Hentakan heels dan lantai menggema ruangan, menarik perhatian tiga wanita lain yang sudah duduk di tempat masing-masing. Wanita terakhir sudah datang yang artinya pertemuan mereka akan dimulai sebentar lagi.
Kini keempat wanita itu menampilkan ekspresi yang sama. Marah. Tidak perlu dideskripsikan lagi tentang apa yang menimpa mereka, yang pasti kejadian terbaru akhir-akhir ini sangat mempengaruhi keempatnya.
"Bagaimana pertemuannya?" tanya wanita yang sedari tadi memainkan mulut gelasnya.
Wanita yang baru datang tertawa sinis. "Mereka benar-benar sibuk menyelidiki semua orang."
"Park Jiyeon sialan!" ucap wanita yang memiliki rambut kecoklatan. "Walaupun sudah mati, masih saja membuat masalah."
Wanita yang melipat kedua tangannya langsung menyumpah kecil. "Bukannya bukti itu sudah dimusnahkan? Sebenarnya semua bukti sialan itu ada pada siapa?"
"Harusnya pada anaknya!" tunjuk wanita ketiga pada wanita kedua.
"Sial. Aku sempat berpikiran hal yang sama. Saat penyelidikan mereka mulai di ujung tanduk, aku sangat yakin mereka sudah terpojok. Tapi tidak tahu bagaimana semua itu keluar begitu saja."
"Sejak awal kita sudah masuk ke dalam permainannya." Wanita pertama berucap dengan tenang sekalipun ekspresinya tidak. "Semuanya sudah menjadi rencana mereka, termasuk kematian itu. Jiyeon sengaja menjebak kita dan berpikir semua baik-baik saja hanya dengan kematiannya."
"Artinya sejak awal kita sudah dipermainkan?" sahut wanita keempat dengan tidak percaya.
"Dia menemukan beberapa tentara penurut." Wanita ketiga menambahkan dengan malas. "Harusnya kita sadar jika semua itu tidak berakhir begitu saja."
"Masalah utamanya ada pada Park Jimin dan bagaimana anak itu merekayasa seluruh kematiannya." Wanita pertama menambahkan. "Dan tentang dua kematian terakhir, aku masih belum menemukan apapun. Tidak ada tanda-tanda mereka bangkit dari kubur."
"Lebih tidak mengejutkan lagi jika tiba-tiba Jiyeon kembali hidup." Wanita keempat berucap dengan maksud menyindir.
Tapi wanita kedua tidak mengambil pusing dan justru membalasnya dengan tenang.
"Ya, kata seseorang yang tertipu siswi SMA di sebuah hotel. Sejak awal sudah aku peringatkan untuk tidak terlibat dengan anak itu!"
Wanita pertama terlihat berpikir untuk beberapa waktu. "Tapi peran anak itu sepertinya sangat besar. Aku terlalu sering mendengar namanya setiap kali orang-orangku melakukan pekerjaannya."
"Sudah aku katakan berulang kali." Wanita kedua terlihat malas untuk mengatakan hal yang sama. "Sungguh, anak itu sama sekali tidak bisa dipercaya. Justru dia lebih berbahaya daripada kakaknya."
"Kenapa? Karena dia pernah menggagalkan rencana pembunuhannya sendiri?" timpal wanita keempat.
"Anak itu...keberuntungannya banyak sekali." Wanita pertama memaknkan gelas yang berisi wine. "Aku semakin ingin menyingkirkannya."
"Sekalipun kita berhasil menyingkirkannya, tetap tidak akan mempengaruhi mereka." Wanita ketiga memberikan penjelasan sesuai logika yang ada. "Mungkin hanya seperti sentilan kecil."
"Ya, sama seperti membunuh serangga kecil." Wanita kedua mendengus pelan. "Jika ingin menghancurkan mereka, kita harus menyingkirkan semuanya satu persatu."
"Untuk sekarang, aku membebaskan kalian melakukan apapun. Tapi sebagai peringatan, kalian tetap harus berhati-hati selama penyelidikan dilakukan." Wanita pertama memberikan pesan. "Karena aku sekarang sedang ingin menghancurkan mereka."
Wanita keempat melirik sebuah kertas kecil yang ada di atas meja lalu tersenyum sinis. "Sepertinya daftarmu bertambah satu orang?!"
"Dengan prioritas?" tambah wanita ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]
FanfictionKelanjutan cerita anak-anak Triumvirate dan konflik yang bermunculan di sekitar mereka. Setelah semua yang terjadi, apakah pertemanan mereka akan terus bertahan atau akan berhenti di tengah jalan?