69. Jepang: Curhat (M)

408 24 16
                                    

Ini M karena obrolannya dewasa,
tapi ngga apa-apa kalau mau baca, army,
soalnya part ini penting 🥲

Ini M karena obrolannya dewasa,tapi ngga apa-apa kalau mau baca, army, soalnya part ini penting 🥲

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---------------

I should be over all the butterflies
But I'm into you (I'm into you)
And baby, even in our worst nights
I'm into you (I'm into you)
Yeah, after all this time, I'm still into you

🫂

Kata orang jika kamu pusing maka obatnya minum kopi. Ya, karena kita generasi yang sudah kecanduan minum kopi. Seperti sekarang aku rela mengantri es kopi demi menghilangkan rasa pusingku yang tidak diketahui sebabnya.

Yuju nampak duduk di salah satu meja yang kami pilih. Tidak terlalu jauh dari meja kasir. Dia terlihat sibuk dengan laptop dan segala berkasnya. Ada yang lebih gila kerja dibanding aku. Ya, Yuju. Tapi, memang tujuan dia ke Jepang itu bekerja.

Setelah membayar dan mendapatkan es kopi pesananku, aku berjalan girang ke arah Yuju yang punggung ponselnya menghadap ke arahku. Entah melakukan apa. Aku tidak peduli dan menggeser kursi sebelum kududuki, di seberang Yuju.

"Kim Hanna dan es kopinya," tawa renyah Yuju terdengar.

"Hmm." Anggukku, tidak peduli, mulai menyeruput es kopiku. Kesegaran merasuki sistem tubuhku. Berharap pusingku segera menghilang. Lalu, kuraih ponsel dan kutekan angka dua untuk menelepon kakek.

Kukerlingkan mataku ke arah Yuju yang sudah kembali tenggelam sibuk dengan pekerjaannya. Melihatnya membuatku menahan tawa ketika panggilan teleponku diangkat di seberang sana.

"Halo?" Sapa kakek.

"Kakek?" Balasku. "Udah makan?" Tanyaku.

"Udah." Sahut kakek. "Kamu sendiri? Selamat sampai di pelukan Budae Jiggae?" Tanya kakek, tertawa lirih.

"Kakek, bisa-bisanya kirim Hanna ke sini?!" Aku mulai akan merajuk tapi tertahan karena kakek terdengar terbatuk-batuk. "Kakek? Kakek ngga apa-apa?" Tanyaku lirih. Khawatir.

"Huk. Huk." Batuk kakek terdengar berangsur-angsur memelan. "Ngga apa-apa. Cuma batuk biasa." Lanjutnya.

"Kakek, dirawat aja ya? Jangan bandel."

Akhirnya kukeluarkan juga pendapatku ini. Ketika di Rumah Sakit aku tidak bisa bersuara. Mungkin karena aku kepalang bingung dan pusing dengan situasinya. Tapi, ketika aku jauh dari Seoul, rasanya aku bisa menyuarakannya. Terlebih, aku tidak harus memandang wajah kakek. Jadi, lebih mudah.

Yuju mendongak dari laptopnya dan memandangku. Aku mengabaikan tatapan matanya dan masih menunggu jawaban kakek. Tapi, kakek masih bersikukuh untuk diam.

"Kakek, kenapa ngga mau dirawat? Itu masih tumor, Kek. Masih sangat bisa diobati, Kek." Ujarku. "Ya, Kek?" Pintaku.

Kakek terdengar berdeham. "Kita obrolkan besok-besok ya." Kata kakek akhirnya. "Kakek mau tidur dulu."

Dating SugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang