"Berarti saya udah bisa ngajuin surat penggeledahan ke sekolah dan surat panggilan kepala yayasan, kan?"
Jinwoo melingkari dua poin yang disebut lalu mengangguk. "Kalo surat panggilan kepala sekolah pasti beda, kan?"
"Berbeda sih." Minhyuk menatap satu lembar kertas yang ada di meja. "Kenapa memangnya?"
"Cuma nanya aja sih. Saya kurang tahu yang kayak gini soalnya." Jinwoo menjawab disusul tawa kecil.
"Kalian bisa percayakan hal itu dengan saya."
"Terus artikel rumor itu boleh mulai disebar, kan?" sahut Nayoung yang fokus pada laptopnya. "Sebenarnya tinggal dirilis saja sih tapi kita mau tahu pendapat om."
"Rilis aja. Saya juga serahin hal itu ke kalian." Minhyuk tiba-tiba mengalihkan pandangan ke tablet miliknya yang baru saja menampilkan sebuah notifikasi. "Oh iya, saya juga punya satu informan yang mengaku bagian yayasan. Dia juga baru selesai menyelidiki masalah lain di sekolah itu selain perkara suap."
"Sekolah kalian banyak masalah ya?!" sahut Nayoung pada tiga remaja yang duduk berjejer di sebelahnya.
"Maaf, anda juga pernah sekolah disana!" balas Jihan yang terdengar malas.
"Duh, gue cuma satu bulan disana abis itu diusir." Nayoung membalas seolah masalah itu bukan lagi rahasia.
Jinwoo tertawa pelan tapi bukan bentuk senang, melainkan seolah ada beban baru yang naik ke bahunya. "Masalah apa, Om?"
"Manipulasi nilai."
Jaehyun yang baru menyuap es batu langsung tersedak dan membuat sepupunya bergerak cepat untuk menolongnya.
"Ayo, Jae! Lo gak boleh mati cuma gara-gara keselek es batu!"
Ya, Jihan adalah sahabat yang memiliki tingkat suportif paling tinggi.
Setelah pulih, Jaehyun langsung menuding wajah Jihan. Hanya beberapa milimeter jarak ujung jarinya dari luka di wajah cewek itu. Jika tidak bisa menahan diri, mungkin dia akan mencakar wajah tersebut.
"Lo yakin bokapnya Hyunjae gak tahu apa-apa soal ini?"
Kini seluruh pandangan tertuju pada Jihan yang gantian mengunyah es batu. Tapi cewek itu terlihat biasa saja, seolah sudah menduga sejak awal.
"Nah, gue tahu nih kalo tampangnya kayak gini!" sahut Jinwoo yang sudah kelewat hafal dengan ekspresi adik sepupunya. "Ada yang dia tahu tapi gak pernah disampein."
"Loh, kan gak mungkin gue nambah beban kalian gitu aja!" balas Jihan sembari menopang dagu dengan tangan kanannya. "Lagian gak pernah nanya sih!"
"Tenang, kak! Tahan! Ayo, jangan emosi!" sahut Hyunsuk seraya memeluk kakak sepupunya dari belakang. "Tarik nafas terus hembusin pelan-pelan. Rileks, kak!"
Dari ekspresi Jaehyun, jelas sekali cowok itu berusaha menahan diri untuk tidak menghajar sahabatnya sendiri.
"Sekarang gue paham kenapa Taehyung bilang anak-anak Triumvirate buruh trapis pribadi." Nayoung menyahut sambil mengangguk-angguk sok paham. "Gue yang baru kenal aja udah emosi, apalagi mereka. Tekanan batin kayaknya."
Minhyuk terlihat mengangguk setuju. Padahal ini kali pertamanya dia bertatap muka dengan Jihan tapi entah bagaimana dia paham perasaan keponakannya.
"Ini serius deh, kalo Jimin nanyain adek tengahnya kemana, bilang aja gue yang nenggelemin dia ke sungai. Serius, emosi gue nih!" ucap Nayoung yang berusaha tenang tapi gagal. "Ah, gak bisa! Gimana, Jin? Gue bakal jadi pembunuh abis ini."
"Bunuh aja, gapapa. Ikhlas kok gue, serius." Jinwoo hanya mengibaskan tangannya tidak peduli.
"Kalo mau bunuh gue, jangan lupa bilang sama Kim Yeobin. Biar kalian bisa dapet bayaran hasil ngebunuh gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]
FanfictionKelanjutan cerita anak-anak Triumvirate dan konflik yang bermunculan di sekitar mereka. Setelah semua yang terjadi, apakah pertemanan mereka akan terus bertahan atau akan berhenti di tengah jalan?