S2 Chapter 7: Deadly Desire

6.1K 571 30
                                        

Iris menatap dalam mata Hansen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iris menatap dalam mata Hansen. Melihat apakah ada kebohongan dari dalam mata pria itu. Namun nihil, Iris hanya melihat keseriusan yang ada di dalamnya.

Hati Gadis itu tiba-tiba menghangat. Tetapi dia menahan senyumannya karena ingin memastikan sesuatu. "Hanya kau dan aku?"

Hansen menangguhkan kepalanya dengan yakin. "Hanya kau dan aku. Tidak ada wanita lain. Aku berjanji."

Iris menatap Hansen ragu. "Lalu selirmu?"

"Great mati dan aku sudah menceraikan Heidi." ucap Hansen datar. Dia sangat malas sekali menyebut nama Great.

"Kenapa Great mati?" bingung Iris yang membuat Hansen gemas. Kenapa Gadis itu malah bertanya sesuatu yang tidak penting.

"Itu tidak penting. Sekarang kembali kepada pembahasan utama." Iris mendesis kesal mendengarnya. Apa salahnya jika dia bertanya.

Menunggu jawaban dari Iris rasanya sangat mendebarkan. Hansen merasa jantungnya terus berdetak kencang menunggu jawaban yang keluar dari bibir gadis itu.

Iris menggigit bibir bawahnya bingung. Dia sebelumnya sudah memikirkan ini. Namun, ada sesuatu yang membuat pikirannya tidak tenang.

"Aku... ingin kita bercerai."

Bagaikan petir di siang bolong. Itulah yang Hansen rasakan ketika mendengar jawaban Iris. Dunia pria itu seakan runtuh seketika. Senyuman di bibirnya pun hilang.

Hansen menyentak tangan Iris dan membuka kemeja kancing kemeja miliknya. Membuat Iris menatap pria itu bingung karena reaksinya yang aneh.

"Jadi, bagaimana jika kita membuat penerus sekarang, sayang." Hansen tersenyum lebar dengan tatapan misterius pada Iris.

Gadis itu membulatkan matanya sempurna. Dia tidak mengerti kenapa Hansen malah terlihat seperti iblis sekarang. Pria itu memperlihatkan dada bidangnya dengan kancing bagian atas yang terbuka.

"Tunggu..." Iris memundurkan tubuhnya. Jantung Gadis itu berdetak kencang tak karuan. Ini bukan jawaban yang dia inginkan. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik."

"Baik baik? Heh!" Hansen menatap Gadis itu begitu sinis. "APA PERCERAIAN MENURUTMU PERKARA YANG BAIK!" bentak pria itu murka.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Iris kesal. "Aku hanya meminta kita bercerai."

Brak

Hansen menendang kursi yang ada di hadapannya. Pria itu berdiri dan menatap tajam Iris setajam silet. "Jangan memancingku, Iris. Aku tidak akan pernah MENCERAIKANMU!" bentaknya pada kalimat terakhirnya.

"Tapi Aku ingin kita bercerai." jerit Iris dengan suara tertahan. Dia tidak mengerti kenapa Hansen malah menanggapinya berlebihan. Bukannya pria itu ingin memulainya dari awal. Maka dari itu mereka harus bercerai terlebih dahulu. Karena pernikahan ini membuat hubungan keduanya tidak jelas.

Regret, In Game OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang