S2 Chapter 3: Hansen's Decision?

6.2K 682 141
                                    

Hansen melayangkan ciuman di bibir dingin Iris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hansen melayangkan ciuman di bibir dingin Iris. Itu adalah salah satu kegiatannya ketika mengunjungi tempat peristirahatan Iris. Anggaplah dirinya gila!

Tapi Hansen sangat rindu kehangatan dari Iris. Hansen ingin kembali merasakan tidur di paha dan dada Iris. Sikapnya memang terbilang manja. Apalagi pada wanita yang sangat dicintainya. Hansen menjadi sosok yang haus akan kasih sayang.

Mungkin itu karena masa lalunya yang buruk.

Hansen memegang tangan Iris dan membawanya ke pipinya. Tangan Gadis itu begitu dingin seperti es. Tetapi Hansen tidak peduli. Dia berharap tangan itu benar-benar menyentuh wajahnya.

"Kau tidak bosan tidur. Hem?"

Pria itu menyandarkan tubuhnya di peti mati milik Iris. Semuanya sudah kembali seperti semula. Hanya Iris yang tidak kembali padanya.

Bagaimana Hansen mengetahui jika Great lah yang berada di balik semua ini. Itu karena bayangan Hansen selalu mengikuti wanita itu. Dan Hansen terlambat mendapatkan informasi karena sebelumnya dia tidak ingin bertemu dengan siapapun.

Andai hari itu Hansen mau menerima informasi dari bayangan. Mungkin Iris saat ini tidak akan terbaring kaku di dalam sebuah peti. Melainkan tersenyum kepadanya dan mengajaknya.

"Aku merindukanmu. Apa aku harus menyusulmu, Iris?"

Rasa rindu ini semakin menyesakkan. Hansen merasa dirinya sampai kesulitan untuk bernafas. Tangan pria itu terangkat memukul dadanya sendiri. Setetes air mata meluncur di pipinya.

Rasanya dia bisa gila jika terus seperti ini. Hansen butuh Iris! Dia sangat menginginkan gadis itu. Di mana Iris akan menjadi tempat satu-satunya untuk pulang.

"Kau ingin aku menceraikan Heidi?" Tidak ada balasan untuk pertanyaan pria itu.

"Baiklah aku akan menceraikannya."

********

"Apa ini King?"

Heidi menatap surat di tangannya dengan tatapan tidak percaya. Ini semua pasti mimpi! Ya, semua ini pasti hanya mimpi buruk. Wanita itu mencubit kulit pipinya sendiri. Sakit!

Mata Heidi berkaca-kaca menatap Hansen yang bergeming sedikitpun. Pria itu menatapnya dingin dengan raut wajah serius. Bibirnya bergetar begitu juga dengan tangannya yang memegang surat itu.

Surat itu diremas dan dilemparkan olehnya begitu saja. Dia tidak akan pernah menyetujui apapun yang ada di dalam surat itu. "Aku tidak mau!"

"Aku tidak mau bercerai denganmu, King. Apa salahku? Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu." Wanita itu menangis dan berucap dengan suara yang menyedihkan.

Hansen menghalang nafas pelan dan memegang kedua bahu Heidi. "Kau tidak salah Heidi. Tapi ini adalah salahku."

"Lalu kenapa harus dengan menceraikanku!" jerit Heidi tidak terima dengan keputusan Hansen.

Regret, In Game OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang