Sudah dua minggu Tama menghabiskan Sebagian waktunya di rumah sakit tempat Tami dirawat. Ia seolah enggan meninggalkan wanita itu dalam waktu yang lama. Ia takut ketika dirinya tidak ada, Tami akan pergi meninggalkannya seperti mimpi-mimpi yang selalu ia alami sebelum Tami mengalami kecelakaan. Mimpi di mana Tami memilih meninggalkannya dan pergi bersama sang Ibu. Tama tidak mau hal itu terjadi, karena jika memang itu menjadi kenyataan. Ia akan langsung menyusul Tami saat itu juga.
Masih dapat Tama ingat, beberapa hari sebelum kecelakaan Tami, ia selalu dihantui mimpi buruk. Ia awalnya menganggap itu sebagai mimpi biasa saja. Tetapi lama kelamaan mimpi itu semakin jelas. Tami saat itu terlihat bahagia ketika mengucapkan kata perpisahan untuknya. Seakan Tama dan orang-orang di sekeliling ya tidak berarti bagi Tami.
Seorang wanita melambaikan tangan ke arah kekasih Tama itu. Dari wajah dan senyumannya, Tama bisa menebak jika itu adalah Ibu Tami. Wajah mereka hampir mirip dan senyuman yang wanita itu ulas di bibirnya seakan menjadi peringatan bagi Tama jika sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi. Tama baru menyadarinya ketika melihat Tami yang tengah menggenggam tangannya memandang Tama dengan sorot sedih. "Tama, terima kasih sudah mencintai aku. Terima kasih sudah mau menunggu aku. Setelah ini aku harap kamu bisa melanjutkan hidup dengan bahagia. Ada atau tanpa aku kamu harus bahagia." Tama menatap Tami dengan bingung saat itu. Tami memgatakannya agar bahagia, tetapi tanpa dirinya? Itu tidak akan mungkin. Alasan Tama masih hidup seperti saat ini adalah karena Tami. Jadi, bagaimana mungkin ia bisa hidup bahagia tanpa wanita itu.
Tama menggelengkan kepalanya berulang kali. "Gak. Aku gak akan bisa bahagia sama tanpa kamu. Gak akan bisa, Mi." Tanpa sadar air mata sudah luruh di pipi Tama. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hari-hari yang akan ia lalui tanpa kekasih tercintanya itu.
"Kamu mau aku bahagia kan?" tanya Tami dan Tama mengangguk pasti. Ia sangat menginginkan kebahagiaan wanita itu.
"Aku akan bahagia banget sama Ibu. Kamu tau kan, aku udah kangen banget sama dia." Mendengar itu, Tama mengegenggam tangan Tami dengan erat. Sementara wanita itu dengan mudah melepaskan genggamannya dan perlahan menjauh dari Tama, menuju wanita yang sedari tadi tersenyum memandangi dirinya dan Tami. Gak. Ini gak boleh terjadi.
Baru Tama akan melangkah mengejar Tami, tiba-tiba saja Tami sudah menghilang. Meninggalkan Tama yang kini menangis dengan terisak-isak.
Tama langsung menceritakan mimpinya pada Tami ketika itu. Namun, wanita itu hanya tertawa untuk merespon ekspresi Tama yang menceritakan mimpinya dengan nada beegetar karena takut. "Itu cuma mimpi Tama. Lagian aku gak akan ke mana-mana kok," ucapnya disertai kekehan tawa yang menyebalkan.
"Kamu kangen sama aku kali, makanya mimpi kayak gitu. Udah jangan pikir macam-macam. Beberapa hari lagi kan kita juga ketemu." Saat itu, Tami bersikap sangat santai. Ia juga mencoba menenangkan Tama dengan mengatakan semua akan baik-baik saja dan Tami juga berjanji tidak akan meninggalkan Tama.
Semenjak mendapat mimpi itu, Tama jadi semakin ingin mempercepat pernikahannya dengan Tami. Ia bahkan memesan cincin khusus untuk kekasihnya itu. Tama berniat melamar Tami sekembalinya ia dari luar negeri. Mimpi itu secara tidak langsung membuat Tama beegerak lebih cepat untuk memiliki Tami secara utuh. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan Tami lagi.
Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"
![](https://img.wattpad.com/cover/289627245-288-k88034.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet (Complete) Move To Fizzo
Chick-LitMenjadi seorang pria tampan, berpendidikan tinggi dan memiliki konsultan hukum miliknya sendiri, memiliki itu semua tidak serta merta membuat seorang Pratama Aprilio mudah mendapatkan pasangan. Walaupun banyak wanita yang rela melakukan apapun demi...