MHT 39

36.4K 727 3
                                    

pengen dobleh up aja wlee

———

Jam pulang sekolah tiba. Shey tidak bersama Jeje dan tidak bersama supir taksi daring sesuai instruksi suaminya tadi. Wanita muda itu bersama sang kakak yang kebetulan jam pulangnya sama dengannya. Jadi sekalian saja bersama. Shey juga ingin mampir ke rumah orang tuanya mumpung tidak ada pekerjaan. Toh nanti dia akan di rumah sendiri.

"Assalamualaikum! Mama, papa!" teriak Shey mengetuk pintu rumah dengan brutal. Sang kakak yang baru kembali dari memarkirkan motor di garasi datang berdiri di sebelah wanita muda itu.

"Langsung masuk aja. Kayak lagi di rumah siapa." ucap Sandy memegang tuas pintu dah mendorongnya.

Shey melirik sinis kakaknya itu. "Kan aku sopan." balasnya.

Kedua kakak-beradik itu memasuki kediaman mereka semasa kecil. Untuk Sandy dari kecil sampai sekarang sedangkan Shey hanya sampai satu setengah bulan lalu. Karena sudah pindah menjadi istri Aksel.

"Ma, Sandy pulang." teriak Sandy memberitahu orang tua perempuannya. Walaupun sudah kuliah tetapi tingkah kakak Shey itu masih seperti anak SMP.

Tak lama Kisa keluar dari arah dapur. Sepertinya wanita itu habis memasak. Karena di jari-jarinya ada bekas warna kuning yang menyala. Mungkin baru bersentuhan dengan kunyit.

"Wah, ajak siapa nih kamu, San? Kok tiba-tiba ada anak SMA di sini." goda wanita paruh baya itu saat melihat keberadaan sang putri.

"Ini aku ya, ma. Baru pindah sebulan aja udah dilupain apalagi bertahun-tahun." sungut Shey. Mamanya menyebalkan sekali. Masa baru ditinggal sebentar untuk tinggal bersama suaminya kini sudah lupa.

"Anak mama yang mana ya? Perasaan anak mama yang cewe udah jadi istri orang. Tapi kok ini pake seragam SMA."

"Mamaaa! Ih!"

Kisa tergelak melihat wajah kesal putrinya. Ibu dua anak itu mendekat ke arah Shey dan memeluk istri Aksel itu. Menyalurkan rindunya sebagai seorang ibu yang lama tidak bertemu putrinya. Putri yang sekarang sudah menjadi milik laki-laki.

Shey pun membalas pelukan sang bunda. Ia rindu pelukan hangat ibunya seperti ini. Dulu saat masih tinggal serumah, wanita muda itu bisa mendapatkannya setiap saat. Tetapi sekarang harus menunggu saat berkunjung menemui satu sama lain.

Pelukan terlepas. Kisa merangkul bahu putrinya dengan tangan kiri mengusap-usap di perut Shey.

"Cucu buat mama udah dibuat belum nih?"

Shey memerah malu. Haruskah hal seperti ini ditanyakan? Bibirnya tidak sanggup menjawab. Jelas sekali itu. Memangnya siapa yang mau menjawab pertanyaan seperti ini? Keburu perut diisi kupu-kupu terbang.

"Kalo diem berarti udah, ma." sahut Sandy yang masih berdiri di posisinya sejak datang tadi. Turut membuat merah Shey yang semakin merona.

"Wah, sekarang anak mama udah pinter ya." Kisa tersenyum menggoda putri bungsunya.

"Mama apa sih kok dengerin abang! Abang tuh boong. Udah deh mending abang cari pacar aja sana. Daripada godain aku muluu." sinis Shey. Abangnya itu, sudah jomblo senangnya menggoda orang lain saja.

"Tuh kan, ma. Ada yang ngalihin topik berarti beneran udah buat bayi." Masih saja. Sandy ini seperti tidak ada lelahnya mengerjai sang adik dengan godaannya.

"ABANGGGG!!!!" Teriakan khas istri Aksel yang sedang ngamuk memenuhi gendang telinga siapapun yang ada di rumah itu. Bahkan jika diukur, mungkin bisa terdengar sampai ke samudera Hindia. Menggetarkan lautan es yang ada di bumi sampai pecah. Memang sedahsyat itu.

•••

Pergulatan antara kakak dan adik juga ibu dan anak bungsunya itu usai juga. Tidak ada yang menggoda Shey lagi karena wanita muda itu sudah berkacak pinggang mengucapkan kata-kata kesalnya yang memekakkan telinga.

Kini hanya tersisa keluarga kecil, tiga orang itu, sedang berkumpul di ruang tengah. Melepas penat dengan menonton televisi bersama-sama.

"Papa mana, ma?" tanya Shey. Tangannya merogoh toples berisi kacang goreng yang merupakan kesukaannya.

"Tadi sih katanya ada kerjaan bentar. Abis ini pulang katanya."

Tak lama setelah ucapan Kisa itu, pintu rumah mereka ada yang mengetuk. Tidak ada yang berdiri untuk membukakan karena pelaku pengetukan itu pasti akan membukanya sendiri. Semua anggota keluarga sudah kelewat hafal.

"Kok di depan ada sepatu anak kecil? Siapa yang dateng, ma?" tanya Henry saat baru menginjakkan kaki di ruang tengah. Bertanya kepada istrinya karena hanya kepala Kisa yang bisa ia lihat dari belakang.

Sang istri menjawab dengan menggerakkan dagunya menunjuk perempuan lain yang duduk di sebelah Kisa. Sosok yang ditunjuk itu langsung memamerkan senyum lebar dan acungan tangannya.

"Ada aku, papa!"

"Tumben banget anak cewe papa ke sini." Henry mendudukkan dirinya di sofa single yang ada di sebelah sang istri. Laki-laki itu menggulung lengan kemejanya sampai siku.

Shey sontak mengerucutkan bibirnya. "Emang di sini tuh udah ga ada yang sayang aku. Masa pada bilang tumben." ucapnya dengan nada sedih, lesu, lunglai, loyo.

Kisa dan Henry tertawa. Sandy pun demikian.

"Bukannya gitu, tapi kamu kan jarang ke sini sejak nikah, nah ini kok tiba-tiba dateng. Ada apa? Ga berantem sama Rey kan?"

Wanita muda yang ditanyai papanya itu menggeleng. "Engga, kok, ga berantem. Cuma, mas lagi ada rapat sama guru-guru. Jadi aku di rumah sendiri. Terus aku minta bang Sandy buat mampir ke sekolah jemput aku. Sekalian aku mau jenguk mama sama papa."

Sosok yang dipanggil papa oleh Shey itu mengangguk-angguk.

"Yang manggilnya udah 'mas' mah beda, pa. Ke sini cuma pas suaminya ga ada. Kalo engga ya di rumah mulu. Kan pengantin baru, pasti ada aja olahraganya." ucap Kisa dengan menyebut sang suami tetapi ucapan itu lebih ditujukan untuk menggoda putrinya. Wanita paruh baya itu mengulum bibirnya menahan senyum.

Henry tergelak. Begitupun dengan Sandy yang kerjanya hanya menyimak. Sedangkan Shey mendengus kesal. Kenapa pembahasan mamanya tidak jauh-jauh dari itu sih?

"Emang kamu tiap hari olahraga?" Henry turut dalam misi mengerjai Shey yang sudah seperti kepiting rebus. Merah sekali wajahnya.

"Tau ah. Papa sama aja kayak mama. Bahasannya itu-itu mulu. Ngeselin."

"Loh, emang papa salah? Kan papa cuma nanya kamu rajin olahraga atau engga. Olahraga kan baik buat kesehatan kamu. Apalagi kamu masih muda. Emang kamu mikir apa waktu papa tanya soal 'olahraga'?"

Shey menarik bantal yang sedang dipeluk sang kakak. Menutupi wajahnya menggunakan benda empuk itu agar kulitnya yang merah padam tidak bisa dilihat siapapun.

"Ciee, ada yang malu-malu." Sandy mencubit gemas pipi sang adik yang terlihat sedikit.

"Abang, hihhh." geram Shey mendorong abangnya dengan kekuatan tangan dan kaki. Sandy langsung terjatuh ke kiri akibat dorongan adiknya itu.

Kisa dan sang suami hanya tertawa melihat pertengkaran dua putra-putrinya. Sudah lama mereka tak merasakan seperti ini. Walau baru akan menjelang dua bulan melepas Shey menjadi istri orang, tetapi itu tetap terasa lama untuk orang tua yang sudah merawat putrinya dari lahir.

MY HUSBAND TEACHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang