Satu.Tiga

962 111 0
                                    

"Kok kayaknya daritadi aku liat kau melamun aja sih, Fa?"

"Ohhh -- hai, Prambudi." Senyum Dafa mereka pada teman satu bangkunya itu.

"Panggil aja aku Budi, Fa." Jawab cowok yang tingginya tidak lebih dari Dafa.

Dafa itu sangat mengagumi sosok Budi sejak pertama kali menginjakkan kakinya di kelasnya. Bagi Dafa, Budi itu adalah cowok yang sangat keren dan hebat. Buktinya aja Budi bisa menjadi ketua kelas, dan orang kepercayaan wali kelasnya.

"Kenapa aku gak boleh berteman dengan mereka?"

Budi celingukkan. Dia gak paham dengan siapa 'mereka' yang Dafa maksud itu.

"Itu loh, Prambudi -- anak-anak sekolah sebelah."

Ekspresi wajah Budi berubah seketika. Dia tidak tahu harus menjawab dengan jawaban seperti apa. Karena ia takut salah berbicara, hingga nantinya malah berakibat fatal bagi dirinya sendiri.

Apalagi Budi itu kan salah satu anak yatim piatu yang paling beruntung, bisa mendapatkan beasiswa penuh di sekolah Martin Luther. Dan ini semua tentu saja berkat campur tangan Danu M.Setianto. Ayah dari siswa yang paling ditakuti dan disegani di sekolah ini.

"Udah ahh, aku mau keliling dulu. Siapa tahu aja aku bisa bertemu dengan hantu."

Yaa, meskipun udara diluar sangat panas menyengat, namun pada akhirnya Dafa mulai bisa beradaptasi. Karena tidak ada hal lain yang lebih menyenangkan selain dari menjelajahi tiap sudut sekolahannya itu.

"Kinno...!!"

Kinno yang sedang berbicara serius dengan ketiga siswa lain, harus dibuat memutar bola matanya. Sebenarnya dia itu paling risih kalau Dafa selalu aja berusaha mendekatinya.

"Kau pakai baju apa sih? Aku mau juga dong.."

"Kau ini kenapa sih, selalu aja mau tahu urusanku?!"

Dafa mengerjap. Ia memperhatikan Kinno dengan mata membulat penuh.

"Kau sangat keren dan tampan, Kinno!"

"Dan kau sangat aneh!" Tukas Kinno seraya mengibaskan tangannya, dan berlalu pergi begitu aja.

Perhatian Dafa selanjutnya tertuju pada kerumunan siswa yang sedang berkumpul di depan ruang Dewan Siswa.

Ia ikut bergabung ke dalam kerumunan itu. Dan mendengarkan dengan seksama apa yang sedang disampaikan oleh kakak kelas mereka.

Dafa mengangguk-angguk seolah paham. Padahal ia tidak begitu paham. Yang bisa ia tangkap dalam pembicaraan itu adalah, besok akan diadakan seleksi penerimaan anggota baru tim masak, untuk mewakili perlombaan demi perlombaan yang akan datang.

"Budi, kalau kita mau ikut apa harus bayar?"

Budi menggeleng lemah. Bukan karena dia tidak antusias mengikuti seleksi itu. Tapi karena, dia mendapat kabar bahwa beasiswanya akan dicabut tanpa sebab yang jelas.

"Apa aku boleh daftar?" Tanya Dafa pada kakak kelas yang sedang membagikan brosur pada siswa lainnya.

"Siapa aja boleh ikut kok."

"Syaratnya ada disini. Besok jangan lupa bawa baju koki, dan harus sudah sampai jam 6 pagi."

"Ohhh, oke. Terima kasih."

Dafa pun kembali ke kelasnya. Sepanjang ia melangkah, ia terus memandangi brosur yang sedang ia pegang.

Membayangkan, kalau ia akan bisa menjadi koki hebat seperti Kinno. Bisa keliling dunia, dan mengunjungi banyak negara.

Dan dia sudah tidak sabar, untuk segera bertemu dengan esok hari.

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang