Bab 9

45 18 7
                                    

Vote dulu yuk sebelum mulai baca!

Tami sampai di kos ketika hari sudah beranjak gelap. Ia pun bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk kemudian mandi. Ia bahkan mandi dengan terburu-buru. Tangan Tami sudah gatal ingin mencoba benda-benda yang tadi siang ia beli bersama dengan Fita. Ia pun mengeluarkan satu persatu peralatan tempur yang baru saja ia beli. Tami juga mulai mencari video yang sebelumnya disarankan oleh Fita .

Tangan Tami bergerak kaku saat mengaplikasikan alat-alat make up itu di wajahnya. Mukanya sangat serius memandangi instruksi dari beauty vlogger yang ia tonton. "Ini dipakai di pipi, diusap pakai ini," gumamnya tanpa memutus pandangan matanya dari video yang ia tonton.

Sudah hampir lebih dari satu jam ia menghabiskan waktunya untuk menonton berulang kali dan mencobanya. Bahkan saking seriusnya, Tami tidak merasa terganggu dengan suara riuh pria-pria penghuni kosan yang tengah menyaksikan acara televisi di depan kamarnya. Suara ketukan terus menerus di pintu kamarnya membuatnya menekan tombol pause di ponselnya dengan perasaan kesal.

"Mi, pinjem setrikaan do-, Astaga!" ucap Derby terkejut ketika melihat wajah Tami yang kesal di depan pintu kamar wanita itu. Tapi bukan wajah kesal Tami yang membuat Derby terkejut, melainkan dempulan di wajah Tami yang membuat pria itu menatap horor dan berteriak kaget.

"Lo ngapain sih, Mi? Malem-malem malah dandan horor gitu?" tanya Derby seraya mengusap dadanya, berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak cepat karena terkejut.

"Jangan kepo deh. Gimana? Bagus gak?" Tami dengan percaya dirinya bertanya pada Derby mengenai dandanannya. Ini si Tami gak bisa baca ekspresi apa yah? Jelas-jelas gue kaget ngeliat dandanannya yang horor banget gitu.

Belum sempat Derby menjawab, tiba-tiba Randu sudah menyela terlebih dahulu. Pria itu merasa kepo ketika mendengar pekikan Derby tadi. "Astaga, Mi? Lo mau ngapain sih? Nyeremin banget tau gak muka lo." Pria itu bahkan terkikik melihat wajah Tami yang disebutnya menyeramkan. Haduh, si Randu mulutnya. Bakalan ngamuk nih bentar lagi si Tami, pikir Derby.

Mendengar ocehan Randu, membuat Tami segera bergegas mengambil kaca untuk memastikan sendiri ucapan pria itu. Dengan wajah terkejut, Tami baru menyadari jika riasannya lebih menyerupai topeng Halloween dibandingkan dengan make up yang disebut natural. Raut wajah Tami berubah menjadi sedih, perjuangannya berjam-jam lalu serasa tidak ada artinya.

Melihat wajah Tami yang sedih, membuat perasaan Randu sedikit merasa bersalah. Pria itu pun masuk ke dalam kamar Tami. "Lo diajarin siapa pakai beginian?" tanyanya dengan nada bicara lembut, khas Randu ketika sedang melunakkan hati wanita.

"Gue liat di internet tadi. Ini pertama kalinya gue coba make up. Gak taunya sesusah ini." Tami mendesah lelah, ia merasa jika dirinya memang tidak bisa disebut sebagai wanita.

Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"

When We Meet (Complete) Move To FizzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang