MHT 63

25.3K 519 28
                                    

sesuai janji, dobleh up walau ga terlalu panjang. btw masih ada yang buka wattpad kah? awkawk
———

Di perpustakaan.

Tiga manusia itu sedang berdiri berjajar di salah satu lorong yang terbentuk karena dua rak buku tinggi yang tersusun. Dengan formasi Aksel, Shey lalu Jeje dari kiri ke kanan, ketiganya sibuk mencari buku membantu sang guru.

"Bukunya yang kayak gimana sih, mas? Aku cari dari tadi ga ada loh." Shey sudah frustasi. Sedari tadi mengubek-ubek setiap jajaran buku, tetapi tak kunjung ia temukan.

"Sampulnya biru, sayang. Ada tulisannya 'buku siswa' gitu." jawab Aksel dengan mata yang masih memandangi setiap sampul buku.

"Ga temu ah. Dari tadi aku cari ga ada." Wanita muda itu menyandarkan punggungnya di rak buku. Merosot ke bawah dan duduk di lantai.

Aksel mengulum senyum. "Yang semangat dong. Ayo bantuin mas cari nanti mas beliin permen kayak kemarin." Laki-laki itu mengusap rambut sang istri mencoba membujuk.

"Permen apa?" tanya Shey mendongak.

Sang suami tidak menjawab. Aksel hanya memberi jawaban dengan pupil matanya yang bergerak menunjuk selangkangan. Refleks istri laki-laki itu mengikuti arah yang ditunjuk Aksel. Begitupun dengan Jeje yang sedari tadi menguping juga memperhatikan.

"Uhuk! Uhuk!" Jeje tersedak liurnya sendiri. Menguping pembicaraan rumah tangga seseorang membuat matanya membulat dan tenggorokannya seperti dicekik.

"Mas Aksel, hih. Jeje jadi keselek nihh, kasian tauuu." Shey menepuk-nepuk punggung sang sahabat seolah berusaha meredakan sakit karena tersedak Jeje.

"Loh, kok mas? Emang mas salah?" Gimana sih pak Aksel. Kan ente yang nunjuk tuh selangkangan sendiri.

"Itu tadi nunjuk apa tuh pake matanya." balas Shey bersungut-sungut.

"Orang mas nunjuk ini." Aksel merogoh kantong celananya. Tepatnya kantong kanan dan laki-laki itu membuat gerakan seperti mengambil sesuatu lalu menariknya.

"Nih." ucapnya menunjukkan genggaman tangan yang terbuka kepada sang istri.

Beberapa biji permen dengan bungkus berwarna merah muda. Membuat Shey hanya diam dan malu karena pikirannya sudah kemana-mana. Jeje yang melihat itu juga hanya mengalihkan pandangan. Berdua dengan sahabatnya saling bertukar pikiran.

"Kalian aja yang pikirannya negatif." ucap Aksel mengejek.

"Mas Aksel juga salah ya. Nunjuknya ga jelas."

Perdebatan pasangan suami-istri itu mungkin tidak akan selesai jika tidak terdengar suara lain yang bukan berasal dari keduanya. Atau mungkin ketiganya karena Jeje juga turut mengerutkan kening.

"Kayak kenal suaranya." gumam Shey.

Dengan langkah mengendap-endap wanita muda itu berjalan ke ujung rak. Mengintip ke arah yang diduga sebagai tempat munculnya suara.

Sang suami yang menyusul turut mengintip di atas Shey, sedangkan sahabat perempuan itu mengintip dengan ndlosor di lantai perpustakaan.

Ketiganya menangkap sesosok pria yang berpenampilan mirip dengan Aksel. Rapi dan klimis. Kemeja lengan panjang tetapi digulung sampai siku. Celana kain berwarna hitam dengan rambut nampak basah yang disisir ke atas lalu ke belakang. Terlihat bervolume. Dan punggung lebar yang nampak dari belakang.

Sosok itu kembali berbicara.

"Ayolah, bu. Semalam lima ratus ribu aja ya, saya lagi pengen banget. Udah lama saya ga coba kayak gitu lagi. Saya sewa sampai pagi deh."

"Belum bisa, pak. Bapak maunya sepuluh orang, lima ratus ribu masih kurang, loh. Masa satu orang cuma lima puluh ribu."

"Lima ratus ribu satu orang, bu. Kalo servisnya memuaskan bisa saya tambah. Nanti malem kita buat perhitungannya. Saya butuh buat malam Minggu besok."

Aksel, Shey dan Jeje masih asyik menyimak dengan diam. Namun keheningan itu tidak berlangsung lama saat Shey tiba-tiba menyeletuk waktu si sosok laki-laki sedikit memiringkan badan. Membuat perempuan itu bisa melihat wajahnya.

"Pak Jamal?!" seru Shey.

Orang itu langsung menoleh ke belakang melihat ke arah suara. Raut terkejut ditampilkan Jamal. Iya, sosok itu Jamal sungguhan. Yang langsung menatap horor ke arah tumpukan kepala itu terutama ke arah gadis yang mengintip di paling bawah. Jeje, pujaan hatinya.

Shey melangkah mendekati Jamal tanpa mengindahkan sang suami dan sahabatnya. Wanita muda itu menghampiri sang guru dengan berkacak pinggang.

"Pak Jamal ngapain sama Bu Esti? Mau transaksi apa?" tanya Shey dengan suara dan wajah garangnya.

Aksel menyusul di belakang dan mencoba menahan sang istri. Tidak mempedulikan Bu Esti dan sibuk merangkul bahu Shey mengajak wanita muda itu mundur.

"Ssstt, diem mas. Jangan ikut campur urusan aku." Siswi SMA itu justru memberi kode agar suaminya diam dengan menempatkan telunjuk di depan bibir dan menyuruh Aksel mundur. May tak mau laki-laki itu pun menurut.

"Pak Jamal ngapain? Mau khianatin Jeje? Abis transaksi apa sama Bu Esti sampe sebut-sebut harga per malam. Bapak jangan aneh-aneh ya." Shey melotot kepada Jamal. Memarahi habis-habisan laki-laki itu sebab ingin membela Jeje.

Jeje yang dibela hanya diam. Mau bagaimana lagi? Apa ada haknya marah-marah dengan guru itu? Dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Jamal. Tidak apa-apa. Walau hatinya sedikit tergores mendengar kata "semalam lima ratus ribu" dan berani menyewa sampai pagi.

"Saya, saya engga. Kamu salah paham, Shey. Saya tidak seperti itu." Jamal menyebut nama Shey tetapi arah matanya kepada gadis yang berdiri paling belakang dengan tatapan datar ke arahnya.

"Trus itu ngapain tadi?"

"Sayang, udah." Aksel mengelus bahu sang istri menggeret wanita muda itu mundur. Beruntung Shey mau walaupun masih berkacak pinggang.

"Saya," Jamal menggantung kalimatnya. "Saya ga bisa bilang sekarang."

Hening beberapa detik. Jamal yang tertuduh asyik menunduk sedangkan Shey dan sang suami juga hanya diam. Guru sosiologi itu tidak mau menjelaskan atau mengaku, mana mungkin mereka memaksa lebih lanjut.

Derap langkah cepat membuat semuanya mendongak.

"Shey, gue ke kelas duluan. Pak Aksel maaf saya ga bisa bantu cari bukunya lagi, perut saya sakit." pamit Jeje melenggang pergi tanpa berbicara lagi. Gadis itu tanpa menerima jawaban atau persetujuan dari sang sahabat dan sang guru, langsung beranjak meninggalkan perpustakaan yang menurutnya terasa panas.

Jamal dan pasangan suami-istri yang ada di tempat itu memandang bersamaan ke arah punggung Jeje yang semakin lama semakin mengecil. Bahkan Bu Esti yang tidak tahu menahu pun melakukan hal yang sama.

"Aku mau nyusul Jeje. Mas Aksel terserah mau ke mana. Tapi aku kesel sama pak Jamal." ucap Shey melayangkan tatapan tajam penuh permusuhan kepada sosok yang ia sebut namanya terakhir.

Aksel menghela nafas. Wanitanya sedang marah kepada teman sepekerjaannya tetapi ia juga kena imbasnya.

Jamal hanya memasang tampang sedih, paling sedih sedunia. Meratapi nasibnya yang terasa benar-benar menyedihkan. Laki-laki itu menunduk lesu.

"Pak Aksel, saya mau curhat."

———
lengkapnya soal curhatan pak Jamal nanti ada di cerita Jeje Jamal yg akan di up kalo othor udah rajin ngetik💪💪

MY HUSBAND TEACHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang