160. Konfrontasi di Sumatera (10)

40 4 0
                                    

Master Cindaku kini menghentikan langkahnya di dekat lokasi pertempuran. Pandangannya menatap ke sekeliling, melihat sebagian muridnya telah terkapar di tanah.

Nampak raut wajahnya menunjukkan rasa geram, sorot matanya mulai menatap tajam pada Praja, Maya, Nayla, Wulan, dan Rini.

"Rini, jelaskan padaku, kenapa kalian malah terlibat pertempuran di tempat ini?" tanya Master Cindaku dengan nada suara yang mengintimidasi.

Dengan tertunduk, Rini menjelaskan semuanya dari awal. Soal rencana para Indagis, dan juga alasan kenapa bisa terjadi pertempuran di tempat itu.

Mendengar penjelasan Rini, Master Cindaku lalu menghela napas. Kemudian ia segera menghampiri Maya dan Nayla.

Sembari memegang pundak kedua gadis itu, Master Cindaku pun berkata, "Maya dan Nayla, aku mengerti perasaan kalian. Kalian ingin agar Nayla segera membangkitkan kekuatannya kan? Kalian juga ingin membebaskan Ayah kalian? Tapi, bertindak gegabah bukanlah caranya!" jelas Master Cindaku.

"Perbuatan kalian sekarang ini bukannya berhasil membawa kalian pada keberhasilan, tapi justru malah membahayakan nyawa kalian berdua dan juga teman-teman kalian. Jika kalian ingin mencapai keberhasilan, maka bersabarlah dan berlatihlah dengan tekun, hingga di saat yang tepat, kalian akan menemukan jalan menuju hal yang kalian inginkan!" nasehat sang Master, membuat kedua kakak beradik itu tertunduk.

"Maafkan kami, Master! Kami telah bertindak gegabah hingga membahayakan nyawa kami sendiri!" ucap Maya, meminta maaf.

"Iya, tolong maafkan kami!" lanjut Nayla.

Master Cindaku hanya menghela napas mendengar permintaan dua gadis itu. Kemudian ia pun mengangguk sebagai tanda menerima permintaan maaf mereka.

Kemudian, Master Cindaku segera beralih pada Praja dan Agni. Ia segera berjalan dan berdiri di samping Praja.

"Agni, aku mewakili mereka ingin memohon maaf karena karena telah membuat keributan di tempat ini!" ucap Master Cindaku, membuat Praja terbelalak mendengarnya.

"Apa? Tapi Master..." ucapan Praja langsung dipotong oleh Master Cindaku.

"Diamlah nak, untuk sekarang ikuti aku saja!" perintah sang Master.

"Aneh, kenapa Master sampai segitunya? Memangnya siapa Agni sebenarnya?" pikir Praja dengan heran.

"Enak saja minta maaf setelah mengobrak-abrik tempat tinggalku. Agni, cepat habisi mereka!" perintah Mak Lampir dengan geram.

"Tunggu dulu, jangan apa-apakan muridku, mereka tak tahu apa-apa!" pinta Master Cindaku.

"Bagaimana jika aku menawarkan pertarungan satu lawan satu melawan salah satu pihak dari kalian?" ucap Master Cindaku.

Semua orang terbelalak mendengar penawaran dari Master Cindaku, seolah-olah dia mencoba menghindari pertempuran yang tidak perlu.

Hingga secara tiba-tiba Mak Lampir tertawa terbahak-bahak.

"Tawaran yang menarik, Agni, kau wakili aku!" perintah Mak Lampir, yang langsung disetujui oleh Agni.

"Bara, biarkan aku berpisah sebentar denganmu!" pinta Geni, melalui telepati.

Bara mengangguk, kemudian ia dan Geni segera berpisah, membuat tubuh astral Bara kembali normal.

"Tunggu, kakak! Biar aku yang wakilkan kalian!" pinta Geni, mengejutkan Agni, Bara, dan Mak Lampir.

"Apa kau bilang? Yang sanggup melawan Cindaku di sini hanyalah Agni, bukan kau!" ujar Mak Lampir dengan lantang.

"Aku tahu itu, tapi aku ingin mengetes kemampuanku yang sekarang. Apa masih sanggup bertarung sendirian atau tidak!" pinta Geni lagi.

Agni pun tampak berpikir sejenak, kemudian ia kembali berbicara pada Mak Lampir.

"Aku rasa tidak apa-apa membiarkan Geni yang bertarung, toh aku yakin dengan kemampuannya dia pasti bisa menang!" ucap Agni, mencoba membujuk Mak Lampir.

Mak Lampir pun menggeram kesal mendengar bujukan Agni, "baiklah, tapi awas saja kalo sampai kalah!" balas Mak Lampir dengan nada mengancam.

***

Secara perlahan, kelopak mata Angga pun terbuka. Seluruh tubuhnya kini terasa sakit akibat pertarungannya melawan Begu Ganjang tadi.

"Angga, syukurlah kau sudah siuman!" ucap Wulan, sembari memegangi tubuh Angga.

"Apa yang terjadi?" tanya pemuda itu.

Wulan lalu menjelaskan soal apa yang terjadi setelah pemuda itu pingsan, mengenai keadaan Bima dan Fajar yang juga dalam kondisi buruk setelah terkena serangan musuh dengan telak. Membuat mereka berdua kini hanya bisa terbaring tak mampu melanjutkan pertempuran.

Lalu sekarang adalah momen di mana mereka akan menyaksikan pertarungan Master Cindaku melawan Geni.

Posisi Praja dan yang lainnya kini berada di bawah sebuah pohon rindang yang dilindungi oleh barrier yang berasal dari gabungan energi Praja dan Maya.

Sementara posisi Mak Lampir dan para bawahannya berada di area seberang. Yang juga dilindungi oleh barrier yang dibuat oleh Agni.

Di tengah area itu terdapat sebuah bidang tanah yang cukup luas, cocok untuk sebuah arena pertarungan. Tampak pula Master Cindaku yang berdiri berhadapan dengan Geni.

"Kau tenang saja, aku tak akan menghabisimu!" ucap Master Cindaku.

"Heh, seharusnya aku yang ngomong begitu!" balas Geni sembuh tersenyum kecil.

Dengan sebuah tanda dari Agni, pertarungan pun telah di mulai. Terasa atmosfer di tempat itu mulai mencekam, hawa panas begitu menyeruak akibat aura berapi yang Geni keluarkan.

Seluruh tubuh Geni kini telah diselimuti api, pria itu segera melesat maju, menerjang Master Cindaku.

Master Cindaku pun menyilangkan kedua tangannya, mencoba menahan pukulan Geni. Terasa pukulan itu begitu membakar kulitnya, bahkan hingga membuat sang Master terdorong ke belakang.

Geni pun tak tinggal diam, ia segera melesat maju dan melancarkan pukulan berapi secara bertubi-tubi. Tampak raut wajah Master Cindaku begitu kesulitan menahan serangan bocah api itu.

Kemudian, Geni mulai melancarkan tendangan berapi yang mengarah ke pinggang sang Harimau, membuat mahluk itu sedikit merunduk untuk menahan tendangan Geni.

Lagi-lagi Master Cindaku kembali terpental ke samping. Geni tampak tersenyum menyeringai, seolah-olah telah memenangkan pertarungan.

"Apa cuma segini kemampuanmu? Mana yang katanya merupakan Penguasa Gunung Kerinci? Rupanya tak ada apa-apanya dibandingkan denganku!" ejek Geni.

Mendengar hal itu, Master Cindaku tersenyum kecil. "Keluarkan semua kemampuanmu, nak! Karena murid-muridku sedang melihat pertarungan kita!" ujar sang Master, membuat Geni terbelalak bingung.

***

Sementara itu, Praja hanya menatap Master Cindaku dengan ekspresi bingung.

"Ini aneh, kenapa Master Cindaku tampak begitu kesulitan melawan Geni? Dari tadi ia hanya fokus bertahan saja. Selain itu, Geni terasa lebih kuat dibandingkan saat dia bergabung dengan Bara. Apa mungkin Bara tak mampu memanfaatkan kekuatan Geni dengan baik?" pikir Praja dengan heran, sementara sorot matanya terus mengawasi jalannya pertarungan. Sesekali ia juga memperhatikan reaksi Mak Lampir, Agni, dan Bara dari kejauhan.

"Hahahaha, bagus Geni, hajar terus si harimau tua itu!" ujar Mak Lampir dengan lantang.

Praja hanya menggeram kesal mendengar teriakkan dari Mak Lampir.

"Sial, kenapa malah jadi begini? Master, sebenarnya apa yang kamu pikirkan?" batin pemuda itu.

***

Hantupedia:

Begu Ganjang merupakan hantu asal Pulau Sumatera. Ia digambarkan sebagai sosok mahluk yang tinggi besar, dan biasanya ditugaskan sebagai pesugihan untuk menjaga kebun atau ladang.

Menurut mitosnya, semakin lama kita melihat Begu Ganjang, maka semakin besar pula ukurannya.

IndagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang