160

5 1 0
                                    

Mark menatap rumah yang ada di depannya. Tergolong bagus walaupun tidak sebesar dan semewah rumah Yoongi. Dia beralih mengamati sekitarnya. Halaman rumah itu benar-benar terawat padahal sepengetahuannya rumah tersebut sudah lama ditinggalkan.

"Yoon," panggilnya tanpa menoleh, "berarti rumah ini termasuk TKP pembunuhan, kan?"

Yoongi yang berdiri agak belakang juga menatap ke arah rumah tersebut sambil memegang kalungnya. Dia juga baru menyadari ada sebuah garis kuning yang melintang di depan pintunya, tanda dari aktivitas kepolisian.

Mark merapatkan tubuh ke arah temannya lalu berbisik, "jadi gimana? Udah mulai ingat detailnya?"

Yoongi tidak langsung menjawab. Dia justru berjalan ke arah sisi kanan rumah, mengamati jendela kaca. Seluruh ingatannya yang menghilang sudah kembali. Detail bagaimana cara dia keluar dari kamar mandi, melihat Jiyeon tergantung di balkon, empat atau lima orang berpakaian hitam di sekitarnya, Jiyeon berbisik agar dia segera pergi dan Yoongi menurut. Satu orang menabraknya tapi dia terus berlari dengan kaki tanpa alas sampai akhirnya kecelakaan itu terjadi.

Karena semua hal itu, Yoongi malah meragukan dirinya sendiri. Sebenarnya dia amnesia atau tidak? Kenapa hanya dalam kurang dari satu minggu, dia berhasil mendapatkan seluruh ingatannya dengan jelas? Padahal...

"Jangan mikirin yang lain!" tegur Mark sambil menepuk bahunya. "Kita kesini buat mastiin kalo ingatan Lo gak salah, bukan mikirin apa dan gimana. Gue juga coba bantu tapi jangan bebanin diri Lo sendiri. Pelan-pelan, Yoon."

Yoongi menarik nafasnya sedalam mungkin lalu menghembusnya secara perlahan. Setelah itu dia mengangguk.

"Gue kabur dari pintu ini!"

Mark menatap pintu kaca yang ditunjuk temannya. Pintu itu tertutup rapat dan dilindungi oleh gorden biru langit di dalamnya.

"Tante Jiyeon pernah bilang kalo rumah ini bakal dia serahin ke anak-anak pantinya. Kayaknya lebih buat Hyunjun dan anak-anak seumurannya karena emang pasti susah ngadopsi yang seumuran mereka."

Mark masih membiarkan temannya itu bernostalgia. Ya, dia sangat tahu bagaimana Yoongi menghormati Jiyeon dan besarnya pengaruh wanita itu sampai membuat temannya berada di titik ini. Jika bukan karena wanita itu juga, mungkin dia tidak bisa melihat Yoongi sepanjang hidupnya.

"Loh?"

Keduanya langsung menoleh ke sumber suara. Jinwoo dan Youngjo berdiri dari arah depan sambil menenteng ransel masing-masing.

"Kok Lo berdua ada disini?" lanjut Jinwoo sambil mendekat. Pandangannya tertuju pada Yoongi dan mengamati si dokter dari atas sampai ke bawah. "Umm, tahu rumah ini juga?"

Tapi Yoongi terlihat tidak berpikir dan spontan memberikan jawaban yang sejujurnya.

"Ingatan gue udah balik. Kalian pasti tahu, kan?"

Youngjo, yang entah sejak kapan masuk ke rumah itu sudah berdiri di dalam sambil membuka pintu kaca di depan mereka. Cowok itu tersenyum tipis sambil memberikan isyarat agar ketiganya segera masuk.

Jinwoo sendiri terlihat baru memproses pernyataan Yoongi. Sudah beberapa hari otaknya tidak berhenti berpikir jadi rasanya agak sulit untuk mencerna seluruh informasi yang baru saja terdengar. Jadi yang keluar dari mulutnya hanya ucapan-ucapan tidak masuk akal.

"Kak, amnesia tuh enak gak sih? Terus caranya gimana? Gue terlalu pusing sama semuanya."

Youngjo langsung menggelengkan kepalanya dan mengabaikan cowok pendek itu. "Masuk dulu, kak! Ngomong di dalam aja!"

"Gapapa emangnya masuk ke rumah yang lagi dipasang garis polisi?" tanya Mark dengan hati-hati.

"Jinwoo yang tanggung jawab." Youngjo menunjuk pemilik nama seraya menggeser pintu kaca tersebut. "Kebetulan pas banget kita mau lurusin sesuatu sama kalian. Lebih tepatnya Kak Yoongi sih. Bisakan?"

TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang