temannya yang lain yang merasa jika keputusan Tristan kurang begitu baik saat ini. "Maaf, Pak. Kami hanya khawatir jika ada penambahan karyawan nantinya akan mengurangi jumlah bonus yang kita dapatkan. Jika itu terjadi kami, lebih baik tidak usah ada penambahan, Pak. Karena sejauh ini kami masih sanggup melayani customer dengan baik." Penjelasan Ringgo membuat Tristan tersenyum. Ia merasa maklum dengan pemikiran semacam itu.

"Keputusan saya menambah karyawan bukan tanpa sebab. Akhir-akhir ini saya oerhatikan kalian sering sakit. Mungkin karena kelelahan dan akhirnya satu sama lain saling memback up dengan long shift, tapi itu bukannya menjadi solusi malah justru menjadi masalah baru, karena akhirnya yang sehat ikutan sakit. Saya tidak mau hanya karena kenaikan bonus yang tidak seberapa malah justru membuat kalian bolak balik berobat." Tristan tampak tenang menjelaskan alasan keputusannya pada karyawannya. Terlihat bijak dan dewasa sekali keputusan yang dibuat oleh pria itu, di mana tingkat bijak seorang Tristan saat ini langsung melambung dan membuat kadar ketampanan pria itu meningkat berkali lipat.

"Lagi pula jika saya menambah karyawan baru, pengunjung yang datang ke kafe kita jadi cepat dilayani kan? Jadi sudah pasti itu akan berimbas ke bonus kalian juga yang meningkat," tutupnya dengan senyuman yang makin membuat para karyawan wanita melelh ketika melihatnya.

"Jadi apakah ada yang masih keberatan? atau ingin disampaikan?" tanyanya sekalinlagi sebelum menutup meeting.

"Mas ganteng," ucap Tami dengan mata berbinar. Sontak sebuah tepukan dibahu dilayangkan oleh Romi yang kebetulan tepat berada di samping Tami. Sementara Tristan hanya tersenyum simpul merespon ucapan Tami. Sebelum akhirnya benar-benar menyelesaikan meeting malam itu.

"Jadi gosip yang beredar bener, Mi?" tanya Romi pada Tami ketika mengantarkan wanita itu pulang ke kosnya.

"Gosip apaan?" Tami masih saja tidak peka terhadap situasi di sekitarnya. Ia bahkan sampai tidak tahu apa yang orang bicarakan di belakangnya.

Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"

When We Meet (Complete) Move To FizzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang