S2 Chapter 31: Half Memory

2.3K 206 5
                                    

Iris sedikit bingung karena semua orang yang berada di kantor menatapnya kaget dan aneh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iris sedikit bingung karena semua orang yang berada di kantor menatapnya kaget dan aneh. Seakan dirinya adalah orang mati yang hidup kembali. Sungguh mengherankan?

Robby dan Domi bahkan membeku bagaikan patung. Biasanya kedua pria itu adalah orang yang paling antusias. Jika Robby antusias dengan keramahan dan kehangatannya. Sedangkan Domi lebih senang jika berdebat dengannya.

Tapi kali ini bahkan keduanya terlihat bingung untuk bertanya. Iris tidak mau repot-repot untuk menyapa ataupun bertanya dengan keanehan sikap mereka. Toh, tidak ada untungnya!

Ngomong-ngomong Iris sedikit merindukan kakak seniornya yang selalu tidak mau kalah darinya, Lidia. Ke mana dia? Biasanya wanita itu selalu tidak bisa diam. Tapi sekarang batang hidung saja pun tidak terlihat sedikitpun. Aneh!

Brak

"KAK IRIS!?"

Egi membelalakkan matanya bahkan berkas di tangannya sampai jatuh dan menimbulkan suara nyaring. Berhasil membuat orang-orang yang sempat terdiam kembali sadar. Jika yang mereka lihat itu bukanlah halusinasi.

Kali ini, mereka yakin jika Iris yang di hadapannya benar-benar nyata.

"Hai!" sapa Iris pada Egi sedikit kaku. Wanita itu sedikit tidak mengerti kenapa reaksi juniornya itu sangat aneh.

"Bagaimana mungkin?" gumam Egi tidak percaya.

Iris mengerutkan keningnya. Dengan senyum paksa gadis itu bertanya dengan kebingungan yang sangat luar biasa. "Kenapa kalian aneh sekali. Kalian akan melihat orang mati hidup kembali." Hei, mereka tidak sedang membuat kejutan untukku bukan pikir Iris.

Egi terdiam kemudian berjalan dengan cepat dan memegang bahu Iris. Mata pria yang lebih muda dari Iris itu menetapnya sangat dalam dan penasaran. "Ini benar? Jadi kau benar benar Kak Iris?"

Iris membalasnya dengan anggukan kepala, dengan senyum yang sangat canggung. Egi tanpa ragu memeluk Iris dengan cepat. "Ya Tuhan! Aku sangat senang sekali. Kupikir kau sudah mati ketika jatuh dari jurang saat itu."

Tangan Iris yang hendak membalas pelukan Egi terhenti. Tunggu! Apa katanya? Jatuh dari jurang. Perkataan Egi barusan seolah menyadarkan Iris tentang sesuatu.

Sepertinya dia memang banyak melupakan sesuatu. Apa jangan-jangan ini adalah pengaruh dari ramuan yang diberikan oleh Hansen kepadanya, seperti yang Wilson bilang. Tapi rasanya sangat aneh, bukan?

Jika benar Hansen memberikan ramuan itu pasti dirinya akan melupakan semuanya. Namun, kenapa malah memori lamanya yang hilang. Sedangkan memori barunya seolah sengaja dibiarkan ada.

Dan Iris tidak mengingat apapun kecuali orang-orang tertentu saja. Tidak dengan kejadian penting lainnya. Iris ingat betul dia mengingat dengan jelas semua memorinya ketika dirinya masih bersama Lily. Tapi, bagaimana dirinya bisa bertemu Wilson, bertemu Regil dan berada di dunia vampir. Itu sama sekali tidak Iris ingat!

Semakin Iris berusaha mengingatnya kepalanya semakin berdenyut sakit. Wanita itu tidak mendengar perkataan Egi selanjutnya. Karena kegelapan telah lebih dulu merengutnya.

**********

Hansen mengecup punggung tangan Iris beberapa kali berharap istrinya itu cepat sadar. Sungguh dirinya sangat khawatir, khawatir jika tiba-tiba istrinya itu tidak bisa mengingatnya kembali.

Seharusnya Hansen mencegah Iris untuk kembali ke kantornya. Karena itu akan membuat iris bertemu orang-orang di masa lalunya. Dan itu akan membuat ingatan Iris pulih dengan cepat.

Itu bagus, tapi Hansen tidak ingin itu malah berefek samping buruk untuk Iris sendiri. Dilupakan oleh istri cantiknya itu berhari-hari saja membuat Hansen tidak bisa diam. Apalagi dilupakan untuk selamanya.

Mungkin Hansen tidak akan segan untuk memanipulasi semua ingatan milik istrinya itu. Meskipun mungkin Iris tidak akan lagi mengingat semua masa lalunya. Termasuk pekerjaan, sahabat dan dunia manusia.

"TIDAK!"

Iris terbangun tiba-tiba dan langsung duduk. Wanita itu mengerjapkan matanya karena kaget. Dengan ekspresi yang jelas terlihat ketakutan, disertai kulit yang sangat pucat dan keringat yang membasahi kulit wajah hingga lehernya.

"Ada apa? Apa kau bermimpi buruk?" tanya Hansen dengan kekhawatiran yang sangat jelas.

Iris pria itu cukup lama. Tanpa bersuara apapun wanita itu memeluk Hansen. Yang membuat perasaan pria itu membuncah, karena dirinya berpikir jika Iris mungkin sudah mengingatnya.

"Aku tidak ingin mencintai siapapun. Tidak akan pernah."

Perkataan Iris terdengar bagaikan sambaran petir di telinga Hansen. Tubuh pria itu tiba-tiba menjadi kaku. Entah apa alasannya Iris berkata seperti itu. Tetapi, yang pasti saat ini hatinya sangat sakit. Lebih sakit dari sebilah pisau yang menusuknya.

Iris tiba-tiba melepaskan pelukannya. Wanita itu menatap dingin pada Hansen seraya berkata. "Pergi!"

Hansen yang masih diselimuti kebingungan dan rasa kaget akibat perkataan Iris baru. Memasang wajah tidak mengerti. "Apa maksudnya ini, Queen?"

"PERGI KU BILANG!"

Hansen terjolak karena bentakan iris yang terlampau keras. Baru kali ini setelah sekian lamanya wanita itu membentaknya.

"Qu..."

"Sebaiknya kau keluar." ucap Regil yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. Wajah pria itu begitu serius, dirinya pun sedikit tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada Iris.

Dengan berat hati Hansen keluar dari ruangan itu. Dengan tangan terkepal dan aura membunuh yang sangat kuat. Jujur saja, itu sedikit membuat Regil kesulitan untuk menghirup udara.

Ekspresi Iris melunak ketika Hansen pergi dari sana. Wanita itu tiba-tiba menangis yang membuat Regil panik. Astaga, mudah sekali berubah emosinya pikir Regil repot.

Sebenarnya Iris memimpikan perjalanan awal kisahnya dengan Hansen. Tetapi wanita itu hanya bisa melihat dengan jelas di dalam mimpi itu ada dirinya. Tapi, sosok Hansen terlihat tidak jelas.

Iris terbangun karena saat itu adegan dalam mimpinya, dirinya sedang mengayunkan pedang kepada Hansen. Iris berpikir kenapa kisah cintanya sangat menyedihkan dalam mimpinya itu. Dia mencintai pria yang memiliki banyak selir dan pria itu bahkan tidak pernah memikirkan perasaannya.

Itulah mengapa Iris mengatakan jika dia tidak ingin jatuh cinta. Wanita itu tidak ingin cintanya berakhir menyedihkan seperti itu.

Jika Iris ingat kisah cinta itu benar-benar sudah terjadi dan dialah pemeran utamanya. Mungkin saat ini wanita itu akan tertawa terbahak-bahak. Karena saat ini dirinya menolak untuk mengalami hal seperti itu.


Jangan tanya bagaimana ekspresi Regil saat ini. Karena pria itu sejujurnya menahan tawa dalam hati. Mendengar keluhan Iris yang menggebu-gebu pria itu tidak membantu sama sekali. Bagaimana jika wanita itu tahu jika semua itu sebenarnya bukan mimpi.

Melainkan kepingan masa lalu?

**********


Selamat malam... Bobo gays

Regret, In Game OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang