41. Yun Hyong-keun

277 18 42
                                    

(umber-blue, 1991)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(umber-blue, 1991)


------

You keep the silence
'Fore you do somethin' now (yeah-yeah)
You be a human
'Til the death of you now (yeah-yeah)

I wanna be a human
'Fore I do some art
It's a cruel world
But there's gon' be my part
'Cause true beauty is a true sadness
Now you could feel my madness

🎨

Aku berdiri, mematung di depan lukisan-lukisan Yun Hyong-keun. Lukisannya terkesan hanya berupa seperti garis warna hitam atau cokelat atau indigo. Tetapi, aku sering kali merasakan kedamaian di dalamnya. Tidak banyak yang perlu dilihat atau diperhatikan. Coretan warnanya seakan menghanyutkan dan menelan pikiran-pikiran tidak penting di dalam kepalaku.

Itulah, setelah dari rumah ibu, alih-alih ke kantor, aku berakhir di pameran ini.

Yun Hyong-keun terkenal sebagai pioneer gerakan Dansaekhwa. Aliran ini adalah cara seniman mengekspresikan diri melalui filosofi Korea dengan berasimilasi dengan alam. Tercipta dari ekologi, kosmologi, dan juga sudut pandang keduniaan. Kontras dengan sudut pandang formalistik barat.

Dansaekhwa merujuk pada kelompok pelukis abstrak di Korea Selatan yang muncul pada tahun 1970an. Setelah turbulensi masa krisis sosial dan ekonomi, para seniman pasca perang Korea mulai memeluk Budha untuk menemukan kedamaian.

Proses melukis dan penciptaan karya ini menjadi sebuah upaya untuk melakukan pemulihan diri atau self-healing bagi mereka, para pelukis yang tumbuh dan besar di tengah-tengah kekacauan perang Korea. Mereka mencoba mendobrak seni tradisional Korea dan memeluk metode eksperimental seperti merobek kertas, menggoreskan pensil, atau membasahi kanvas untuk menghasilkan karya dan untuk memanipulasinya dengan cara yang tidak konvensional.

Repetisi adalah hal yang penting di dalam aliran seni ini.

Repetisi. Repetisi. Repetisi.

"Repetisi," tanpa sadar aku bergumam di depan salah satu lukisan Yun Hyong-keun berjudul Umber-Blue, 1991.

Seperti airmata. Jatuhnya seperti repetisi.

"Repetisi," ulangku, bergumam rendah, di balik maskerku.

Lukisan Umber-Blue di depanku balas menatapku. Kutatap dengan seksama. Kulihat coretan abstrak di pinggir goresan-goresan hitam di kanvas yang diwarnai cokelat.

Berapa banyak goresan; berapa banyak repetisi untuk menciptakan karya ini? Seberapa menyembuhkannya menyapukan kuas berkali-kali pada kanvas ini? Sudut pandang apa yang seonsaengnim rasakan? Yang ia curahkan?

Seperti menulis, berapa kali aku menatap kertas kosong? Berapa kali aku duduk dan menatap ke monitor komputer dan laptopku? Berapa kali aku menulis kata yang sama? Mengulang kalimat yang tidak berguna? Berapa kali tanganku menekan huruf-huruf di keyboard? Berapa kali aku duduk di depan mejaku? Berapa kali aku menghabiskan rose untuk menemaniku bekerja di studioku yang kata ibu busuk itu?

Dating SugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang