Satu

5.5K 302 6
                                    

Ring... Ring... Ring...

Inu masih mengabaikan hapenya yang terus saja berdering tanpa kenal lelah itu.

Tatapannya seolah kosong. Wajahnya pun pucat bukan main.

Ia merasa telah gagal menjadi seorang anak. Ia merasa telah gagal menjadi seorang guru. Dan ia merasa telah gagal menjadi manusia yang bisa bermanfaat dan berguna bagi orang di sekitarnya.

'Mas Inu kapan pulang? Sakit bapak tambah parah, Mas...'

'Mas, rumah disini bocornya semakin parah.

Bapak mau bicara sama Mas Inu..'

Inu mencengkeram erat kemudi mobilnya. Titik air matanya itu berubah menjadi isak tangis yang tak terbendung lagi.

Dan bahkan, kini... motor kesayangannya -- yang ia beli dengan susah payah itu -- sudah berpindah tangan -- dan ia sama sekali tak memegang uang hasil penjualan motornya itu.

Karena uang itu dirampok di tengah jalan, pada saat perjalanan pulang. Sesaat setelah ia menjual motornya itu.

Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Ia menoleh ke arah kursi kosong di sebelahnya.

Meraih sebuah botol hitam kecil yang tergeletak begitu saja, dengan tangan gemetaran.

Ia tahu bahwa bunuh diri itu adalah dosa besar dan tak terampuni. Tapi tidak ada jalan lain baginya. Selain dengan meneguk cairan yang bisa langsung merenggut nyawanya hanya dalam hitungan detik itu.

Bukankah dengan begini, semua masalahnya akan selesai?

Bukankah dengan kematian, ia tidak harus lagi dipusingkan dengan bapaknya yang selalu sakit-sakitan itu?

Bukankah dengan kematian, ia tidak harus selalu mikirkan wanita yang hampir menjadi isterinya itu -- yang harus tewas secara mengenaskan dalam sebuah kecelakaan tunggal?

Inu memutar tutup botol itu.

Ya.. Hanya dengan cara inilah, semua masalahnya itu akan selesai...

Tuk.. Tuk..

Seseorang mengetuk kaca jendelanya. Inu mendapati sesosok nenek tua dengan penampilan yang lusuh itu.

Ia mengambil selembar uang lima ribuan dari dalam saku kemejanya. Satu-satunya lembaran uang yang masih dimilikinya saat ini.

Dan memberikannya kepada nenek tua itu...

Tuk.. Tuk.. Tuk..

Inu menurunkan kaca jendela mobilnya. "Maaf Nek, saya tidak punya uang lagi.."

Tangan nenek tua itu menjulur ke dalam. Memasukkan kembali uang itu ke dalam saku kemeja Inu.

"Bisakah kau keluar sebentar? Ada yang ingin kusampaikan padamu.."

Inu menutup kaca jendelanya lagi. Pikirannya kini bimbang. Karena si nenek tua itu enggan meninggalkan tempatnya.

Bahkan setelah 10 menit berlalu, nenek tua itu masih saja berdiri dengan wajah tuanya yang teduh itu.

"Baiklah, apa yang nenek inginkan dariku?!" Inu keluar juga dari dalam mobilnya.

Seketika si nenek langsung meraih tangan Inu.

Deg...!

Wajah Inu menegang. Kedua matanya pun membulat penuh. Ia melihat gambaran demi gambaran akan kejadian di sepanjang hidupnya itu. Termasuk ketika calon isterinya itu sedang memasakkan sup jagung kesukaannya.

Namun dari semua kejadian itu, ada sebuah kejadian dimana ia melihat satu sosok dengan senyumannya yang lebar itu. Sedang menggandeng tangannya. Berjalan di sebuah pasar malam yang sangat ramai sekali.

Si nenek itu melepaskan tangannya. Membuat Inu bisa menggerakkan kembali semua anggota tubuhnya.

"Ketahuilah Inu, bahwa Tuhan tidak akan mencoba seorang hamba diluar batas kemampuannya.."

Inu terhenyak. "Nenek tahu ---"

Si nenek tersenyum. Bersamaan dengan itu, angin sejuk berhembus dengan perlahan. Menerpa wajahnya.
Dan hanya sekedipan mata, penampilan si nenek itu sudah berubah seluruhnya.

Baju lusuhnya itu kini berganti menjadi gaun terusan berwarna putih bersih.

Dan entah sejak kapan, dua kucing persia berbulu lebat itu, tiba-tiba mengeong di sekitar kaki si nenek.

"Jelas aku tahu namamu. Karena kita pernah bertemu jauh sebelum ini. Seperti aku menemui orang-orang selain dirimu.."

"Nenek, kau ---"

"Tolong bersabarlah sedikit lagi.." Si nenek kembali menyentuh tangan Inu. Dengan wajahnya yang sedih dan lesu. "Tunggulah sampai ia datang menemuimu dan mereka. Dan lihatlah keajaiban apa yang akan dibawa olehnya.."

Inu benar-benar bingung dengan perkataan si nenek.

"Inu, kau adalah satu-satunya orang yang dipercayainya. Dan hanya denganmulah ia mencurahkan segala isi hati dan kehidupannya." Si nenek menatap Inu semakin dalam dan intens. "Bisakah kau berjanji untuk tak sekalipun menyakiti hati dan perasaannya? Bisakah kau berjanji untuk terus menjaganya?"

"Tapi ---"

Si nenek melepaskan tangannya. Menghela nafasnya pendek dan pelan. Lalu mundur sejauh dua langkah dari Inu.

"Yang kutakutkan kau tidak akan bisa memenuhi janjimu itu."

"Nenek, aku ---"

"Kau telah merasakan bagaimana sakitnya ketika kau kehilangan Julia. Dan ---" Si Nenek menengadahkan kepalanya. Menatap langit dengan awan gelapnya yang bergulung-gulung. "Ingatlah Inu -- ingatlah, bahwa tidak akan ada lagi pertemuan setelahnya. Kau harus ingat itu!!"

"Nenek..." Inu menelan ludah. Hatinya bergetar hebat saat melihat ekspresi si nenek barusan.

'Mas Inu, tadi aku bertemu dengan seorang nenek tua. Dia mengatakan kalau aku tidak akan bisa menjadi isteri yang sempurna untukmu..'

Inu terhenyak. Suara barusan itu tidak hanya jelas bisa ia dengar. Tapi seolah-olah, ia bisa kembali disaat ia dan wanita yang paling dicintainya sedang duduk berdua di teras depan rumah mungil mereka.

"Perpisahan itu amatlah pahit rasanya. Apa kau mau merasakannya kembali...?"

Tubuh Inu mengaku kembali. Sekarang ia ingat dengan nenek itu. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain hanya bisa menatap nenek tua itu yang kini semakin berjalan menjauhinya.

"Semoga kita bisa bertemu lagi, Inu..."

Wwuuzzz...

Tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang sekali. Dan dalam sekejapan mata, sosok nenek tua itu sudah menghilang seluruhnya. Begitu juga dengan kedua kucingnya itu.

'Kedatangannya tidak akan lama lagi, Inu. Sebaiknya kau bersiaplah..'

#####

Part 1 selesai juga deh..

Btw, tokoh utamanya siapa sih thor?

Hmmm...

pasti udah bisa ketebak kan?

😒😙😒

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang