Ilwoo menatap pria yang duduk di depannya itu sambil mengaduk-aduk minuman dengan pandangan yang fokus ke papan catur. Kemudian pandangannya beralih pada cowok yang berdiri di sebelah kirinya sambil menguncir rambut.
"Ini, dia emang sering kesini?"
Cowok rambut biru berkuncir itu melirik sekilas lalu mengangguk. "Hampir tiap hari kayaknya. Pokoknya udah disini pas jam tiga sampe nanti jam makan malam."
"Tiap hari? Sambil minum milkshake cokelat?" ulang Ilwoo dengan tatapan yang jelas terlihat tidak percaya. "Gak kamu kasih racun sekalian?"
"Aku gak segila itu, Om." Cowok itu nyaris memekik tidak terima.
"Kali aja kamu udah bosan ngeliat dia disini."
"Gak sih. Biar ada temen main catur juga."
"Oke." Pria yang sedari tadi menjadi bahan pembicaraan langsung menatap keduanya. "Jay juga sih yang kadang ngajakin main kesini."
"Jay?" ulang Ilwoo yang merasa nama itu terdengar asing di telinganya.
"Namaku." Cowok di sebelahnya menyahut.
"Gimana ceritanya Jinhwan jadi Jay?"
"Ya, gitu aja ceritanya."
Ilwoo jadi mengerti kenapa dia sedari tadi merasa tidak aman di tempat ini. Ternyata cowok di sebelahnya itu mirip pria di depannya.
"Terus," ucap cowok rambut biru yang bernama Jinhwan, "Om tumben kesini?"
"Tadi mau beliin cemilan buat anak-anak sekalian jenguk kamu." Ilwoo menghela nafas sebelum menunjuk kecil pria di depannya. "Sebelum pak tua ini manggil."
Tidak terima dipanggil tua, pria itu melemparkan salah satu pion catur ke pangkuan temannya. "Kita seumuran."
"Tapi lebih tua kamu!"
"Cuma beda sehari!"
"Tetep aja tua kamu!"
Kali ini giliran Jinhwan yang memijat pelipisnya. Dia jadi membayangkan jika ada satu pria lagi - yang dia kenal - bergabung dengan dua orang itu pasti akan tambah berisik. Dua pria itu saja sudah cukup membuat kepalanya pusing.
"Urus dulu tuh masalah suap di Creighton! Masa kepala yayasannya cuma diem-diem?!" ucap Ilwoo sambil menyambar minumannya.
Lawan bicaranya yang tidak lain adalah Lee Hyukjae hanya mengedikkan bahunya tidak peduli sambil membereskan catur yang tergeletak di atas meja. Kemudian dia menatap Jinhwan sambil mengangkat gelasnya yang sudah kosong.
Tahu maksud pria itu, Jinhwan hanya menghela nafas lalu mengangguk. Tidak lupa mengambil gelas kosong itu lalu melangkah pergi dari sana.
"Diabetes kamu kalo minum manis terus!"
"Gula darahku rendah dari dulu." Hyukjae menjawab santai lalu menyandarkan punggungnya. "Kamu gak ada kerjaan selain duduk disini? Showroom gapapa ditinggal?"
Jika Ilwoo tidak ingat jasa pria di depannya itu mungkin dia akan menyekiknya detik ini juga. Sayang saja, sekesal-kesalnya dia tidak bisa berbuat apa-apa pada pria itu.
"Mending kamu perbaiki hubungan sama Hyunjae."
"Gimana caranya? Dia aja suka ngindar kalo ketemu aku."
Ilwoo dapat melihat sirat kecewa dari wajah dingin pria itu. Sebenarnya dia tidak banyak tahu kenapa Hyunjae menghindari bertemu Hyukjae dari dulu tapi dia bisa sedikit menyimpulkan jika semua itu ada hubungannya dengan istri kedua Hyukjae.
"Udah coba tanya temen-temennya?"
Hyukjae menghela nafas untuk beberapa waktu lalu menggeleng. "Sampai hari ini cuma Jihan yang mau ngomong sama aku. Tapi dia juga gak tahu Hyunjae kenapa."
"Ya, aku bukannya mau berpikir negatif. Tapi hubungan kalian renggang semenjak kamu menikah dengan Gaeun."
"Tapi itu sudah belasan tahun."
Ilwoo menghela nafas sesaat sebelum melanjutkan kata-katanya. "Aku ingin tahu, apa kamu mencintai Gaeun?"
"Apa perjodohan paksa bisa disebut mencintai?"
"Berarti?"
"Sejak awal aku menolak perjodohan itu demi mamanya Hyunjae. Kamu pikir sekali sudah belasan tahun menikah dengan Gaeun, aku bisa melupakan cinta pertamaku?"
"Klise sih sebenarnya. Tapi kamu dengan mamanya Hyunjae memang saling mencintai dari awal."
"Aku sayang Hyunjae tapi aku juga merasa bertanggung jawab atas Gaeun sebagai suami. Kamu benar, hubungan kami merenggang semenjak pernikahanku dengan Gaeun. Coba saja aku gak setuju sama perjodohan itu, mungkin..."
Ilwoo mengibaskan tangannya. "Penyesalan pasti gak bakal ada habisnya sih. Dari awal orang tuamu memang gak setuju kalo kalian menikah. Bahkan mereka tidak menerima Hyunjae sebagai cucu sendiri dan sibuk menyusun rencana agar kalian berpisah. Dan boom, istrimu sakit."
Hyukjae terdiam seraya mengenang hal apa saja yang terjadi sebelum saat ini. Dia, istrinya dan Hyunjae hidup bahagia sekalipun saat itu harus ditekan kedua orang tua mereka. Tapi mereka tetap terus bersama.
Sampai ajal menjemput istrinya dan meninggalkan mereka berdua. Hyukjae harus kembali ditekan untuk menikahi anak dari rekan bisnis ayahnya. Sudah sejak lama rencana itu ditolak tapi ternyata ayahnya terus memaksakan hal itu tanpa peduli jika mereka baru saja berduka.
"Cinta? Lihat! Sekarang istrimu sudah mati dan kamu masih mencintai dia? Bahkan meninggal anak itu! Dia sama sekali tidka bertanggung jawab."
Jika saat itu Hyukjae berbakat menghajar orang seperti putranya, mungkin orang tuanya adalah target pertamanya. Bahkan sampai dia menolak perjodohan itu, Hyunjae adalah orang yang menjadi sasaran mereka. Terus dikucilkan dan dicerca. Padahal apa yang diketahui anak tiga tahun saat itu?
"Jika kamu masih menentang, aku akan menghancurkan semua hasil usahamu selama ini. Aku juga akan menghancurkan anak kesayanganmu itu. Kamu pikir orang sepertiku akan diam saja saat namanya dipermalukan oleh anak seperti kalian? Kamu dan Jaewook sama saja. Sama-sama tidak berguna. Oh, apa perlu aku menghancurkan keluarga kakakmu?"
Hyukjae bisa apa jika putra kesayangannya disebut seperti itu? Juga, usaha yang dilakukannya selama ini bersama mamanya Hyunjae akan dihancurkan semudah itu? Bahkan kakaknya yang tidak ada hubungan apa-apa sampai harus ikut terlibat? Orang tuanya benar-benar kehilangan akal sehat.
"Kamu sudah gila? Tolak perjodohan itu! Jangan pikirkan keluargaku! Aku bisa mengurus mereka. Sejak awal juga seperti itu, kan? Hyukjae, pikirkan Hyerim dan Hyunjae!"
"Aku ingin melakukan yang sama, melindungi kalian semua. Tapi apa kamu bisa diam saja saat anakmu dijadikan taruhan sepihak? Aku tidak mau Hyunjae harus menampung semua kebencian dari mereka. Aku...akan menghentikannya. Hyunjae tidak pantas menderita."
Tapi nyatanya, putranya itu tetap menderita sampai detik ini. Dibuang oleh kakek-neneknya dan juga olehnya sendiri.
"Tapi kalo..."
Ilwoo langsung mengangkat kepalanya.
"Kalo ini salah satu cara terbaik agar Hyunjae terhindar dari masalah, itu gapapa, kan?"
"Menggantungkan rasa sayangmu?" ucap Ilwoo yang terlihat tidak percaya. "Ayolah, siapapun yang melihat kalian masih jelas sekali jika kalian saling sayang. Begini saja, aku berikan satu saran."
"Apa?" tanya Hyukjae yang terlihat sudah tidak bersemangat sekalipun ucapannya terdengar dingin seperti biasa.
"Kamu cari tahu apa yang sudah pernah dilakukan Gaeun pada Hyunjae. Lalu pikirkan kelanjutannya. Kamu harus putuskan mana yang lebih baik untukmu dan Hyunjae."
"Gaeun?"
"Kamu sempat memikirkan itu? Jika jadi kamu, aku tidak akan menghiraukannya. Kepribadiannya saja sudah buruk, aku yakin dia sudah melakukan sesuatu pada Hyunjae. Ya, itu juga jika kamu masih memikirkan Hyunjae."
Dalam hati, Hyukjae langsung memantapkan diri untuk mengikuti saran Ilwoo.
*Triumvirate*
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]
FanfictionKelanjutan cerita anak-anak Triumvirate dan konflik yang bermunculan di sekitar mereka. Setelah semua yang terjadi, apakah pertemanan mereka akan terus bertahan atau akan berhenti di tengah jalan?