Dua.Tiga

820 91 0
                                    

Dengan menyewa sebuah angkot, Dafa dan teman-temannya berangkat menuju Bumi Perkemahan Ragunan. Dimana acara lomba memasakan antar siswa SMK/SMIP se-DKI Jakarta akan digelar.

Mereka semua kompak, dengan menginap di sekolah, supaya pagi ini mereka bisa berangkat bersamaan dan tidak kesiangan.

Diantara ketujuh siswa lainnya, Dafa lah yang kelihatan paling antusias sekali. Sepanjang perjalanan mulutnya terus saja mengomentari tentang berbagai hal yang sedang diamatinya itu.

Beda dengan Dafa, ketujuh temannya itu malah memasang ekspresi sebaliknya. Mereka sebetulnya sangat tidak yakin untuk mengikuti perlombaan ini. Apalagi dengan mengikuti acara ini, mereka akan berhadapan secara langsung dengan siswa-siswa dari sekolah Martin Luther.

"Julian, apa kau sudah siap?" Bisik Gabriel.

"Gak tahu.." Jawab Julian ketus.

"Kok gak tahu sih?! Kan kau ketuanya, Julian!" Eka mendelik kesal.

"Ehh, yang paling semangat ikut lomba ini siapa?!"

"Pak Inu, nanti habis lomba kita jalan-jalan lihat jerapah sama gajah dulu ya..!?" Tiba-tiba Dafa yang duduk di paling ujung, memotong pembicaraan.

Inu mengangguk saja. Pikirannya sendiri pun saat ini sedang kacau sekali. Karena belum lama ia pernah mengikutsertakan anak-anak muridnya dalam sebuah perlombaan memasak. Dan hasil akhirnya --- sangatlah memalukan!

"Kata Om Danu, kalau nanti kita menang, kita dibeliin es krim setempat besar loh!! Asyik kan?!! Hhhiiihii..."

Tidak ada yang menanggapi ucapan Dafa barusan. Karena masing-masing dari mereka, kini lebih memusatkan pikiran pada mimpi buruk yang akan segera mendatangi mereka.

Pukul 7.00 pagi, mereka sudah tiba di lokasi. Dan mereka bukanlah menjadi yang pertama yang hadir di lokasi tersebut. Karena sudah ada banyak peserta dari sekolah lain yang sudah tiba lebih dahulu dari mereka. Termasuk para siswa berwajah angkuh dan dingin dari sekolah Martin Luther.

Saat mereka tiba, mereka langsung menjadi pusat perhatian seluruh siswa dari sekolah lain. Hal ini tentu saja membuat Eka dan teman-temannya yang lain harus tertunduk sambil menahan malu.

"Haloo..!! Aku Dafa. Mereka ini teman-temanku loh.."

Tidak seperti teman-temannya yang merasa rendah diri, Dafa malah sebaliknya. Ia merasa sangat percaya diri sekali, memperkenalkan dirinya, teman-teman, dan juga sekolahnya.

Saat ada seorang siswa dari sekolah lain yang mengatakan bahwa SMK Ellite Rovario akan ditutup, Dafa langsung membantahnya dengan tegas.

"SMK Ellite Rovario tidak akan pernah ditutup! Jangan dengarkan berita bohong dari orang-orang jahat itu ya.."

Pagi ini, ada sekitar 15 sekolah kejuruan dan perhotelan se-ibu kota yang ikut serta dalam perlombaan memasak.

Namun, jumlah yang terbilang kecil ini, tetap saja membuat nyali Eka dan teman-temannya yang lainnya menciut.

"Bu Nuriyanti, apa kita pulang aja ya?" Bisik Tita.

"Aku gak suka dengan tatapan mereka.." Ujar Eka pelan.

"Anak-anak, ada yang liat Dafa?" Tanya Inu. Dan langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh seluruh anak muridnya itu.

"Pak Inu sudah daftar?" Tanya Bu Fatma.

"Sudah, Bu.." Ketika menjawab, ekspresi wajah Inu kelihatan murung sekali.

"Ada apa, Pak Inu?" Tanya Bu Nuriyanti.

"Sekolah kita mendapat nomer peserta tiga belas..."

"Angka sial!!" Tukas Leon seketika. "Semalam itu aku mimpi buruk!! Dan kebukti kan?!!"

"Itu disana teman-temanku..!!"

Mereka semua sontak menoleh ke arah sumber suara cempreng dan sangat berciri khas itu.

Dan disanalah -- diantara puluhan siswa dari sekolah lain, Dafa sedang membaur dan memperkenalkan sekolah dan teman-temannya.

"Punya nyali juga kalian datang ke tempat ini..." Secara mengejutkan, beberapa siswa dari sekolah Martin Luther datang menghampiri Eka dan yang lainnya.

"Aku rasa masih ada waktu untuk kalian berubah pikiran.."

Eka menggenggam tangan Sheila. "Kita pulang aja yuk..."

"Kalian salah besar jika menganggap Dafa adalah dewa penolong yang bisa menyelamatkan kalian.." Kini Kinno yang berbicara. "Karena yang memang kekuasaan penuh adalah Pak Martin Luther dan ayahku. Dan dia ---"

"Jangan pernah ganggu teman-temanku!!" Dafa langsung pasang badan di depan teman-temannya.

"Cihh, dia lagi..."

Dafa melepas sepatu pantofel bertalinya. "Kau pergi, atau kulempar pakai sepatu!!?"

"Lihatlah teman kalian ini -- bahkan cara mengikat tali sepatu saja tak bisa dilakukannya.." Kinno menyunggingkan seulas senyum sinis dan meledek.

"Kau itu kenapa sih harus jadi orang jahat, Kinno?!"

Kinno terhenyak. Entah kenapa dadanya tiba-tiba terasa sesak dan sakit saat Dafa mengatakan hal itu.

Dafa berbalik memunggungi Kinno dan teman-temannya yang menyebalkan itu.

"Tidak usah dengarkan mereka yahh, karena masih banyak teman-teman kita yang baik dari sekolah lain kok.."

"Ya-ya-ya, kita akan lihat nanti -- siapakah pecundang yang sesungguhnya..." Kinno sengaja mengeraskan suaranya. Lalu ia dan teman-teman satu sekolahnya, pergi menjauh dari Dafa.

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang