32. Sweet, Rush, & Jealousy 04 (M)

451 17 26
                                    

⚠️ PERINGATAN ⚠️

chapter ini M mengandung violence/kekerasan
bagi yang ngga kuat, bisa skip atau skimming ya

-----------

-----------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----------

Tell me which one is worse
Living or dying first

🧊

Semalaman aku nyaris tidak tidur. Entah memikirkan apa. Aku juga tidak mengangkat satu pun telepon dari Yoongi. Apalagi pesan-pesan dari dia. Tidak ada satu pun yang kubaca.

Kadang Yoongi tidak pernah bisa membaca situasi. Bahkan ketika kutanya 'Ada yang ingin kamu katakan?' terkait Adora ... Soohyun ... dia tidak membuka mulutnya untuk menjelaskan sedikit pun. Aku hanya ingin jawaban sederhana, seperti 'Iya, aku kolab sama dia' tapi tidak, Yoongi tidak mengatakan hal ini padaku.

Aku tidak bermaksud untuk memaksa Yoongi supaya minta izin padaku. Tapi, paling tidak, dia bisa memberitahuku. Bukan dari orang lain aku tahu dia akan bekerjasama dengan Soohyun. Apakah aku dianggap 'orang lain' sehingga tidak boleh tahu pengerjaan album dan lagu-lagu barunya? Atau, aku yang terlalu terobsesi? Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya ... aku tidak pernah mempermasalahkan siapa saja yang dekat dengan Yoongi dengan alasan pekerjaan. Tapi, kenapa sekarang aku merasa sangat tereksklusi karena tidak tahu perihal kolabnya dengan Adora ... dengan Soohyun?

Apakah aku sudah gila? Atau, tingkat cintaku meningkat pada Yoongi? Apakah hal seperti ini mungkin? Apakah sebelum ini aku masih kurang mencintainya? Tapi, kenapa mendadak sekarang aku begitu ngga ingin perempuan lain dirumorkan dekat dengannya? Aku kenapa? Kenapa?

Aku memandangi kopi di depanku yang mulai mendingin dan hampir terjatuh dari kursiku ketika mendengar suara pintu membuka. Tidak ada yang tahu password apartemenku selain Yoongi. Argh, aku sedang ngga ingin ketemu dia.

"Sayang?"

Benar. Yoongi yang membuka pintu.

"Hmm ...," sahutku malas, sembari menyesap kopiku yang sudah dingin. "Di sini. Di ruang makan."

Terdengar langkah kaki Yoongi mendekat. Sebentar kemudian bisa kurasakan dia memelukku dari belakang. Dilingkarkannya tangannya di pinggang dan perutku. Bisa kurasakan dagunya diletakkan di pundak kananku sembari bibirnya mengecup ujung bibir kananku samar.

"Kamu kenapa?" Bisiknya. "Ngga angkat telepon. Ngga balas pesan-pesanku. Kenapa?"

Aku menggeleng samar. "Capek aja." Jawabku, cepat. "Mau kopi? Aku bikinin." Tambahku sambil berdiri dari dudukku dan melepaskan diri dari pelukan Yoongi.

Yoongi mematung, memandangiku.

"Apa?" Tanyaku sambil mengambil sebuah cangkir dan menuangkan kopi seduhanku dengan hati-hati. "Kenapa?"

Dating SugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang