173

4 1 0
                                    

Jacob tidak tahu sudah berapa lama matanya terpejam. Kepalanya masih cukup pening karena dipukul. Alasannya juga karena dia berulang kali melawan dan membuat kewalahan para penculik. Tapi setidaknya dia bersyukur adik sahabatnya dalam keadaan baik-baik saja.

Sedangkan Junkyu, dengan kedua tangan yang terbebas tengah sibuk mengelilingi ruangan yang menjadi tempat mereka di sekap. Tidak ada apa-apa selain tangki-tangki bekas bahan bakar. Bahkan dia ragu tempat ini memiliki pintu masuk.

"Kayaknya di atas deh." Jacob yang masih berbaring hanya menatap langit-langit yang berjarak dua meter dari lantai. "Pintunya."

Junkyu langsung mendongak dan menatap atas kepalanya. Ada sebuah lingkaran berdiameter satu setengah meter yang cukup kontras perbedaannya. Juga sebuah tangga besi yang menempel pada dinding di sebelah Jacob.

"Tangganya dirusak."

Jacob berusaha bangun setelah kesadarannya terkumpul. Kedua tangannya sibuk meraba dinding dan lantai.

"Mustahil buat dinaikin." Junkyu menambahkan lalu duduk di lantai. "Kayaknya ini ruang bawah tanah deh."

"Bukan." Jacob berucap cepat setelah mengetuk beberapa bagian dinding. "Ini masih lantai dasar. Kemungkinan bangunan tinggi. Bunyinya beda."

Junkyu ikut mengetuk dinding tapi tidak menemukan perbedaan apapun. Tiba-tiba saja dia berpikir, apa kakak tengahnya kepikiran hal seperti ini?

Jacob tiba-tiba meringis pelan.

"Kenapa, Kak?" tanya Junkyu yang terkesan panik.

Yang ditanya masih mengusap belakang kepalanya sebelum tertawa ringan. "Masih sakit."

Junkyu langsung jalan ke arah Jacob lalu melihat bagian belakang kepala yang lebih tua. Dia mulai meraba pelan sela rambut Jacob sebelum menyadari ada jejak darah yang tercampur tanah.

"Jangan diacak-acak lagi, Kak! Ini tuh luka jadi wajar aja kalo sakit. Ini juga udah kecampur sama tanah. Kayaknya pas kakak berantem mereka di depan deh."

"Emang iya?" tanya Jacob lalu menatap kedua tangannya yang kotor. Samar-samar dia bisa melihat noda darah yang kering tapi noda tanah merah masih mendominasi. "Darahnya masih ngalir gak, Kyu?"

"Gak sih. Soalnya ketutup banget sama tanah." Junkyu menatap kedua tangannya yang kembali kotor. Padahal baru beberapa menit yang lalu dia membersihkannya dan wajah Jacob dengan tisu basah di sakunya. "Tapi takut aja infeksi."

"Yang penting gak kehabisan darah." Jacob kembali duduk tersandar seraya menatap atas kepalanya, memikirkan bagaimana cara agak mereka bisa keluar dari tempat ini.

Junkyu sendiri masih mengitari ruangan seluas sepuluh meter persegi itu. Matanya sibuk menelusuri sesuatu yang bisa mereka gunakan.

"Kak, bisa gak kalo kita manjat tangki?"

Jacob menatap tumpukan tangki bahan bakar yang sepertinya sudah kosong lalu menatap ke atas kepala mereka. Bisa saja mereka menumpuk tangki tersebut lalu memanjatnya, besar kemungkinan mereka bisa melarikan diri. Tapi entah kenapa, Jacob merasa tidak nyaman. Ada sesuatu. Para penculik itu tidak mungkin membiarkan mereka begitu saja. Pasti ada sesuatu.

"Kyu!" panggilnya dengan nada mengintimidasi. "Jangan pegang apa-apa!"

Junkyu langsung menarik tangannya dan mendekati Jacob. Pemikirannya tidak serumit cowok itu tapi kalimat sahabat kakaknya cukup membuatnya mundur.

Jacob menyobek lengan bajunya lalu dibalutkan pada kaki kirinya yang terluka. Tidak tahu penyebabnya tapi dia baru tersadar saat celananya menampilkan jejak darah.

"Kamu ada yang luka gak, Kyu?"

Junkyu langsung meraba seluruh tubuhnya kemudian teringat jika dirinya tidak diapa-apakan. Justru Giwook yang parah karena berusaha melawan penculik bersama Jacob. Intinya dia dan Yoshi hanya mendapat giliran menonton.

"Gak ada, Kak."

"Oh, bagus deh."

Junkyu terkejut saat tersadar akan nada bicara yang lebih tua. Tidak seperti biasa, cara bicara Jacob terdengar datar, bukan lemah lembut seperti biasa. Dingin, mirip Taehyung.

"Kamu diam disitu!" suruh Jacob, masih dengan nada bicara yang sama.

Junkyu menurut saja.

Tanpa aba-aba, Jacob meninju sebuah dinding yang terbuat dari kayu agak tipis. Sukses membuat si siswa SMP terkejut.

Dua kali Jacob meninju dinding itu sampai cahaya dari luar muncul. Kayu-kayu disingkirkan dan meninggalkan dinding kaca yang tembus pandang. Ukurannya cukup untuk mereka keluar.

Junkyu hampir beranjak dan mengamati luar kaca yang hanya terdapat banyak bangunan rusak dan sisa-sisa pembangunan. Tempat yang benar-benar tidak cocok untuk ditinggali. Tapi baru saja remaja itu mendekat, Jacob langsung meninju kaca tersebut sampai pecah.

"Damn!" runtuknya dalam hati.

Belum lagi ekspresi yang lebih tua terlihat tidak bersahabat.

"Ayo!" ajak Jacob sesudah membersihkan serpihan kaca pada dinding.

Junkyu masih terpaku karena terkejut. Namun detik berikutnya dia tersadar akan sesuatu dan tanpa ragu untuk menoleh.

"Kakak cium gak?"

Jacob menatap remaja SMP itu lalu terdiam. Keningnya berkerut. Dia juga dapat mencium bau sesuatu tapi tidak tahu bau apa.

"Ada yang kebakar?" tanya Junkyu lagi dengan pandangan masih tertuju pada tumpukan tangki.

Jacob buru-buru menarik Junkyu untuk keluar dari sana. Sepuluh detik pertama, mereka berhasil keluar mulus tapi detik berikutnya mereka langsung meringkuk ke aspal.

Bau terbakar tadi berubah menjadi ledakan besar. Api merah mulai menyambar seluruh gedung.

Dan Jacob bersyukur, emosinya tadi sempat memuncak. Jika tidak, mungkin mereka sudah terpanggang di dalam sana.

*Triumvirate*

TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang