Dafa kaget bukan main saat kedua matanya ditutup oleh tangan asing dari belakang.
"Pak Inu jangan bercanda deh, aku lagi sibuk nih..."
Bukannya mengendur, tapi tangan itu malah semakin erat menutupi kedua mata Dafa.
"Ayoo tebak..."
Senyum Dafa mengembang. Memperlihatkan deretan giginya yang putih terawat. "Kak Sam ya..!!?"
Sam terhenyak. Ia sempat bertukar tatapan dengan tiga orang di dekatnya, sebelum akhirnya ia melepaskan tangannya itu.
Dafa melempar senyum pada keempat orang itu. Sungguh sebuah kejadian diluar prasangka mereka.
"Ada Ayah Ardiansyah -- Nenek Anggita -- Kak Sam -- sama --" Dafa terdiam sejenak. Dahinya berkerut seperti ia sedang berfikir sejenak. "Tante Trinity pasti ya..!?"
Anggita Suryatama nyaris tak berkedip. Bibirnya bergemetar seperti akan mengatakan sesuatu.
"Boleh Nenek peluk, Dafa...?"
Dafa menolak dengan sedikit menjauh. "Aku lagi keringetan nenek, bau.."
"Tidak apa-apa, Dafa.."
Dan untuk pertama kalinya, setelah sekian lama --- Anggita Suryatama bisa memeluk kembali cucu bungsunya itu.
"Nenek kangen sekali denganmu, Dafa..."
Dafa menyengir saja. Ia agak sesak dan risih juga. "Nenek maaf ya, bukannya aku gak mau -- tapi aku masih banyak pekerjaan.."
"Pekerjaan?" Anggita Suryatama melepaskan pelukkannya. Ia memperhatikan sekitarnya. Dimana ruang makan di kosan itu yang tak seberapa luasnya, sedang dipenuhi tumpukkan loyang dan toples-toples, baik yang sudah terisikan penuh kue kering khas lebaran, maupun yang belum.
"Kau yang membuat ini semua, Fa?" Tanya Sam tak percaya.
"Iya, Kak Sam."
"Kalau begitu, kau pasti gak puasa ya..?"
"Kak Sam jangan sembarangan menuduh dong!" Dafa menggembungkan pipinya. "Puasaku sama sekali belum bolong tahuu..! Kalau gak percaya, tanya aja Pak Inu..!"
"Mas Dafa, ada yang mau mengambil pesanan dua lusin kue kering. Katanya suruhannya Ibu Widya.." Kata seorang wanita paruh baya sambil menyodorkan sebuah amplop putih pada Dafa.
Dafa membuka amplop itu. Memeriksa isinya dan mencocokkan dengan catatan di buku penjualannya.
"Ohh iya, Buat Ibu Widya yang ada pita kuningnya itu ya, Bu."
"Baik, Mas Dafa."
Ardiansyah dan Anggita Suryatama sama sekali tak melepaskan pandangan mereka dari sosok anak laki-laki kurus berkulit putih pucat yang tampak kelelahan itu.
"Fa, kalau kotak ini buat apa?" Tanya Sam pada kotak kardus sepatu yang dibolongi bagian tengah atasnya itu.
"Itu uang sumbangan buat anak-anak panti, Kak Sam." Jawab Dafa tanpa mengangkat kepalanya.
Disaat itulah, Kinno muncul dengan wajah kusut sekali. Dan dia pun tak tahu kalau siang itu sedang ada Anggita Suryatama dan keluarganya.
"Ehh Nenek Anggita sama Om Ardiansyah.." Ujar Kinno kikuk.
"Kau rupanya.." Sam mengedik.
"Hheehee.." Kinno tertawa tidak jelas.
"Dia itu mentang-mentang lagi belajar puasa, jadi kerjaannya tidur terus..." Dafa menyambar.
"Jadi kau baru puasa?!" Sam agak terkejut.
"Hhheehee, begitulah..."
Karena merasa malu dengan penampilannya, Kinno pun memutuskan untuk kembali ke kamar Inu untuk mandi dan berganti pakaian.
Handphone Dafa berdering. Panggilan masuk itu datangnya dari nomer Tita rupanya. Dia mengajak Dafa untuk berbuka puasa bersama nanti sore.
"Gimana kalau besok aja? Soalnya besok itu aku mau buka puasa bersama anak-anak panti."
'Anak panti yang di dekat sekolah itu ya, Fa?'
"Iya. Kalau mau nanti kau tolomg kasih tahu yang lainnya sama Nenek Stevie juga ya. Sekalian aku mau mengenalkan kalian sama anak-anak panti itu juga.."
'Oke deh, Fa. Sampai ketemu besok ya..'
"Apa Nenek juga boleh ikut?"
Dafa menatap Anggita Suryatama dalam-dalam. Lalu ia beralih pada Ardiansyah. Dari raut wajahnya itu, seperti ada yang ingin dikatakan olehnya.
"Ayah -- Nenek..."
"Iya, Dafa.." Anggita Suryatama yang menyahut.
"Itu --- sebenarnya --- uhmmm ---"
"Ada apa, Dafa.." Ardiansyah menyentuh tangan anak bungsunya itu.
"Apa aku boleh --- uhhmmm.." Dafa menggigit bibirnya. Ia benar-benar ragu untuk mengatakannya.
"Katakanlah, Dafa. Siapa tahu Nenek dan ayahmu bisa membantu."
"Sebenarnya sekarang ini aku sangat membutuhkan uang..."
"Uang?"
Dafa mengangguk pada Anggita Suryatama. "Soalnya tabunganku saat ini belum cukup banyak untuk bisa membelikan rumah baru untuk anak-anak panti itu.."
"Rumah baru?" Kali ini Ardiansyah yang menyahut.
"Iya ayah. Kemarin lusa aku dapat kabar kalau Ibu Aini dan anak-anak itu akan diusir dari panti. Soalnya rumah yang sekarang mereka tempati dalam sengketa bank."
Anggita Suryatama dan Ardiansyah sama-sama terdiam. Keduanya terdiam bukan karena masalah materi. Detik ini pun juga, keduanya bahkan sanggup untuk membelikan sepuluh rumah berlantai dua bertipe modern minimalis sekaligus.
Hanya saja yang membuat mereka terdiam adalah karena pemikiran Dafa yang tak pernah terpikirkan oleh mereka, sebelumnya.
"Nanti, kalau aku sudah punya uang aku janji akan menggantinya.."
"Dafa..." Anggita Suryatama menghela nafas panjang. "Trinity, tolong kau carikan rumah untuk anak-anak itu."
"Rumah, Bu Anggita? Tapi -- rumah yang seperti apa ya? Apa yang bertingkat? Ada kolam renangnya? Atau ---"
"Sebaiknya kau tidak usah mendengarkan Tante Trinity, Fa. Sebab, bisa-bisa nanti kau malah pusing dibuatnya.."
Dafa malah tertawa cekikikkan mendengar celotehan polos asisten pribadi neneknya itu.
#####

KAMU SEDANG MEMBACA
Growing
Misterio / SuspensoApa kalian pernah merasakan bagaimana rasanya terkurung di dalam rumah sendiri selama 10 tahun lamanya? Tanpa pernah melihat matahari, langit biru, gumpalan awan, rintik hujan, kilatan petir, dan tanah yang berlumpur... Tapi tunggulah ketika ia sud...