150

5 1 0
                                    

"Cobain deh!" ucap Yeji sambil menyodorkan sepotong makaron ke arah Sunwoo. "Seungmin bilang Lo suka makan yang manis-manis."

Yang diajak bicara hanya tertawa canggung seraya melempar pandangan ke arah dua saudara tirinya yang pura-pura tidak peduli.

"Ngomong-ngomong, kembaran Lo gak ikut?"

"Hyunjin? Oh, tuh! Gara-gara dia!" ucap Heejin sambil menunjuk Hyunjin cewek yang bergabung dengan Seungmin dan Junkyu. "Sensi dia kalo mereka bareng-bareng. Faktor nama mereka sama."

"Kok gue?" protes si pemilik nama.

"Lagian Hyunjin gak enak ninggalin Jisung sendiri." Hyunjun menyahut sambil memainkan rubrik Eric.

Ngomong-ngomong sudah biasa bagi mereka jika akhir pekan berkumpul seperti ini. Anak-anak yang sudah duduk di akhir masa SMP itu selalu menghuni ruang VIP yang diisi oleh dua pasien ini. Jadi tidak aneh jika mendapati ruangan tersebut sudah dihuni oleh belasan orang di dalamnya.

"Tapi, Sun, keadaan Lo gimana? Patah tulang tuh berapa lama sih sembuhnya?" sahut Soobin yang kebetulan duduk di sebelah ranjang Jihoon.

"Dua bulan sih mentok-mentoknya." Sunwoo menjawab sambil cemberut. "Gak separah awal sih tapi kadang masih sakit aja kalo pas nafas."

"Kalo dua bulan, berarti Lo gak ikut ujian dong?!" sahut Giwook dengan tujuan menakut-nakuti. "Terus kalo gak ikut ujian dan gak lulus, artinya Lo gak bisa masuk SMA dong?!"

"Ah, jangan gitu dong! Gue gak mau tinggal kelas!"

"Lo gimana?" sahut Yoshi sambil mencolek kaki Jihoon. "Gapapa tinggal kelas?"

Jihoon cuma mengangguk dan berniat ikut menjahili Sunwoo. "Gapapa sih. Kan gue tinggal kelas gara-gara sakit. Otak gue masih agak pinter kalo dibilang tinggal kelas karena pelajaran."

"Iya, tahu! Nilai gue cuma pas-pasan. Itu juga masih ada yang didongkrak sama guru. Beda otak gue mah. Pas lahir, kepinteran nyokap gue diserap abis sama Kak Joon jadi gue gak dapet pinternya." Sunwoo menjawab sebal bonus memberi alasan.

Hampir seisi ruangan tertawa, menonton objek yang kini masih terlihat sebal. Kemudian beberapa detik berikutnya, mereka kembali sibuk pada keributan masing-masing.

Yangyang yang baru kembali dari kamar mandi langsung mengulurkan ponselnya pada Jihoon lalu duduk di pinggir ranjang. Remaja itu sejenak mengamati keadaan ruangan sebelum kembali fokus melihat temannya.

"Masih gak dibales, kan?"

Jihoon tidak menjawab dan memilih fokus mengamati dua ponsel di tangannya. Dua layar itu menampilkan sebuah chat berbeda dari satu nomor yang sama. Jihan.

Intinya sejak hari pertama Jihoon sadar sampai detik ini, tidak sekalipun dia melihat kakak perempuannya datang menjenguk. Dari semua deretan orang yang dikenalnya, hanya Jihan yang tidak ada mengunjunginya.

Jihan bahkan tidak mengiriminya pesan. Makanya sejak tadi dia mencoba untuk mengirim pesan pada kakaknya, lewat dirinya sendiri dan juga Yangyang. Dia bahkan tidak tahu apa yang sedang dilakukan kakaknya itu. Bahkan anak-anak Triumvirate saja mengunjunginya tapi tidak dengan Jihan.

Eric menepuk pelan kaki temannya lalu tersenyum tipis. "Gue gak tahu kakak Lo itu sibuk ngapain tapi positif aja dia lagi ngerjain sesuatu."

"Ngerjain apa?" gumam Jihoon yang nyaris terdengar kecewa. "Temen-temennya mampir kesini tapi cuma dia sendiri yang gak muncul."

Soobin melirik Eric seraya menggeleng pelan. "Jihoon terlalu overthinking. Lo sendiri tahu seberapa sering kakaknya yang itu terlibat masalah."

Yangyang merengut. "Lo juga malah nambah Jihoon jadi overthinking, Bin!"

TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang