Delapan.Dua

645 81 1
                                    

Sebentar-sebentar Nata menoleh pada Kinno. Namun ketika Kinno menoleh balik, Nata pura-pura membuang muka dan mengalihkan perhatian pada ponselnya.

Sebenarnya ada begitu banyak yang ingin dibicarakan oleh Kinno. Tapi pagi ini, dia seperti tak punya keberanian untuk sekedar membuka obrolan ringannya dengan sosok yang sedang duduk di sebelahnya itu.

Pun begitu juga dengan Nata. Terlihat bibirnya sedikit membuka, seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun tak juga sedikitpun suara yang keluar dari mulutnya.

"Kinno.."

Kali ini Kinno menoleh. "Ya?"

"Kau tidak ingin memberiku sesuatu?"

Dahi Kinno berkerut. Laju mobilnya pun ia pelankan. Setelah lampu merah ini, mereka akan berbelok dan tiba di sekolah mereka dulu.

"Bukannya kau bisa membeli apapun, hmmm..?"

"Kinno..." Nata menatap lekat-lekat Kinno. Tak ayal mata keduanya pun bertemu. "Apa kau lupa dengan janjimu dulu?"

Deg-deg...!

Jantung Kinno berdegup kencang. Di usianya yang kini sudah berkepala dua, tentu saja kepalanya itu sudah diisi dengan ratusan atau bahkan ribuan memori kejadian-kejadian yang ia alami sepanjang hidupnya.

"Tidak apa kalau kau tidak ingat.." Nata mengalihkan pandangannya.

"Hei.." Kinno meraih tangan Nata. "Please..."

Nata mengulas senyum. "Lupakan saja.."

Mobil Kinno kembali melaju. Dan setelahnya, pikirannya benar-benar terganggu dan ia tak bisa berkonsentrasi. Ia mencoba membuka rekaman memorinya bertahun-tahun silam. Tapi tetap saja, memori itu seakan hilang dari dalam kehidupannya.

Di kejauhan, mereka berdua bisa melihat kerumunan wartawan yang tampak memenuhi gerbang depan SMK Ellite Rovario.

Entah darimana mereka mendapatkan kabar, bahwa Nata akan datang berkunjung ke sekolah itu. Yang pasti, sudah sejak pagi-pagi sekali para wartawan itu sudah mulai berdatangan.

Mobil Kinno masuk tanpa susah payah. Karena tak satupun dari wartawan itu yang menyadari ada sosok Nata di dalamnya.

"Apa aku membuat repot semua guru-guru dan teman-teman ya?" Ujar Nata pelan saat melihat guru-guru dan siswa SMK Ellite Rovario yang sudah memenuhi lapangan cuma untuk menyambut kedatangannya. Padahal seharusnya, sejak minggu lalu sekolah sudah diliburkan karena menjelang idul fitri.

Nata turun dari dalam mobil, dengan penampilannya yang tak biasa. Pagi ini, ia sengaja datang ke sekolahnya itu, dengan memakai seragam khas SMK Ellite Rovario. Dan tentu saja itu membuat pangling semua orang yang melihatnya.

"Assallamualaikum.." Nata memberi salam pada teman-teman dan guru-gurunya.

"Waalaikumsalam.." Jawab Bu Nuriyanti dengan mata berkaca-kaca. "Dafa..."

"Ya Allah, Ibu seperti melihat --- Dafa..." Ujar Bu Fatma dengan air mata menitik.

Tak sedikit juga dari para siswa SMK Ellite Rovario yang mengatakan kalau Nata memang masih pantas memakai seragam sekolah itu, meski usianya kini sudah berkepala dua.

"Pak Martin Luther..."

Martin Luther tak bisa mengatakan apa-apa. Dia langsung menarik Nata ke dalam dekapannya.

"Williamku... Malaikat kecilku.." Bahkan seorang Martin Luther yang selalu memasang wajah galak dan dingin, pagi ini harus mengucurkan air mata. "Terima kasih karena kaulah yang telah membuat toko rotiku menjadi besar..."

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang