Chapter 46: The Peaking Anger

5.5K 486 31
                                    

Alfred mengepalkan tangannya kuat hingga buku-buku tangannya memutih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alfred mengepalkan tangannya kuat hingga buku-buku tangannya memutih. Terlihat jelas sekali jika pria itu sedang marah. Tatapannya terlihat seperti ingin menguliti seseorang.

Para warrior menunduk ketakutan ketika Alfred berjalan di hadapan mereka. Dalam hati mereka bertanya-tanya mengapa pangeran terlihat begitu marah. Apa yang terjadi?

Pria itu baru saja mendapatkan kabar dari warrior miliknya. Jika matenya di bunuh oleh warrior kiriman Hansen. Pantas saja malam tadi Alfred merasa gusar dan tidak bisa tidur. Ternyata memang ada sesuatu buruk yang menimpa matenya.

Alfred tidak habis pikir mengapa kakaknya melakukan itu. Apa rasa cemburu membuatnya buta sehingga membunuh manusia yang tidak berdosa. Alfred tahu dirinya sudah kelewatan karena seringkali sengaja berduaan bersama Iris. Hanya untuk membuat kakaknya itu cemburu.

Tetapi demi kacang, Hansen begitu kejam karena membunuh sumber kebahagiaan Alfred. Cintanya, belahan jiwanya, matenya. Sekarang Alfred tidak dapat lagi melihat wajah menggemaskan dan senyum manis matenya. Itu semua karena kakak sialannya.

Brak

Pintu kerja Hansen rusak karena Alfred menendangnya begitu kuat. Mata pria itu mencari sosok Hansen. Tetapi tidak dapat menemukannya. Pasti kakaknya itu berada di luar.

"Dimana Lord?" tanyanya dengan nada membentak kepada warrior yang berjaga.

"Mungkin di arena pelatihan, pangeran."

********

Hansen menggerakkan tangannya dengan lincah. Pria itu tidak kesulitan sedikitpun menggunakan pedang yang cukup berat untuk berlatih. Malah gerak tangannya terlihat seperti hanya menggerakkan kaleng mainan.

Peluh membasahi wajah pria itu hingga ke dadanya yang terbuka. Pria itu tidak memakai atasan hanya bawahan saja. Perut sixpack miliknya terbentuk sempurna. Ditambah dengan otot-otot bisep bagian tangan yang membuatnya terlihat seksi. Memanjakan setiap mata yang melihatnya termasuk Heidi dan Great saat ini.

Kedua selir itu tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. Jarang sekali Hansen berlatih pedang dengan membuka pakaian atas. Jadi, harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Heidi bahkan merasa pipinya memerah melihat tubuh sempurna milik Hansen. Wanita itu menepuk pipinya sehingga membuat Great menatapnya bingung.

"Kau kenapa?"

Dibalas senyum cengengesan oleh Heidi. "Tidak apa-apa."

Brak

Hansen membalikkan tubuhnya. Untuk melihat siapa yang baru saja melemparnya dengan bola kekuatan. Kening pria itu berkerut dalam melihat Alfred menatap dengan tatapan membunuh.

Regret, In Game OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang