Taeyong tidak tahu kenapa dia terperangkap di lingkaran ini. Padahal tadi tujuannya hanya memastikan jika orang berambut pirang itu adalah Park Jimin yang pernah dikenalnya. Bukannya berakhir di dalam ruang VIP sebuah restoran mewah dengan kedok makan siang.
Tidak berbeda pada Jihan yang duduk di sebelah kirinya. Cewek SMA itu menampilkan dua hal yang berbeda. Ekspresi bingung dengan tingkah tidak berminat berupa menyobek lembaran tisu yang kemudian di susun ke atas piring kosongnya.
Di ujung meja berbentuk persegi panjang, ada Daniel Lee yang memimpin. Barisan sebelah kanannya diisi oleh Jisung, Yeobin dan Ha Jiyeong. Sebelah kiri ada Jimin, Jihan dan Taeyong. Jangan tanya bagaimana wanita itu ada di ruangan ini.
"Jadi Tuan Lee," ucap Yeobin dengan sangat hati-hati, "bagaimana anda bisa mengenal Jimin?"
Daniel tampak tersenyum tipis tapi tetap tidak menunjukkan jika dia sedang beramah-tamah. "Tentu saja aku mengenalnya. Park Jimin, anak sulung dari Jiyeon. Anak baik yang sangat tampan."
Jimin tersenyum tipis kearah ibu tirinya.
"Bagaimana dengan Jihan?" lanjut Yeobin seraya menatap gadis SMA yang terlihat berbincang dengan Taeyong. "Saya merasa penasaran saja bagaimana orang hebat seperti anda bisa mengenal anak...SMA seperti dia."
"Jihan ya?" ucap Daniel seraya menatap gadis SMA yang tengah memunggunginya. "Dia teman kedua cucuku, juga anaknya Jiyeon. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalnya? Teman-temannya juga sering mampir ke rumahku. Mungkin saat ini mereka masih di rumahku."
"Di rumah anda?" ulang Yeobin dengan tatapan tidak percaya, apalagi saat Jihan menatapnya. Tapi wanita itu berusaha menjaga sikap. "Cucu Tuan Lee berteman dengan kamu?"
Jihan ingin menyahut sombong tapi dia hanya menjawab dengan anggukan kecil. Kedua tangannya sibuk memukul pahanya dengan gemas, bentuk ejekan secara tidak langsung pada wanita itu.
"Lalu," sahut Jisung dengan pandangan yang tertuju pada Jimin, "bagaimana kejadian delapan tahun yang lalu? Bukannya kecelakaan itu menewaskan kalian?"
Wajah Jimin tampak sedih dan kepalanya mulai tertunduk. "Aku harusnya tidak meminjamkan mobil itu kepada mereka. Dua teman sekolah Jinwoo. Tapi mobil itu, aku tidak tahu mobilnya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Jadi kecelakaan itu terjadi."
Taeyong dan Jihan saling bertatapan sebelum kemudian menatap pasangan suami-istri di depan mereka. Tidak tahu bagaimana, ada ada sedikit insting agar mereka menatap pasangan itu.
"Tapi bukannya waktu itu kamu..." ucapan Yeobin menggantung, seolah sama sekali tidak mempercayai penjelasan cowok pirang itu. "...bagaimana bisa?"
"Sehari sebelum kejadian, aku dan Jinwoo pergi keluar negeri. Kami mengurus sesuatu sesuai permintaan mama. Berita kecelakaan itu sampai dan menyatakan jika kami meninggal. Jinwoo takut pulang karena merasa bersalah akan kejadian itu."
Jisung terlihat gugup. "Lalu kenapa kalian diam saja selama bertahun-tahun?"
"Pasti akan terdengar gila," ucap Jimin agak menjeda untuk melirik Changwook yang tampak tersenyum, "mereka baru saja meninggal dan tiba-tiba muncul? Bukankah terdengar horor? Jinwoo juga mengalami kecelakaan disana dan membuatnya koma selama beberapa bulan."
Jihan tiba-tiba meringis saat pinggangnya dicubit Taeyong yang gemas. "Uh, maaf!"
Jimin tertawa kecil lalu menepuk kepala yang lebih muda, "Lo masih berisik ya?"
"Lumayan." Jihan melirik cowok berambut hijau di sebelah dengan ekor matanya dan menggumamkan kata-kata mengancam.
"Terus Jihoon, kabarnya gimana?"
Lagi-lagi alis Jihan ternaik dan melirik kakak sulungnya itu. Perasaan baru kemaren deh gue ngasih tahu Lo!
That's our secret, bitch!
"Baik-baik aja kok."
"Ayo makan!" sahut Daniel yang membuat beberapa pelayan mendekat dan mulai menata makanan di atas meja. "Kalian pasti lapar karena terkejut akan kedatangan Jimin, iya kan?"
Pasangan suami-istri disana saling bertatapan sebelum akhirnya mengangguk. Mereka merasa kalah untuk saat ini. Kedatangan Daniel Lee ke ruang rapat dan berita kepemilikan saham yang baru terungkap, terakhir kemunculan Park Jimin yang seharusnya sudah meninggal delapan tahun yang lalu. Kemudian ditambah hubungan pria tua ternama itu dengan siswi SMA bernama Park Jihan. Seolah-olah mereka baru saja dipukul mundur oleh sekumpulan tank.
"Wah, makanan disini enak juga." Daniel bersuara lagi setelah menyuap makanannya. Kemudian pandangannya tertuju pada Jiyeong. "Lain kali kalian harus rapat sambil makan siang seperti ini!"
"Baik, Tuan!"
"Oh," lanjut Daniel lagi sambil melirik pasangan suami-istri di sisi kirinya, "kapan-kapan ayo makan malam bersama! Mungkin juga kita bisa membicarakan soal penerus perusahaan bersama. Aku akan mengajak menantu dan cucuku. Jihan, kamu ajak adik-adikmu juga."
"Oke." Jihan menjawab dengan ekspresi kecewa saat piring tisunya sudah berganti dengan piring yang berisi sepotong daging steak. Kemudian dia melirik Taeyong seraya berbisik pada Jimin. "Lo kenal sama Lee Taeyong?"
Jimin menatap cowok berambut hijau itu sebelum membalas, "temen sebangku gue waktu sekolah."
"Wah, pantes mukanya kaget banget." Jihan menusukkan garpu ke daging steak miliknya lalu menghela nafas pelan. "Dan jangan pikir Lo bisa kabur abis ini!"
"Gue masih ada perlu sama kakek."
Jihan menurunkan pisau untuk steak lalu menekankannya pada paha Jimin. "Lo harus bertanggung jawab! Jihoon sibuk neror gue semenjak tahu kalian belum meninggal."
"Are you really planning to kill me?"
"After all that happened, you think I don't hold grudges against you? You've pissed me off for years! And of course, I'll come up with a plan to kill you!"
"Bitch, are you really going to kill me?"
"Liat aja ntar, kalo gue mood!"
Seketika Jimin merinding. Sekalipun mereka sudah lama tidak bertemu tapi bukan berarti cowok itu melupakan adiknya. Jihan selalu memegang omongannya dan Jimin takut cewek itu benar-benar membunuhnya.
*Triumvirate*
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIUMVIRATE SQUAD : 2ND BOOK [COMPLETED]
FanfictionKelanjutan cerita anak-anak Triumvirate dan konflik yang bermunculan di sekitar mereka. Setelah semua yang terjadi, apakah pertemanan mereka akan terus bertahan atau akan berhenti di tengah jalan?