167

7 1 0
                                    

"Human trafficking."

Jimin langsung menyemburkan kembali airnya dan sukses membuat Hyunjun spontan mengangkat bukunya.

Sedangkan orang yang baru saja berbicara terlihat tidak peduli dan hanya mengotak-atik ponselnya seraya berbaring di sofa.

Iya, Park Jihan.

"Gue yakin kasus kita gak ada yang sejauh itu." Jimin berucap setelah pulih dari keterkejutannya.

"Awalnya gue cuma mau balesin perbuatan Kim Gaeun ke nyokapnya Jungkook aja." Jihan melenguh pelan lalu beranjak dari tempatnya. "Tapi ternyata orang tuanya Kim Gaeun alias kakek-neneknya Jungkook punya pendapatan dari sumber lain. Mereka punya beberapa perusahaan cangkang yang aslinya bukan hal bener."

"Maksud Lo yang human trafficking ini?"

"Sama drugs dan yang lain." Jihan menyimpan ponselnya ke sofa lalu menghela nafas. "Sebenernya gue gak mau ngusut lagi pas tahu ranah mereka udah sejauh itu tapi lagi-lagi ada orang yang maksa gue buat sampe sana."

Jimin segera menegakkan badannya lalu menatap tajam adiknya. "Siapa? Siapa yang udah nyuruh Lo?"

"Gak disuruh juga sih tapi emang kayaknya kita mesti maksa sampe kesana deh." Jihan langsung mengusap wajahnya frustasi. "Soalnya Kim Gaeun, Kim Yeobin sama Kim Soojin punya campur tangan kesana. Jadi gue ngerasa kita harus make kesempatan itu."

Jimin meringis pelan. Ternyata masih banyak yang tidak dia ketahui. Bahkan adiknya sampai menyelidiki semua secara diam-diam.

"Oke. Kita rangkum satu-satu."

Hyunjun menghela nafas lalu mengulurkan sebuah buku tulis dan pulpen ke arah yang paling tua. Tahu jika pemuda itu membutuhkan keduanya.

"Tulis, Jun!" suruh Jimin tapi tetap mengambil kedua benda tersebut.

"Aku gak tahu apa-apa." Hyunjun menjawab cepat lalu menutup bukunya. Hendak beranjak tapi ditahan oleh Jihan.

"Seenggaknya kita ada temen buat menggila."

Enak aja. Hyunjun membatin. Keberadaannya disini hanya karena Jihan memaksanya untuk belajar. Akhir tahun ini dia dan Jisung memutuskan untuk mengikuti penyetaraan SMP agar bisa melanjutkan SMA pada tahun depan.

Jangan tanya siapa yang menyuruhnya jika bukan Jihan, tentu saja. Lagipula setelah dipikir-pikir, mereka tidak akan selamanya bisa tinggal di panti. Suatu hari nanti mereka harus bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan. Dan juga, ini cara lain untuk membantu panti.

"Giliran gila aja baru ngajak aku."

"Lo gak perlu ngapa-ngapain." Jimin pindah duduk ke lantai lalu menghela nafas. "Duduk disini aja udah ngebantuin kita."

Hyunjun kembali membuka bukunya lalu menghela nafas. Harusnya tadi dia belajar saja dengan Jisung di panti. Bukannya ikut dengan Jihan ke rumah belakang dengan alasan belajar.

Iya, rumah yang berada di belakang panti. Rumah yang ditinggali Jihan dan saudara-saudaranya. Jadi letaknya memang tidak terlalu jauh.

Ah, Hyunjun juga baru tahu beberapa hal rumit yang diketahuinya. Tentang rumitnya cerita Jimin dan Jinwoo sebelum kembali seperti sekarang. Ternyata hidup sebagai orang kaya tidak selalu menyenangkan.

Belum lagi dia dikejutkan dengan Jihan yang blak-blakan menceritakan semuanya. Setiap hal yang terjadi antara cewek itu dan anggota Triumvirate yang lain. Tentang orang tua Younghoon dan Jaehyun yang terlibat dalam pembunuhan Park Jiyeon. Hyunjae yang memiliki masalah dengan mama tirinya. Perselingkuhan antara orang tua Bangchan dan Eunwoo sampai kenyataan sebenarnya Jungkook adalah anak dari mantan pengusaha terkenal.

Dia bahkan lebih terkejut dengan fakta Jihan yang beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan. Maksudnya semua hal yang membuat cewek itu harus keluar-masuk rumah sakit. Juga, yang menimpa Jihoon, Jisung dan Sunwoo baru-baru ini.

"Oke."

Ucapan Jimin dan suara pulpen di meja kaca berhasil membuat Hyunjun tersadar. Remaja itu langsung menatap dua kakak-beradik yang sudah berkutat pada selembar kertas.

"Gue mau pastiin dulu sebelum kita bikin keputusan. Lo punya bukti spesifik gak soal semuanya."

Jihan yang menggosokkan jarinya ke meja terlihat berpikir. "Bukti spesifik kayak apa yang kita butuhin? Gue masih belum nyinggung masalah ini karena takut bakal bikin kacau semuanya."

"Apa kek, catatan keuangan, rekening. Buktinya aja deh kalo mereka beneran punya usaha ilegal itu." Jimin berucap tapi tidak sepenuhnya berharap.

Pandangan Hyunjun beralih pada ponsel Jimin yang dia pinjam untuk belajar. Ada pop up pesan yang muncul di layar jadi dia bisa membaca isi pesan tersebut.

Dari Youngjo.

Oh, Hyunjun!

Ada di rumah bareng Jimin?

Sampai pesan itu. Hyunjun terkejut saat namanya tertera di layar tersebut. Bagaimana Youngjo bisa tahu dia ada disini?

Gue tahu dari CCTV yang ada di rumah itu. Jadi sekarang lagi nonton kalian.

Hyunjun menghela nafas lega saat jawaban di kepalanya terjawab. Tapi tetap belum bisa membuatnya untuk membuka pesan tersebut.

Pop up lain muncul.

Bilangin mereka, soal black market keluarganya Kim Gaeun udah bisa dibuat laporan. Gue udah dapat bukti yang dibutuhkan.

Hyunjun melirik dua kakak-beradik yang masih berdebat. Kemudian memutuskan meraih ponsel Jimin dan membuka pesan tersebut sepenuhnya.

Juga bilangin mereka, panti asuhan kalian udah masuk ke list pengawasan. Orang-orang itu masih belum tahu kalo mereka tinggal di rumah itu jadi ingatin mereka buat hati-hati.

Hyunjun membalas 'oke' dengan cepat lalu segera menginterupsi perdebatan sengit Jimin dan Jihan. Tanpa basa-basi dia langsung menunjukkan pesan dari Youngjo.

Dua kakak-beradik itu terdiam untuk beberapa waktu sebelum akhirnya memutuskan saling bertatapan.

"Udah gue duga sih." Jimin menggaruk kepalanya lalu menghela nafas. "Mereka pasti bakal sampe ke tahap ini. Mereka tahu anak-anak panti bakal jadi titik kelemahan lain Lo, Jihan."

Jihan terlihat tidak ingin berkomentar.

"Awalnya gue pikir mereka bakal cuma ngincer gue, Lo, Triumvirate sama saudara-saudara kita. Karena mau gimana pun, gue sama panti asuhan gak punya hubungan apa-apa."

Seolah tahu arah pembicaraan sang kakak, Jihan justru menepuk pelan kepala Hyunjun.

"Gue tahu, sekarang mereka pasti ngincer gue. Soalnya mereka mikir semuanya bakal bergantung sama gue. Jadi kalo gue berhasil disingkirin, konsentrasi Lo semua bakal pecah. Bukan cuma usaha kalian yang hancur, perusahaan, Triumvirate, Jihoon, Seonghwa dan Jeongwoo sampe panti asuhan bisa kena dampaknya."

"Oke, bagus kalo Lo paham." Jimin menghela nafas lalu melirik Hyunjun yang sudah tertunduk. "Seenggaknya kita bisa nyimpulin dikit siapa target utama mereka. Tapi tetep gak nutup kemungkinan kalo mereka bakal nyerang pihak kita sebelum Lo."

"Mereka tahu kelemahan gue." Jihan mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu. "Berarti target mereka bertambah. Anak-anak panti asuhan juga bakal terancam."

"Kak," panggil Hyunjun tiba-tiba dengan pelan, "boleh minta satu hal?"

Dua kakak-beradik itu langsung menoleh ke sumber suara. Butuh beberapa detik sampai keduanya mengangguk.

Hyunjun menarik tangan Jihan lalu menatap penuh harap. "Jangan sampe mati, ya!"

Jimin tidak tahu alasan Hyunjun berucap seperti itu tapi dia tetap tersenyum. "Jihan punya banyak nyawa jadi dia gak bakal mati gitu aja."

Jika tidak teringat berapa kali dia terlibat kekacauan mungkin Jihan akan tertawa sebagai tanggapan. Namun setelah sampai di titik ini, dia jadi takut keberuntungannya akan habis.

Bagaimana jika dia tidak bisa menepati janji itu?

*Triumvirate*

TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang