Bab 77

32 12 5
                                    

Tami tengah berpikir keras di ruangannya. Sudah beberapa hari ini Tama masih mempertahankan sikap dinginnya. Bahkan semakin hari semakin parah. Semakin dinginnya sikap Tama, ternyata membuat Tami semakin merasa ada yang aneh dengan dirinya. Entah mengapa ia sangat merindukan pria itu akhir-akhir ini. Sehingga, Tami mulai berpikir untuk mencari cara agar bisa bertemu dengan Tama langsung tanpa ketahuan jika ia merindukan pria itu.

Sebuah ide muncul di pikiran Tami, sepertinya ia harus melakukan hal itu untuk bisa bertemu Tama tanpa membuat pria itu sadar jika Tami tengah merindukannya. Ia pun menghubungi seseorang di ponselnya.

"Halo, Dam. Sibuk gak?" sapanya berbasa-basi pada sahabat sekaligus partner Tama di kantornya.

"Gak kok. Ada apa, Mi?" tanya Didam diseberang sana.

"Besok jam makan siang lo ada di kantor? Mau makan siang bareng gak? Kebetulan gue ada meeting sama klien di sekitar kantor lo. Dari pada makan siang sendiri, mending gue ajak lo kan?" Tami sudah mempersiapkan alasan senatural mungkin. Jika tidak, Didam bisa mengendus maksud terselubungnya kali ini.

"Boleh tuh. Kebetulan gue gak keluar kantor jam makan siang besok. Tama ikut gak?" tanya pria itu. Tepat! Tami memang sengaja mengajak Didam makan siang untuk mengetahui kabar Tama tanpa perlu repot-repot menemui pria itu secara langsung.

"Terserah aja sih. Kalau dia bisa gak apa-apa kalau dia mau join." Tami menjawab santai. Padahal bibinya kini sudah tersenyum senyum licik.

"Kayaknya dia juga besok jam segitu gak keluar kantor deh. Tapi nanti gue pastiin juga sih." Didam sepertinya tidak curiga dengan ajakan makan siang Tami kali ini. Sehingga Tami bisa merasa aman tanpa perlu mendapatkan introgasi dari Didam.

"Oke deh kalau gitu. Sampai ketemu besok siang." Tami kemudian memutuskan panggilannya dengan rasa senyuman yang tersungging di bibirnya. Ia teringan akan ucapan Sheryl tempo hari. Wanita itu mengatakan jika mungkin saja Tama sudah lelah membuat Tami yang tidak peka ini sadar akan perasaan yang coba Tama tunjukkan. Sebenarnya Tami bukan tidak tahu, hanya saja ia ingin memastikan sejauh apa Tama akan berjuang mendapatkan hatinya. Tetapi, nyatanya pria itu baru beberapa bulan berjuang saja sudah mulai memperlihatkan gelagat akan mundur. Tetapi tenang saja, bukan Tami namanya jika tidak bisa membuat pria itu menyesal telah bersikap seperti itu pada Tami.

Tami yang sudah terlanjur nyaman dan baper, tidak akan semudah itu melepaskan Tama. Ia akan memperlihatkan pada pria itu, siapa Tami sebenarnya. "Lihat aja, Tam. Besok lo masih bisa cuekin gue lagi atau gak?" gumam Tami dengan percaya diri.

Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"

When We Meet (Complete) Move To FizzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang