Satu.Dua

997 119 0
                                    

Meskipun Dafa tidak pernah berinteraksi dengan orang banyak sebelumnya, namun di sekolahnya ini ia tidak begitu kesusahan untuk mendapat teman baru. Meskipun tak sedikit pula yang menganggap dia sangat aneh.

Saat jam istirahat, Dafa tidak pernah tinggal diam di kelasnya. Dia juga tidak terlihat berkerumun membentuk sebuah koloni dengan teman-temannya yang lain.

Ia paling suka menjelajah tiap sudut sekolahnya seorang diri.

Dari sekian banyak ruangan yang ada di sekolahnya, ruangan yang paling ia sukai adalah bagiannya kitchen sekolah.

Disana ia bisa melihat Kinno dan teman-temannya itu sedang berlatih memasak.

Mengolah bahan-bahan mentah, menjadi sebuah hidangan lezat yang bercita rasa tinggi.

Terus terang saja, ia sangat kagum dengan Kinno. Sebab menurutnya Kinno itu adalah orang yang sangat hebat. Dia bisa memotong bawang dengan sangat cepat sekali. Dan Dafa pun percaya, bahwa Kinno bisa melakukan hal itu dengan mata tertutup.

"Katanya besok penyeleksian anggota baru tim chef inti udah dimulai ya?"

"Iya. Yang daftar juga udah banyak banget."

"Soalnya kan anak-anak kelas dua belas udah persiapan mau ujian. Jadi mau gak mau, mereka pun harus mundur."

Dafa pun merasa tertarik dan sepertinya ia juga akan mencobanya besok.

Ia mencatat hal-hal apa saya yang harus dipersiapkannya pada acara penyeleksian besok. Dan rasanya ia sangat tidak sabar untuk menanti hari esok.

Habis mencatat beberapa poin penting dari kertas pengumuman yang ditempel di mading itu, Dafa kembali melanjutkan petualangannya.

Meski udara di luar ruangan kelasnya sangat buruk. Tapi ia akan tetap bertahan dengan panasnya udara di pagi menjelang siang itu.

Lagi, perhatian Dafa tiba-tiba tertuju pada apa yang ada di balik tembok tinggi yang sudah runtuh sebagian itu.

Ia terus saja melangkah mendekati tembok pembatas itu. Dan ternyata apa yang dilihatnya kini, tidak lain adalah siswa-siswa berseragam putih abu-abu. Seragam yang sama dengan seragam yang dikenakannya saat ini.

Tidak puas hanya memandangi dari posisinya. Ia pun memutuskan untuk melompat reruntuhan pondasi tembok itu.

Hap..!

Dia melompat dengan gayanya yang lucu dan aneh sekali.

Ia menoleh ke belakang. Syukurlah tak ada yang melihat dan menyadari apa yang sedang dilakukannya saat ini.

"Ohh jadi ini sekolahan juga..." Celotehnya.

"Hei...!!" Seseorang berteriak dengan sangat lantang sekali. "Mau apa kau di sekolah kami?!!"

Dafa merengut. Ia aneh saja dengan cowok yang tiba-tiba datang menghampiri sambil marah-marah itu.

"Pasti kau mau mengacau lagi ya?!!"

"Julian, jangan asal menuduh orang!"

"Aku gak nuduh! Tapi sekedar waspada boleh kan?!"

Dafa mendekati kelima remaja itu dengan sorot matanya yang berbinar.

"Halo kenalkan, namaku Dafa. Aku sekolah di sekolahnya Pak Martin Luther."

Wuzzzz...

Kelima remaja itu merasakan sesuatu yang tiba-tiba menyelimuti mereka begitu saja. Perasaan yang begitu damai dan rasa optimisme serta secercah harapan yang seolah bangkit begitu saja dari bagian terdalam diri mereka.

"Ada apa ini anak-anak?"

Kini perhatian Dafa beralih pada pria dengan kemeja putih yang lengannya digulung sampai siku itu.

"Hai, Paman...!!" Kali ini Dafa makin antusias melihat sosok pria bertubuh tinggi tegap itu.

Pria itu jelas saja tersentak. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan begitu saja sosok yang dikiranya manusia penghisap darah itu.

"Dafa..."

"Pak Inu kenal sama dia?!"

"Aku kan sudah pernah bilang, kalau kita pasti akan ketemu lagi..! Hhiiihii.." Dafa mengikik dengan gaya dan ekspresi wajahnya yang aneh.

Deg...!

Inu dan kelima anak didiknya seketika diam mematung. Mata mereka membuka lebar. Melihat satu sosok yang sedang berdiri persis di belakang Dafa.

'Inilah hari yang kumaksudkan itu. Tidakkah kalian merasakan akan tanda-tanda kedatangannya?'

Angin pun seolah berhenti berhembus. Begitu juga dengan sang waktu yang ikut terhenti.

"DAFA...!!"

Dafa menoleh. Ia mendapati Kinno dengan wajah emosinya itu.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?!!"

"Aku sedang berkenalan dengan teman-teman baruku, Kinno."

"Kau ini bodoh atau tolol, hah?!!" Tukas Kinno ketus. "Ikut aku sekarang!" Kinno pun menarik kasar tangan Dafa.

"Kau ini kenapa sih?!!" Dafa berhasil melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan Kinno. "Emangnya gak boleh kalau aku berteman sama mereka?"

"Kau lihat mereka sekarang!! Kau tahu apa yang sudah mereka lakukan pada sekolah Pak Martin Luther?"

Dafa menggeleng lemah.

"Mereka itu yang ingin menghancurkan reputasi sekolah kita!! Mereka itu sebenarnya orang-orang yang sangat licik..!"

"JAGA MULUTMU!!" Julian jadi orang pertama yang tidak terima dengan cemoohan Kinno yang ditujukan padanya dan juga teman-temannya. "JUSTRU KAULAH YANG SUDAH MEMBUAT KAMI SEMUA SENGSARA!! KAU YANG SUDAH MEREBUT SEKOLAH KAMI, DAN ---"

"Hentikan, Julian.." Inu memegang bahu muridnya itu.

"ORANG KAYAK KITA, GAK SEHARUSNYA BERGAUL DENGAN ORANG-ORANG RENDAHAN DAN LICIK SEPERTI MEREKA!"

Kinno kembali menarik Dafa dengan caranya yang kasar.

"Awas kalau sampai aku melihatmu sedang bicara dengan orang-orang itu lagi..!" Kinno setengah mengintimidasi.

"Aku kan cuma mau berkenalan, Kinno. Memangnya gak boleh?"

"Kau jangan bego, Dafa!!" Kinno menarik kerah seragam Dafa. "Sekali aku bilang tidak, ya tidak!!"

"Tapi ---"

"Disini semua siswa harus menurut padaku. Dan kalau kau berani membantahku, jangan salahkan kalau aku sendiri yang akan memberikanmu pelajaran!"

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang