145

6 1 0
                                    

Sedangkan pemilik nama baru saja diamankan Jaehyun keluar rumah. Butuh perjuangan baginya menarik Jihan untuk sampai disini. Walaupun patah tulang, tenaga cewek itu masih seperti biasa.

Sedangkan si sumber masalah sudah melepaskan diri dan berjalan menjauhi Jaehyun. Tidak mengatakan apapun.

"Lo tuh udah hilang akal atau gimana sih?" seru Jaehyun saat merasa sudah waktunya bagi dia untuk bersuara. "Gila Lo udah mukul kakak sendiri?"

Jihan tidak menjawab dan justru menghentikan langkahnya di tengah jalan masuk.

Jaehyun sebenarnya nyaris emosi sejak tadi tapi suasana rumah yang tidak kondusif membuatnya harus menahan diri sampai sekarang.

Lagipula menurutnya Jihan sudah sangat kelewatan. Bisa-bisanya cewek itu menghajar Jimin begitu mereka bertatap muka tanpa mengatakan apapun. Jihan benar-benar meninju Jimin sebanyak dua kali di wajah sebelum didorong Taehyung.

"Lo pikir dengan ngehajar dia semuanya bakal balik kondusif? Gak bakal. Lo malah memperburuk suasana, Park Jihan!"

Tidak terima diteriaki, Jihan langsung balik badan dan menatap tajam cowok itu.

"Terus? Gue harus apa?"

Jaehyun terdiam.

"Gue harus apa biar rasa bersalah ini berhenti, Jae? Delapan tahun gue ngutuk mama gara-gara dia ninggalin kita dengan alasan bunuh diri. Bahkan hantunya sampe muncul di depan gue tanpa gue tahu sebabnya.

Sekarang, disaat gue mulai terbiasa dan tiba-tiba berita itu keluar. Nyokap gue gak bunuh diri tapi dibunuh orang. Dan akhirnya gue tahu kenapa mama ngehantuin gue."

Sekali lagi, Jaehyun benar-benar benci saat Jihan justru berekspresi seperti itu. Sempat-sempatnya tersenyum disela amarahnya. Dia tidak suka saat Jihan terus menahan diri untuk tidak menangis.

Langit bergemuruh tanda jika sebentar lagi hujan akan turun dan mereka masih berdiam di posisi masing-masing.

"Tapi mau gimana pun itu salah gue. Gak bisa nerima kematian mama. Lagian siapa yang suka ditinggal tiba-tiba kayak gitu? Mama bukan tipikal yang bakal bunuh diri sekalipun masalah dia besar. Bodohnya gue baru sadar sekarang. Emang gak guna."

Rintik hujan mulai menetes tapi Jaehyun tetap menghampiri sahabatnya. Saat sudah saling berhadapan, cowok itu tanpa ragu langsung meninju Jihan sampai jatuh terduduk.

"Kakak Lo ngelakuin ini semua demi kebaikan Lo, Jihan!"

Jihan tertawa sambil menyeka bibirnya. "Kebaikan buat beberapa waktu aja. Gara-gara mereka, Jihoon harus hidup ketakutan. Seonghwa dan Jeongwoo juga menderita. Mereka gak mikirin orang lain, Jae! Gue ngomong gini bukan cuma karena gue yang menderita tapi adek-adek gue."

Rintik hujan mulai berubah menjadi gerimis sedang tapi tidak menghentikan keduanya.

"Gue juga kalo bisa mungkin udah trauma. Tapi gak bisa. Kalo gue takut, siapa yang bakal ngelindungin mereka bertiga? Gue matiin semua rasa takut gue biar mereka ada yang ngelindungin."

Jaehyun menyamakan posisinya dengan Jihan lalu menghela nafas. "Gue gak suka waktu Lo kayak gini, Ji. Lo sama kayak mayat yang udah mati rasa."

"Terus gue harus apa? Semuanya udah terlanjur mati rasa, Jae. Gue takut sekali lengah, bisa aja Jihoon kehilangan nyawanya. Atau Seonghwa sama Jeongwoo ngerasain yang sama kayak Jihoon."

"Lo bisa takut. Lo juga bisa nangis. Sekarang giliran Lo yang dilindungi sama yang lain. Gue, Triumvirate dan kakak Lo. Kita bakal ngelindungin kalian. Gapapa sekali-kali Lo keliatan lemah."

Ekspresi Jihan sudah tidak sekeras tadi dan jauh melunak. Wajahnya juga sudah basah kena hujan tapi tetap tidak menutup air matanya yang mengalir. Untuk pertama kalinya dia akan menangis dan bersembunyi diperlukan sahabatnya.

TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang