92. Yet to Come: Before

239 24 22
                                    

-----------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----------------

Lumatan demi lumatan. Kecupan demi kecupan. Ketika rasanya bibirku sekali lagi akan dipagut oleh Yoongi, sebentuk adegan muncul di benakku, mengambang di pelupuk mataku.

Ayahku yang menabrakkan bibirnya di bibir wanita itu. Mulutnya yang melumat dan menyapu habis seluruh bibir wanita itu. Tubuh mereka yang berpelukan erat, seolah tidak ada diriku. Seolah kami berada di dunia yang berbeda.

Yoongi menelengkan wajahnya, bibirnya membuka sekali lagi, menggigit bibir bawahku, dan ketika dia akan mulai memagut bibir atasku, kukatupkan bibirku seraya meletakkan kedua telapak tanganku di dada bidangnya yang bergerak naik-turun seiring napasnya yang sedang menderu akibat hasrat yang mulai naik.

Dikerjapkan matanya, nampak tak habis pikir, lalu ia menatapku, sambil mengusap bahuku pelan, "Kenapa?" Tanyanya, sembari mencoba meredakan deru napasnya.

Kugelengkan kepalaku. Mataku tak sengaja menatap bibirnya. Tiba-tiba aku teringat bibir ayah dan wanita itu. Perutku mendadak menjadi mual. Seperti, aku ingin muntah.

Kututup bibirku dengan telapak tanganku. Lalu, tanpa aba-aba, aku berdiri, meloncat dari ranjang, dan berlari ke kamar mandi.

Aku muntah sejadi-jadinya di wastafel.

Yoongi berlari mengikuti dan segera memegangi rambutku yang beriapan—as always. Tangannya yang bebas mengusap punggungku, berusaha membantuku agar bisa lebih mudah mengeluarkan isi perutku. Meski aku tahu, dia kebingungan.

"Kamu kenapa, sayang?" Tanyanya, terdengar khawatir. "Karena telat makan ya tadi? Karena main air? Maaf, ya."

Kugelengkan kepala sambil masih muntah.

Bukan, Yoongi. Bukan itu. Bukan.

Kunyalakan keran air ketika kurasa semua isi perutku sudah keluar. Dengan mengerahkan energi, kutadahi air di kedua telapak tanganku yang membuka, dan kuminum untuk berkumur-kumur. Rasanya asam sekali di mulutku. Sudah puas berkumur kuusap bibirku yang basah. Dan, kubasuh wajahku dengan air. Sementara, Yoongi masih memegangi rambutku sambil memandangku, yang sepertinya penuh tanda tanya.

"Kamu ngga telat datang bulan kan, sayang?" Celetuknya, tiba-tiba, sekonyong-konyong, tentu saja membuatku sangat terkejut. Kutatap wajahnya dari cermin, yang ia balas juga menatap pantulan wajahku di cermin. "Kan siapa tahu." Cengirnya. "Aku ngga apa-apa kok, sayang, kalau iya pun."

Aku terkekeh, "Ngga, kok. Bukan itu." Kataku sambil membalikkan badan sehingga rambutku terlepas dari genggaman tangan Yoongi. Dengan cepat kuikat rambutku membentuk cepol dengan ikat rambut yang disodorkan Yoongi padaku (yang tadi ia pakai untuk mengikat rambut di stadium).

Dating SugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang