vote komen lah anjayy
———
Tidak keduanya sangka-sangka ternyata Jamal dan Jeje datang membesuk.
Sepasang manusia berbeda kelamin itu datang membawa buah tangan yang biasa dibawa untuk hadiah bagi orang sakit. Mereka menemui Shey dan Aksel yang sedang saling menindih di sofa ruang tengah.
"OMAYGAT! MATA GUE!!"
Teriakan seseorang itu membuat Aksel bangkit dari menindih sang istri. Shey juga turut melongok untuk melihat pemilik suara.
"Kamu ngapain teriak-teriak?"
"Kita pulang aja, pak. Ada yang lagi enak-enak, nanti kita ganggu." Perempuan yang berteriak pertama tadi menunjuk pasangan suami-istri di sofa. Laki-laki yang bertanya melihat ke arah yang ditunjuk. Dan refleks nyebut.
"Iya kayaknya kita harus pulang. Kamu pulang ke rumah saya aja ya." Pukulan didapatkan laki-laki jangkung itu di bahu.
"JANGANN!! PAK JAMAL SAMA JEJE JANGAN PULANG. KITA GA LAGI NGAPA-NGAPAIN KOK, IYA KAN, MAS?" Shey berteriak kemudian menatap sang suami di akhir kalimatnya. Menyuruh laki-laki itu mengiyakan.
Aksel mengangguk karena sang istri yang menginstruksinya. "Iya, saya cuma lagi peluk-peluk sama istri."
"Tuh kan. Sinii aja masuk. Je masuk aja." suruh Shey melambaikan tangan kepada sang sahabat. Jeje pun melangkah bersama Jamal walau ragu-ragu.
Keduanya duduk di sofa lain yang ada di ruangan itu. Aksel bangun dari posisinya karena Shey menepuk bahu laki-laki itu. Pasangan suami-istri itu duduk menegak dengan pakaian yang kusut di bagian depan dan belakang.
"Nih, gue sama pak Jamal bawain buah sama makanan. Buat pak Aksel yang lagi sakit, buat lo juga boleh." ucap Jeje meletakkan dua kantung plastik besar berwarna putih di atas meja.
Shey dan sang suami mengangguk mengucapkan terima kasih.
"Kok kalian bisa ke sini? Lombanya udah selesai?" Wanita muda itu membuka percakapan.
"Gue pul--"
"Kami, Je. Kan sama saya." sela Jamal memotong ucapan Jeje.
Shey terkikik kecil melihat wajah kesal sang sahabat. Jika dilihat-lihat kebiasaannya kala melawan teman-teman, Jeje akan menonjok sosok yang mengganggunya itu. Tetapi mungkin karena sosok itu adalah sang guru maka gadis itu membatalkannya.
"Kami pulang duluan. Kelas kita kalah jadi ga ada yang mau didukung. Pak Jamal juga ngajak buru-buru jenguk pak Aksel." jelas Jeje mendapat respon anggukan beberapa kali oleh Shey.
"Mau minum apa? Aku bikinin."
"Kami udah sempet mampir ke kafe kok tadi."
Jamal asyik senyum-senyum mendengar ucapan Jeje itu. Merasa malu dan bahagia berbunga-bunga karena Jeje sudah menyebut mereka dengan 'kami' sesuai permintaannya tadi.
"Pak Aksel, ternyata rasanya bahagia gini ya. Hati saya berbunga-bunga." ucap guru sosiologi itu memegangi dada kirinya.
"Emang bahagia kenapa, pak?" pancing Aksel.
"Ada yang nyebut saya sama dia dengan kami. Saya seneng deh." Jamal menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Seolah menunjukkan dirinya yang sedang malu-malu salting seperti habis bertemu gebetan.
"APA SIH, PAK JOMPO!! HIHHH!" teriak Jeje memukul asal sang guru. Sudah tidak memikirkan status laki-laki yang sedang dipukulinya itu.
"Je, kamu ga boleh gitu tau. Nanti pak Jamal nya sakit trus yang suka kamu siapa. Iya kan, mas?" Senjata Shey hanyalah sang suami. Wanita muda itu menoleh menatap Aksel penuh harap.
Dengan mudahnya laki-laki itu mengangguk. "Iya, sayang." jawab Aksel sembari mendaratkan sebuah kecupan di bibir wanitanya itu.
Pipi Jeje memanas melihat kejadian itu. Apalagi saat secara terang-terangan Jamal menatapnya dalam. Ditambah dengan gerakan laki-laki itu yang mengusap bibir.
"Je," panggil Jamal.
"Nanti kita kayak gitu ya." ucap laki-laki itu. "Sebenarnya saya mau sekarang karena saya udah ga sabar. Tapi saya tau kamu belum siap dan saya ga mau maksa." sambung Jamal.
Shey langsung menutup mulutnya yang menganga menggunakan tangan. Wanita muda itu bersembunyi di dada bidang sang suami seolah dirinyalah yang sedang diajak Jamal berbicara.
Sedangkan Jeje hanya diam tidak merespon atau memberikan jawaban. Melengos dan membuang muka enggan berhadapan dengan sang guru.
"Je, kamu mau kan?" tanya Jamal tidak puas dengan respon sang pujaan hati.
"Apa sih!" Gadis itu justru menyentaknya. "Bapak jangan macem-macem deh."
"Saya cuma satu macem, Je. Cuma satu ini, yang sayang sama kamu." Jamal seperti pantang menyerah walau sudah tertolak. Buktinya, laki-laki itu memajukan tubuh berusaha menggapai tangan Jeje.
Karena tidak melihat adanya pergerakan dari sang gadis, Jamal memberanikan diri untuk mendekatkan wajah kepada Jeje. Mata keduanya bertemu dalam tatapan intens. Guru dan murid itu sampai bisa mendengar deru nafas masing-masing karena saking dekatnya. Tinggal beberapa senti lagi akan ada benda lain yang menempel.
Aksel sudah bersiap-siap menutup mata sang istri. Tetapi tangan besar laki-laki itu disingkirkan Shey yang mengatakan; "Aku udah pernah kayak gitu bahkan lebih parah karena diajarin mas. Jadi sekarang mau liat udah gapapa."
Seperti adegan sinetron yang sedang seru-serunya lalu diganggu oleh kehadiran iklan, nah begitulah situasi sekarang.
Sedang akan menjemput kenikmatan, tiba-tiba saja Jamal didorong kuat oleh sang murid. Laki-laki itu sampai terjatuh ke belakang dan tersadar.
"G-gue mau ke kamar mandi. Kamar mandinya di mana?" Gadis itu berdiri bertanya kepada sang sahabat dengan wajah merah merona.
"Di sana." Setelah mendapat jawaban dari Shey barulah Jeje beranjak.
Setelah kepergian Jeje, ditandai dengan suara pintu kamar mandi tertutup, Shey baru berani membuka suara.
"Waw, pak Jamal keren deh. Bisa buat Jeje malu-malu. Itu langka banget loh, pak. Bapak harus bangga bisa buat Jeje malu-malu kayak gitu." ucap Shey saat teman sebangkunya sudah hilang dari pandangan. Wanita muda sampai bertepuk tangan menyoraki gurunya.
Jamal yang diberi sulutan ucapan demikian semakin merasa di atas awan. Menari-nari di angkasa dengan indahnya. Seperti berada di ladang bunga yang wangi dan menyejukkan mata. Bahagia sekali hatinya.
"Istri mas pinter banget sih ngomongnya. Tuh liat, ganti pak Jamal yang malu-malu karena ucapan kamu."
"Tapi aku ga boong loh, mas. Emang beneran Jeje jarang salting kalo sama cowo lain. Saltingnya cuma sama pak Jamal." Shey berucap sungguh-sungguh meyakinkan sang suami.
Jamal semakin membara. Hal gila yang tiba-tiba saja muncul secara naluriah dalam dirinya tadi ternyata membuatnya mendapat nilai tambah. Walaupun agak salah, tetapi ia mengatakan tidak apa-apa.
"Sayang..." Panggilan Aksel dengan suara lembutnya itu membuat sang istri menoleh.
"Liat pak Jamal, kayak mau makan sofa kita." Laki-laki itu menunjuk teman sepekerjaannya yang sedang guling-guling di sofa dengan wajah tertutup bantal. Seolah lupa sedang di mana Jamal sekarang.
Ke-salting an Jamal itu membuatnya lupa sekitar. Tidak menyadari bahwa sang gadis idaman sudah datang, berdiri memperhatikannya.
"Pak Jamal ngapain sih? Kumat ya? Lo telfon ambulans sana, Shey. Biar dibawa ke rumah sakit jiwa sekalian. Daripada beban di rumah lo."
Suara dan nada bicara yang amat Jamal kenali sebagai suara Jeje membuat laki-laki itu bangun. Merapikan rambutnya yang sudah berantakan tak karuan lalu menampilkan senyum termanis yang pernah ada di dunia.
"Saya ga kenapa-napa. Kamu khawatir sama saya?"
Jeje menggeleng dengan santai dan wajah datarnya. "Saya khawatir sama sofanya nanti rusak karena kemakan bapak."
———
awokawok jahat bgt je
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HUSBAND TEACHER
Romance⚠️21+ MATURE CONTENT AGE GAP STORY ⚠️ ❝Bekas bibir kamu manis. Rasanya saya seperti sedang berciuman langsung❞ ❝Kamu mau dicium saya?❞ ❝Ehm, kamu telanjang dada juga? Sama seperti saya?❞ ❝Olahraga sama mas ga akan sakit-sakit. Kamu tinggal diem nant...