52. Unexpected Kepercayaan

254 12 5
                                    

_____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____

Believe, believe, believe, believe

I don't know how I got here, uh
I knew it wouldn't be easy
But your faith in me was so clear

It didn't matter how many times
I got knocked on the floor
You knew one day I would be standing tall
Just look at me now

'Cause everything starts from something
But something would be nothing
Nothing, if your heart didn't dream with me
Where would I be if you didn't believe?

Believe

There were days when I was just broken
You know, there were nights
when I was doubting myself
But you kept my heart from folding

🍾

"Jadi, Min Gyeoul itu siapa?" Bisik Yoongi di lekuk leherku.

Setelah bercinta, aku menjadi sedikit sadar, dan tidak lagi mabuk. Mataku juga tidak mengantuk. Sehingga, aku dan Yoongi bergelung di bawah selimut di ranjang. Yoongi memelukku erat dari belakang. Tangannya melingkari perutku.

"Hmm?" Gumam Yoongi, mendorongku untuk menjawab pertanyaannya. "Yang punya kamar ini ya?" Kejarnya.

Kupejamkan mataku, teringat senyum hangat Gyeoul oppa. Aku tidak pernah membahasnya dengan siapa pun. Karena, membicarakannya seperti sedang membuka luka lama. Padahal, untuk menyembuhkannya sangat susah sekali.

Aku ngga punya pilihan. Ini saatnya menceritakan Gyeoul oppa pada Yoongi. Udah sepuluh tahun, Hanna ....

"Gyeoul oppa itu anak Bu Park. Iya, pemilik kamar ini." Ujarku sambil meraih tangan Yoongi di perutku dan mengelusnya samar. "Udah kuanggap seperti kakakku sendiri. Kamu ingat ngga waktu kamu tanya, ada pria lain ngga yang aku taksir? Ingat?"

"Hmm ...," desah Yoongi, "ingat."

"Yang kumaksud itu Gyeoul oppa." Kekehku. "Waktu itu... sebelum aku ketemu kamu... hari-hariku isinya Gyeoul oppa. Pulang sekolah aku selalu menunggunya di kamarnya ini hingga ketiduran. Dia kalau pulang kerja larut. Kaya kamu. Suka banget kerja." Kuelus lengan Yoongi. "Aku suka banget sama oppa. Sampai-sampai aku minta dia jadi suamiku aja nanti kalau udah dewasa. Biar aku bahagia."

Yoongi tertawa kecil mendengar perkataanku ini.

"Terus?" Tanyanya.

"Terus ... oppa meninggal." Sahutku.

Hening. Aku terdiam. Yoongi pun terdiam.

Untuk beberapa saat aku tidak ingin bersuara. Kuresapi reaksi hening dari Yoongi ini. Belum pernah kami berdua berbagi kehilangan seperti ini. Sekali pernah, ketika Yoongi menceritakan kehilangan temannya yang menjadi pecandu obat-obatan terlarang, hingga harus berpisah, karena dipenjara dan rehabilitasi. Dan, juga ketika neneknya meninggal. Tetapi, saat itu aku berada di sisinya, mendengarkan dan menenangkannya. Tidak seperti sekarang, yang seperti sedang membuka kotak pandora dari masa yang sangat lampau yang begitu mendadak dan harus dihadapi dengan kehati-hatian.

Dating SugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang