Bab 89

24 18 1
                                    

Rendra, Syarif dan Soraya baru saja menapakkan kaki mereka di Jakarta. Mereka dengan sangat terburu-buru pergi menuju rumah sakit di mana Tami berada. Raut wajah mereka terlihat kacau. Keluarga yang mereka sayangi kini terbaring lemah tanpa mereka tahu bagaimana kondisinya. Sesampainya mereka di sana, pihak dokter masih menangani Tami di ruang operasi. Rendra hanya menemukan Sheryl dan Aufar yang tampak menunggu di depan ruang operasi. Wajah pria itu nampak babak belur, en

Melihat pria yang menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas kecelakaan yang dialami oleh sepupunya ternyata membuat darah Rendra mendidih. Setengah berlari ia menghampiri Aufar hendak memukul pria itu. Baru saja ia mencengkram kerah baju Aufar, Sheryl sudah terlebih dahulu menghentikan apa yang ingin Rendra lakukan. Wanita itu bahkan menggeleng kecil pada Rendra, seakan mengirim sebuah kode untuk tidak melakukan hal yang nantinya berakibat buruk bagi Tami.

"Lo! Kenapa bisa bikin Tami kayak gini? Ada pikirannya gak si jadi laki?" tanya Rendra dengan tatapan matanya yang tajam.

"Gue minta maaf. Gak seharusnya gue biarin dia bawa mobil di saat dia lagi mabuk." Mata Sheryl membola, ia tidak terima. Sangat tidak terima dengan apa yang Aufar tuduhkan pada bosnya. Bawa mobil saat mabuk? Mba Tami bahkan gak minum sama sekali di sana. Kalau gue tau dia bakalan fitnah Mba Tami kayak gini, gak bakalan gue halangi Mas Rendra buat pukul dia tadi.

"Menurut lo dengan permintaan maaf, kecelakaan ini gak bakalan terjadi gitu? Lo laki kan? Lo seharusnya ngelindungi Tami!" Rendra baru sudah baru saja akan melayangkan pukulan ke wajah Aufar, namun kali ini keinginannya kembali dihalangi, bukan dengan Sheryl yang lebih memilih membiarkan karena kesal dengan perkataan Aufar. Kali ini ia dihalangi oleh Syarif yang tidak ingin ada keributan di rumah sakit tempat Tami dirawat.

"Jaga sikap, Ren. Ini rumah sakit." Rendra hanya bisa kembali menatap tajam ke arah Aufar, sebagai penanda bahwa ia tidak akan melepaskan pria itu.

"Maafin saya, Om. Saya lalai jaga Tami." Aufar menangis seraya mencium tangan Syarif sebagai permintaan maaf, tetapi pria itu justru menghindar, sehingga Aufar gagal meraih tangan pria tua itu. Rasain lo, semua orang udah gak suka sama lo, cibir Sheryl dalam hatinya, ketika melihat wajah Aufar yang sekilas terlihat panik mendapatkan reaksi tidak terduga dari Syarif.

Muak melihat drama yang dimainkan oleh Aufar, Sheryl pun berjalan mendekat ke arah Rendra. Ia juga memberi kode pada pria itu agar menjauh dari ruangan tempat operasi Tami berlangsung.

"Ada apa?" tanya Rendra ketika mereka sudah berada jauh dari Syarif dan keluarga lainnya. Tanpa banyak bicara, Sheryl menyodorkan ponsel yang semalam ia bawa dari rumah Tami dan memutar rekaman CCTV yang sebelumnya sudah ia perlihatkan pada Tama.

Ekspresi yang kini muncul di wajah Rendra tidak jauh berbeda dengan ekspresi Tama. Wajah Rendra memerah, tangannya pun terkepal. Emosi yang sebelumnya sudah sulit ia turunkan kini naik. "Jangan sekarang." Baru saja Rendra akan kembali ke tempat di mana Syarif berada untuk menghajar Aufar, tetapi Sheryl menahannya.

Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"

When We Meet (Complete) Move To FizzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang