•
•
•
•
_____________________Shayne terus menemani Irene yang masih betah berada dipinggiran pantai ditengah gelapnya dan angin yang berhembus kencang seperti ini , angin seolah tidak bisa mengusik bahunya yang terbuka padahal malam ini angin nya cukup kencang.
Gelapnya malam ini seolah mengerti dan paham tentang perasaan nya yang ikut suram akibat dihantam oleh badai yang sama sekali tidak pernah terfikirkan olehnya.
Sebenarnya jika dikaji ulang , seandainya dari awal Irene bisa jujur tentang ini mungkin ia bisa sedikitnya mencegah kemungkinan besar hal buruk yang tambah melebar seperti ini.
Seandainya dari awal ia mencari solusi dan membicarkan pelan-pelan kepada mertuanya mungkin hal semacam ini bisa tercegah tetapi semuanya sudah terlanjur , Irene sudah tidak bisa lagi melakukan apapun selain berusaha memikirkan bagaimana caranya membuat mertuanya kembali yakin dan Joy kembali bisa diajak kerja sama.
Seandainya , seandainya dan seandainya . Ia hanya bisa berandai-andai saat semua hal yang ia takuti selama ini akhirnya terjadi juga.
Ia terlambat , terlambat untuk membereskan kekacaun yang sudah ia mulai , seharusnya dari awal ia tidak diam saja.
"Kita kembali saja ya angin nya sudah terlalu kencang Rene" ,
Shayne membuka jas yang ia kenakan lalu meletakan pada bahu terbuka milik Irene , ia cukup paham tentang Irene yang kedinginan tetapi wanita itu tetap kekeh tinggal disini.
"Kenapa Shayne ?" ,
"Kenapa Nathan tidak percaya ?" , katanya pelan sembari menunduk melihat kakinya yang sesekali tertibun ombak yang bergulung kearah nya tapi hanya sedikit karena perut besarnya yang menghalangi pandangan nya untuk menatap seperti apa gulungan kecil itu.
"Kita harus apa ? , papamu meragukan kita" ,
Ia menangis lagi , kesekian kalinya untuk orang yang sama.
Shayne berdehem , ia sejujurnya tidak tau harus melakukan apa sekarang. Karena jujur saja ia hanya tau jika terjadi keributan besar disana saat ia sedang meeting bersama pemilik resor itu mereka tiba-tiba dikejutkan dengan aksi kejar-kejaran karena penasaran Shayne mengintip dari celah jendela yang menjadi penghubung antar ruang.
Tadi ia bisa melihat Irene seperti terpojok hingga membuatnya terus berdiri menyaksikan seperti apa ibahan wanita itu , hingga akhirnya ia menangis sendiri diluar sana , membuatnya tergugah untuk sekedar mendekat dan berakhir menemani Irene seperti ini.
Menemani Irene seperti ini , ia mengira sudah cukup ternyata belum wanita itu masih saja menangis bahkan mengaduh pada anaknya yang belum lahir itu.
"Bagaimana kalau kita pergi saja ? , kalian mau kan ?" ,
Irene menggelang ribut dengan pemikiran nya , mulutnya hanya spontan mengatakan itu. Jauh dalam lubuk hatinya , ia tidak akan pergi kalau memang belum benar-benar merasa lelah dan ingin pergi.
Tapi ia dibuat patah hati , dibuat lelah bukan karena orang ketiga tapi karena sikap Nathan yang kerap berubah-ubah dan seolah tidak memiliki pendirian.
Irene bisa merasakan jika sikap yang diberikan Nathan padanya hari ini seakan-akan menyuruh dirinya untuk pergi namun saat ingatan nya beralih pada semua ucapan dan perkataan Nathan selama ini sarat meyakinkan dirinya seolah Irene memang penting bagi pria itu.
Lewat ini ia jadi bertanya-tanya tentang dia siapa ? , seperti dianggap ada tapi tidak.
Irene , wanita itu kini merasa bersama Nathan dia akan terluka , tapi jika ia melepasnya sekali lagi bisa dipastikan ia akan lebih terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Mistake || Nathan Romejo Tjoe A-on
RomanceBest Mistake ~ Ketika satu kesalahan yang awalnya menjadi momok ancaman bagi seorang Nathan Tjoe dalam mempertahankan karirnya , mempertahankan nama baik keluarganya berubah menjadi kesalahan terbaik yang pernah ia lakukan dalam hidupnya. Elora Iren...