Tami tersenyum kala memandang siapa orang yang tengah menghubunginya saat ini. Dengan semangat ia menjawab panggilan itu. "Halo, Yah," sapanya dengan suara riang yang tidak bisa ia sembunyikan. Walaupun ia baru menemui Syarif bulan lalu, nyatanya perasaan rindu sudah datang begitu saja.
"Anak nakal, kenapa kamu gak membicarakan hal sepenting ini sama Ayah?" sembur Syarif di seberang sana.
"Maksud Ayah?" tanya Tami dengan dahi mengkerut. Mendengar suara sang Ayah yang terdengar tegas, bahkan mengabaikan sapaannya membuat Tami bingung ada apa sebenarnya.
"Aufar baru saja menemui Ayah, dia bilang kalian sudah sepakat untuk menentukan tanggal pernikahan. Dia datang untuk melamar kamu pada Ayah. Apa-apaan ini Tami? Kamu sudah tidak menghargai Ayah? Bahkan Tantemu Sekar merasa tersinggung dengan kelakuanmu ini." Tami termangu. Ia tidak pernah mendengar Syarif semarah ini. Sungguh, Tami merasakan terkejut sekaligus sedih saat ini.
"Yah, Aufar memang sudah melamar aku. Tetapi aku belum memberikan jawaban apapun. Mungkin saking lamanya jawabannya aku gantung. Membuat dia langsung melamar aku ke Ayah. Tapi aku berani sumpah, kalau aku dan dia belum menyetujui tanggal pernikahan. Ayah percaya kan sama, Aku?" Tami berucap selembut mungkin. Berterima kasihlah pada otak cerdas yang ia miliki, sehingga ia bisa dengan lancar mengucapkan kalimat kebohongan itu.
Terdengar Syarif menghela napasnya, membuat Tami bersiap-siap jika sang pria kesayangannya akan kembali membombardir dirinya dengan amarah seperti beberapa menit lalu. "Mi. Kamu tau kan kalau Ayah selalu percaya sama kamu? Ayah kaget, merasa kamu tidak menghargai Ayah dengan menentukan sesuatu yang penting di hidupmu tanpa menanyakan pendapat Ayah. Meskipun kamu sudah dewasa dan bebas memilih siapa pendampingmu, tetapi kamu masih punya Ayah yang harus kamu tanyakan pendapatnya." Tami merasakan adanya luka yang Ayahnya rasakan. Membuat ia ingin sekali meyerang pria Bernama Aufar dengan segala sumpah serapah yang tidak pernah ia lontarkan pada siapapun.
"Ayah tau kan kalau gak ada orang yang paling penting buat Aku? Bahkan kalau Ayah meminta Aku untuk memutuskan Aufar sekarang, Aku gak akan berpikir dua kali untuk melakukannya." Ucapan yang Tami ucapkan bukanlah ucapan manis semata. Karena nyatanya ia mau saja melakukan apapun yang diperintahkan Syarif padanya. Apalagi hanya seorang Aufar, pria yang bahkan sudah Tami persiapkan akan menjadi sasaran kemarahanya beberapa saat lagi.
"Ayah gak sejahat itu, Mi," ucap pria itu dengan nada sedikit tenang. "Ayah hanya ingin kamu mengingat Ayah dalam setiap keputusan yang penting dalam hidupmu. Ayah hanya... sedih dan merasa tidak kamu butuhkan." Tami menitikkan air matanya mendengar ucapan sang Ayah. Sungguh seumur hidupnya, walaupun di antara mereka pernah terjadi kesalah pahaman yang besar, Tami tidak pernah merasa tidak membutuhkan Syarif. Baginya pria itu Sebagian nyawanya.
Tami menghapus air matanya dengan kasar. "Yah, jangan berpikir seperti itu lagi. Aku gak suka. Aku akan menyelesaikan permasalahan ini dengan Aufar. Ayah tenang aja, Yah? Aku gak mau Ayah sakit karena memikirkan ini."
"Ayah serahkan semuanya ke kamu. Ayah percaya sama kamu, Mi." Tami sedikit lega dengan kata-kata yang Syarif lontarkan.
Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet (Complete) Move To Fizzo
ChickLitMenjadi seorang pria tampan, berpendidikan tinggi dan memiliki konsultan hukum miliknya sendiri, memiliki itu semua tidak serta merta membuat seorang Pratama Aprilio mudah mendapatkan pasangan. Walaupun banyak wanita yang rela melakukan apapun demi...