MHT 71

26.2K 563 20
                                    

woww udah part 71😻😮🤯😨 buset buset

jangan kendor yak vote komen nya. bahagiakan lah othor kiyowok ini😙💞

———
Menyandang status baru sebagai siswi kelas dua belas, menyebabkan hari-hari Shey menjadi semakin serius dan menegangkan. Tidak ada waktu untuk berleha-leha. Harus sungguh-sungguh untuk mendapatkan nilai maksimal.

Sang suami dengan setia menemani dan kadang juga mengajari wanitanya. Aksel rela menunda keinginannya untuk bercinta untuk membiarkan Shey belajar.

Sekalipun belum ada rencana untuk meneruskan kuliah, perempuan itu tetap ingin hasil yang sempurna.

"Mas Aksel, malam ini engga buat bayi dulu ya. Aku mau ada diskusi kelompok bareng temen-temen." ucap Shey di suatu malam.

Malam ini adalah jadwal berhubungan seks mereka. Masih pada jadwal seminggu tiga kali atau bahkan lebih jika nafsu memuncak oleh masing-masingnya.

Aksel yang sedang menata buku mengangguk. Tidak memaksa jika memang istrinya tidak bisa. Penisnya juga masih kuat kok untuk tidak masing sarang vagina Shey. Mungkin besok ia akan menagihnya.

Shey bersiap dengan laptop sang suami yang dipinjamnya. Perempuan itu duduk bersandar di kepala ranjang berhadapan dengan benda lipat di depan mata. Menunggu disambungkan dengan panggilan video dengan teman-temannya.

Lima kotak di layar mulai muncul. Salah satu di antaranya berisi wajah Shey. Sisanya berisi wajah teman-teman wanita muda itu termasuk juga Jeje. Kelimanya memulai diskusi tentang soal-soal latihan dan rencana belajar kelompok mereka.

Sebab tidak ingin mengganggu, Aksel memilih keluar. Laki-laki itu menonton televisi di ruang tengah seorang diri. Menyaksikan tayangan yang sedikit menghiburnya.

Ponsel yang semula diam di atas meja, tiba-tiba saja berdering dan menyala. Aksel meraih benda pipih itu, jaga-jaga jika yang meneleponnya adalah orang penting dan masalah penting. Laki-laki itu membaca nama kontak yang tertera di layar.

"Pak Jamal? Ngapain pak Jamal telfon jam segini." gumam Aksel bertanya-tanya.

Meskipun begitu jempolnya tetap menggeser ke atas tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga. Mengangkat sambungan telepon dari sang teman.

"Ada apa, pak?" tanya Aksel sebagai sapaan teleponnya.

"Mau nanya nih pak Aksel. Istri bapak lagi sama Jeje ya? Atau mungkin tau Jeje lagi ngapain dan dimana? Dari tadi saya telfon anak itu tapi ga diangkat. Malah katanya saya suruh diem. Salah apa saya, pak." Jamal menceritakan beban hatinya yang memilukan.

Sepertinya tidak ada cerita bahagia yang terlontar dari Jamal jika sedang menceritakan dirinya dan Jeje.

"Istri saya? Engga, pak. Ga lagi sama Jeje. Shey di rumah kok, dan Jeje ga ada main ke sini."

Keduanya sudah seperti orang tua yang khawatir dengan keberadaan anak masing-masing. Apalagi Jamal yang mudah panik dan heboh.

"Loh, istri bapak ga tau Jeje ke mana? Aduh gimana ini, pak. Gimana masa depan saya." ucap Jamal frustasi. Laki-laki itu memegangi kepala semakin menambah jelas bagaimana perasaannya.

"Bentar pak, saya tanya istri dulu. Ini saya lagi di lantai bawah soalnya." Aksel yang sebenarnya memang tidak tau harus berbuat apa jika Jamal sampai menangis karena Jeje, pun berdiri. Melangkahkan kaki menyusuri anak tangga dengan mengatakan kata-kata penenang dan penyabar kepada teman sepekerjaannya.

"Tenang aja, pak. Jeje ga akan kemana-mana kok. Kan jodohnya udah bapak." Kurang lebih seperti itulah kata-kata yang diucapkan Aksel. Sedikit banyak membuat Jamal termotivasi.

MY HUSBAND TEACHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang