MHT 56

29.1K 629 7
                                    

halooo!! othor sedang malas
Minggu emang suasananya buat pengen tidur aja ya

votmen jgn lupa. yg baca doang, ga vote, ga komen minggir ya. kalian ga diajak

———

Satu setengah jam perjalanan udara tidak membuat Shey bosan atau lelah. Justru dengan senang dan riang gembira istri Aksel itu melompat-lompat kala turun dari pesawat.

Shey merentangkan kedua tangan sambil menghirup kuat oksigen kota masa kecil suaminya.

Aksel menyusul di belakang dengan jaket yang tergantung di lengan bawah kirinya yang terlipat di depan tubuh. Laki-laki itu berdiri di sebelah Shey memegangi belakang pakaian wanita muda itu.

"Jangan lari-lari hmm." peringat Aksel saat menyadari sang istri akan berlari mengelilingi bandara. Adanya banyak orang membuat laki-laki itu harus mencegah Shey. Takut kalau sampai kehilangan jejak siswi SMA itu.

Shey hanya memamerkan senyum lebar dan batal melakukan keinginannya. Wanita muda itu memeluk sang suami dari samping dan mengajak Aksel untuk segera menuju rumah laki-laki itu.

Pasangan suami-istri itu naik taksi untuk menuju kediaman lama Aksel. Sesampainya di tempat itu, keduanya tak langsung menuju rumah utama. Melainkan menuju rumah kecil yang ada di sebelah.

Aksel melangkah di depan sembari menggandeng tangan Shey yang asyik menengok ke kiri dan kanan. Melihat kagum bunga-bungaan yang tumbuh dengan baik hingga menyebarkan aroma wangi. Terbukti dengan serangga-serangga beterbangan yang semangat menghisap nektar dari sana.

Tok tok tok

Pintu kayu yang berada segaris lurus dengan jalanan tanah tadi diketuk Aksel. Ketukan santai sembari mengucap salam.

Sahutan manusia yang menjawab salam dari kediaman sederhana itu terdengar. Disusul suruhan agar mereka menunggu sejenak.

Suara terbukanya daun kayu itu menggema. Seorang laki-laki tua dengan tinggi yang lebih pendek dari Aksel muncul. Laki-laki dengan kulit keriput itu memakai topi yang biasanya dikenakan abang-abang bakso. Lengkap dengan handuk di leher.

"Pak Slamet." ucap Aksel tersenyum.

"Mas Rey ya? Astaga, udah lama saya ndak liat makin tinggi aja."

Aksel tertawa kecil menanggapi candaan laki-laki tua itu.

"Sama siapa lho mas?"

"Istri, pak." Dengan bangganya Aksel menjawab dan merangkul bahu sang istri. Seolah memperkenalkan pada siapapun yang melihat ke arah mereka bahwa Shey adalah wanitanya. Ada senyum sombong di wajah laki-laki itu.

"Hoalah kok udah nikah aja. Perasaan kemarin baru main ke rumah saya sambil bawa bola." Pak Slamet mencoba bergurau mengingat kenangan di masa lalu.

Pasangan suami-istri yang berkunjung itu dipersilakan masuk ke dalam rumah pak Slamet. Keduanya duduk di set sofa sederhana berwarna hitam. Pak Slamet meminta istrinya agar membuatkan minuman dan membawa camilan untuk dua tamu itu.

Mereka pun berkumpul di ruang tamu rumah pak Slamet. Dengan istri laki-laki tua itu yang turut serta.

"Mau ambil kunci ya mas? Ibuk udah bilang sama saya kalo mas Rey mau ke sini." Ibuk yang dimaksud pak Slamet adalah mama Aksel.

"Iya, pak, mau ambil kunci. Mau liat-liat rumah, kangen juga udah lama ga nengok ke sini."

"Sebentar, saya ambilin." Pak Slamet berdiri dari duduknya untuk mengambil benda yang diminta Aksel. Tak lama laki-laki tua itu kembali membawa segerombol kunci yang diikat dengan satu tali.

Penjaga rumah keluarga Aksel itu menyodorkan gumpalan kunci yang dibawanya. "Ini, mas. Sudah sekalian sama kunci gudang dan kunci pintu belakang. Ada tulisannya juga, mas Rey tinggal mbaca kertasnya." Pak Slamet menunjuk kertas kecil yang direkatkan dengan selotip bening di masing-masing kunci itu.

Aksel mengangguk-angguk sembari menerimanya. "Makasih banyak ya pak. Saya sama istri mau ke rumah dulu. Takut kalo lama-lama di sini malah abisin banyak gorengan." gurau laki-laki itu dengan telunjuk menunjuk berbagai macam gorengan yang terhidang di atas piring putih.

Pak Slamet dan istri tertawa.

"Hahaha yo ndak apa-apa mas kalau mau habisin semua. Biar nanti saya mbuat lagi. Buat mas Rey sama istri juga saya buatin to ndak apa-apa." ucap istri pak Slamet, bu Sri atau yang karib dipanggil buk Sri. Pasangan dobel S.

"Buk Sri suka aja kalo direpotin. Udah ga usah, buk. Makasih banyak udah mau berniat repot-repot bikinin."

Percakapan antara penjaga dan pemilik rumah lama itu usai juga. Aksel melangkah memasuki kediaman yang sudah bertahun-tahun ia tinggalkan dengan Shey yang setia mengekor. Tangan wanita muda itu ia genggam erat. Lagi-lagi agar Shey tidak mudah kabur. Mengingat bagaimana kebiasaan istri laki-laki itu yang demen menjelajah.

Pintu kayu besar dibuka dari luar. Pemandangan khas ruang tamu sebuah rumah terpampang. Tidak ada kain-kain putih seperti pada kebanyakan rumah yang sudah lama ditinggalkan yang menghiasi ruangan ini. Juga tidak ada debu. Semuanya licin mengkilap.

"Pak Slamet pasti rajin bersihinnya ya, mas. Rumahnya masih bagus dan ga kotor walaupun udah bertahun-tahun ditinggal." ucap Shey mengomentari.

Aksel mengangguk setuju. "Pak Slamet emang orangnya rajin dari dulu. Dari mas masih kecil dan tinggal di sini selalu rajin bersih-bersih. Semuanya dibersihin."

Pasangan suami-istri itu menuju tempat lain. Lantai dua kediaman itu menjadi tempat yang mereka tuju. Setelah menapaki tangga dari kayu, keduanya melangkah ke salah satu kamar yang merupakan kamar Aksel remaja.

Shey tidak terlalu terkejut dengan keadaan yang didapatinya. Sudah bisa menebak dari jauh-jauh hari jika kamar Aksel akan seperti ini.

Tidak ada aksesoris atau hiasan berarti. Hanya ada satu lemari dan satu meja belajar lengkap dengan kursi. Intinya membosankan untuk dijelaskan. Sama seperti saat wanita muda itu masuk ke kamar sang suami di rumah orang tua Aksel. Tidak ada yang spesial.

Kamar laki-laki itu baru menunjukkan indahnya warna-warni saat sekamar dengan Shey. Yaa karena istri Aksel itu yang menghiasnya. Sedangkan Aksel hanya mengiyakan, memfasilitasi dan menikmati.

"Kenapa wajahnya gitu?" tanya Aksel saat menyadari ekspresi wajah sang istri.

"Ga suka sama kamarnya?" sambung laki-laki itu.

Shey menggeleng. "Suka kok. Tapi udah ketebak aja kamar mas bakal gini. Mas kan sukanya yang item putih semua."

Laki-laki itu mengeluarkan gelak tawa. "Emang bener mas suka yang item putih. Tapi memek kamu yang cerah itu mas lebih suka."

"Pentilnya juga mas suka."

"Semua aja mas suka. Heran aku." Shey berucap lebay sembari menjatuhkan dirinya di atas kasur. Merentangkan tangannya seperti ubur-ubur di atas tempat empuk itu.

Aksel yang melihat 'potensi' dari posisi tidur sang istri pun menghampiri wanita muda itu. Tanpa aba-aba menindih Shey yang langsung menunjukkan raut keterkejutan.

Mata laki-laki itu menatap dalam Shey yang hanya bisa menampilkan tatapan menggemaskan membujuk sang suami.

"Dulu waktu baru pindah ke rumah baru, pertama kalinya kita ngewe. Waktu di rumah nenek untuk pertama kali juga kita langsung ngewe. Kita selalu ngewe di tempat yang baru kita datengin."

Shey sudah mulai bisa membaca arah percakapan atau ucapan dari laki-laki yang sedang menindihnya itu. Jika sudah membahas soal hubungan intim dan sejenisnya, pasti Aksel akan mengajak melakukan hal itu. Hubungan badan.

"Dan ini, pertama kalinya juga kita ke sini bareng-bareng. Jadi, nanti malem mau ngewe, sayangku?"

———
udah ancang-ancang aja si bapak

MY HUSBAND TEACHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang