106

7 1 0
                                    

"Jadi lo berdua belum baikan?"

Hyunjae hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Hokuto. Pandangannya juga dialihkan ke sembarang arah, kemana pun agar tidak bertemu pandang dengan wajah sahabatnya yang ada di layar.

"Bahkan setelah dua kejadian yang bikin tuh anak masuk rumah sakit?"

Hyunjae kembali mengangguk.

"Wah, ini rekor loh!" ucap Hokuto dengan ekspresi bangga yang dibuat-buat. "Rekor terlama lo musuhan sama tuh anak!"

"Lo kayaknya bangga banget deh?" balas Hyunjae yang merasa tersindir.

"Ya, gimana ya? Jihan pernah berantem sama yang lain hampir tiga bulan, kecuali sama lo yang bahkan gak bisa jauh lebih tiga hari. Sekalipun berantem, masih aja duduk sebangku. Dan sekarang udah sebulan? Gue applause deh!"

Hyunjae mengakui hal itu. Bahkan setelah kejadian di kafe, mereka masih duduk sebangku sekalipun tidak ada percakapan. Tidak ada interaksi sampai detik ini. Jenguk di rumah sakit saja hanya pada hari pertama sampai ketiga lalu dia tidak pernah datang lagi. Bisa dibilang gengsi.

"Terus pas dia keluar dari rumah sakit, lo gak ikutan?" tanya Hokuto dengan penasaran.

Hyunjae hanya memberikan jawaban berupa gelengan. Kedua tangannya terulur untuk memperbaiki posisi ponselnya lalu menghela nafas.

"Belum ada niat ngalah sama gengsi lo?"

"Gue mau biarin dia yang ngalah duluan."

Hokuto terlihat menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya. "Soal Han Yuri, gue udah curiga lama. Bahkan pas pemakaman, Jihan satu-satunya orang yang berdiri jauh banget dari kita."

"Dia nyalahin dirinya dalam konteks yang gak kita tahu." Hyunjae menambahkan seraya memejamkan matanya. "Awalnya gue juga ngira dia cumaa nyalahin dirinya gara-gara gak jadi temen yang baik di waktu terakhir Yuri meninggal. Tapi waktu dia mulai bahas topik itu, gue malah ngerasa ada hal lain yang jadi alasan kenapa Jihan selalu ngindar topik Yuri."

"Jihan," ucap Hokuto seolah mempertimbangkan pemilik nama itu, "dia terlalu open book sampe semua orang di sekitarnya ngerasa udah tahu semua soal dia. Tapi sebenernya masih banyak yang gak kita tahu soal dia."

"Termasuk kejadian akhir-akhir ini." Hyunjae membuka matanya dan mendesah penuh kecewa. "Kalo Eunwoo sama Younghoon gak inisiatif buat nyari pelakunya, mungkin perkembangannya gak bakal sejauh ini."

Hokuto membuka topi lalu mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. "Gue sempet mikir bokap tiri gue itu udah yang paling gila tapi gak tahu kalo orang tuanya bakal sejauh itu."

Hyunjae tertawa miris. "Bahkan gue yang temenan lama sama dia aja gak tahu sama sekali. Selain hubungan mereka yang sama sekali gak bagus. Tapi tindakan sejauh ini beneran gak pernah terlintas di pikiran gue."

"Berat ya jadi anak orang kaya?" ucap Hokuto dengan tawa yang tidak kalah mirisnya. "Apalagi punya orang tua kayak Jihan yang sibuk mempertahankan status dan kekayaan dibanding segalanya."

Gue juga ada satu kok. Hyunjae mengulum bibirnya lalu menatap waktu yang sudah terlewati sejak panggilan video dengan Hokuto terhubung. Hampir satu jam.

"Terus," ucap Hokuto seraya mengenakan kembali topinya, "lo sendiri gimana? Lo gak kayak Jihan yang open book tapi malah kebalikannya. Sebisa mungkin lo nutup buku dan ngalihin semuanya seolah lo gak nyembunyiin apapun."

"Gak separah Jihan kok. Lagian gue bisa kelarin sendiri." Hyunjae tersenyum seraya mengedikkan bahunya. "Oh iya, terus pita suara lo? Kayaknya suara lo pelan-pelan udah balik deh?"

"Pinter banget ngalihinnya." Hokuto tertawa sinis tapi tetap menghargai temannya. "Masih dalam perawatan sih. Seenggaknya gue gak kayak orang bisu lagi. Paling belum boleh teriak aja."

"Lo gak pernah teriak, anjir! Baru buka mulut aja udah mirip Minho yang mengap-mengap kayak orang kehabisan oksigen."

"Kenapa sih pembandingnya mesti Minho?" tanya Hokuto yang jengkel.

"Hoh, masih kemusuhan lo?" ejek Hyunjae lagi.

"Iyalah, siapa yang gak kemusuhan sama anak yang pernah nonjok gue cumaa gara-gara satu permen? Tengil banget tuh anak!"

Hyunjae hanya menertawakan setiap ocehan Hokuto tentang sepupunya. Sampai kemudian suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. Ada Giwook dengan ekspresi datar yang sangat khas.

"Oh, lagi sibuk?"

"Gak terlalu sih." Hyunjae menatap ponselnya lalu memutuskan untuk berpamitan. "Udah dulu ya, bro!"

"Oke."

Panggilan video terputus dan ponselnya dibiarkan begitu saja tanpa minat untuk mengambilnya.

"Ngapain?"

Giwook memanyunkan bibirnya dan membuatnya terlihat menggemaskan bagi sang kakak sepupu.

"Apa? Lo kalo mendadak manyun-manyun gitu pasti abis bikin salah, kan?"

"Ih, sok tahu!" balas si anak SMP dengan kesal.

Hyunjae beranjak dari tempatnya, menghampiri yang lebih muda lalu merangkulnya dengan akrab. "Kenapa sih kenapa?"

"Di bawah," ucap Giwook yang merapatkan wajahnya di dada yang lebih tua, "ada bokap lo!"

Hyunjae menghentikan pergerakannya dan Giwook langsung memeluk kakak sepupunya tanpa gengsi. Dia tahu ada perubahan ekspresi dari yang lebih tua.

"Dia juga ada disini."

Hyunjae tidak menjawab dan malah mengusap kepala yang lebih muda. "Ada siapa aja di bawah?"

"Semuanya."

"Oke." Hyunjae mendorong Giwook agar pelukannya terlepas. "Gapapa kok, lagian yang lain udah ada juga, kan? Ayo!"

"Duluan aja!" ucap Giwook seraya mendorong yang lebih tua ke arah pintu. "Gue mau ke toilet!"

"Pada..."

"Ada Kak Minho di kamarnya!"

Hyunjae hendak mengatakan yang lain tapi pintu kamarnya keburu ditutup oleh Giwook. "Kenapa sih?"

Sedangkan Giwook bergegas untuk mengambil ponsel kakak sepupu. Dia harus meminta bantuan dari anak-anak Triumvirate untuk berjaga-jaga.

*Triumvirate*

TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang