Bab 47

21 7 3
                                    

Sesuai dengan saran yang diberikan Didam, Tama kini benar-benar menunjukkan rasa sayangnya pada Tami. Malam itu Tama keluar dari kamarnya, ia melihat lampu kamar Tami masih menyala. Melihat itu membuat Tama berpikir. Ia pun berjalan ke arah dapur dan membuat sesuatu. Selesai membuat coklah hangat, ia mengetuk pintu Tami. Wanita itu membuka pintu dengan ekspresi wajah lelah yang bisa Tama tangkap. "Nih, buat lo." Tama berucap seraya menyodorkan secangkir coklah hangat.

"Ini apaan?"

"Air kobokan," ucap Tama dengan wajah malas. "Itu coklat hangat, Tami." lanjutnya lagi karena Tami masih saja memandanginya dengan bingung.

"Maksud gue ngapain lo bikinin gue coklat hangat, Tam?"

"Gue bikin dua. Nih," ucap Tama sambil menunjukkan gelas berisi coklat hangat. Akhirnya Tami memilih menerimanya dan mengucapkan terima kasih pada Tama. Sebenarnya ia memang membutuhkan minuman itu agar membuatnya lebih rileks setelah semalaman mengerjakan tuga.

Tama masuk ke dalam kamarnya dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya. Ia sengaja berbuat seperti itu agar Tami lebih rileks. Beberapa minggu terakhir seluruh penghuni kos berada pada semester akhir, dimana mereka tengah sibuk-sibuknya menyusun skripsi, tidak terkecuali Tami. Melihat Tami yang terlihat lelah membuat Tama ingin memberikan perhatian pada wanita itu.

Dan kebiasaan itu kembali berlanjut hampir setiap malam. Tama selalu mengecek lampu kamar Tami dan membuatkan coklat hangat dan mengobrol singkat dengan wanita itu. Seperti malam ini. Ketika atami membuka pintu kamarnya, Tama pun segera menyodorkan cangkir berisi coklat hangat di depan wajah wanita itu. "Kali ini kenapa lagi lo kasih gue coklat hangat? Bikin double? Tiba-tiba pengen minum air putih aja? Atau udah mulai ngantuk jadi gak keminum?" tanya Tami dengan wajah malas. Ia sudah hapal kebiasaan pria itu akhir-akhir ini.

"Sengaja bikinin buat lo." Ucapan Tama membuat dahi Tami berkerut. Ia tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu dari pria sedatar Tama.

Melihat Tami yang masih mematung, Tama pun bergerak perlahan mendekati wanita itu. "Gue fidur dulu yah, Mi. Jangan kemaleman tidurnya. Mata lo udah mirip panda." Ia berucap sambil menepuk puncak kepala Tami pelan.

Keesokkan harinya Tama bangun pagi-pagi sekali. Setelah mendengar suara pintu kamar Tami dibuka, ia pun bergumam. "Tunggu beberapa menit lagi."

Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"

When We Meet (Complete) Move To FizzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang