Satu.Delapan

872 104 0
                                    

"Kinno..."

Kinno terhenyak. Ia menatap semua teman-temannya itu. Sejak malam pertemuan dengan nenek tua itu, ia selalu dibayang-bayangi akan sosok itu.

"Latihan kita gimana?"

Kinno tak menjawab. Ia langsung melepaskan celemeknya, berjalan tergesa meninggalkan dapur sekolah, menuju mobilnya.

Jika memang benar yang dikatakan nenek tua itu --- bahwa 'dia' masih hidup. Setidaknya akan ada satu petunjuk yang mungkin saja bisa ia temukan di gedung panti asuhan kini hanya tersisa pondasinya saja.

Kinno memarkirkan mobilnya di depan sebuah bangunan yang tampaknya sudah seperti tidak bangunan lagi.

Tidak ada tembok kokoh tinggi menjulang mengelilinginya. Tidak ada lagi atap-atap dan pohon-pohon angsana serta beringin besar.

Yang ada hanyalah sisa-sisa dari kebakaran hebat bertahun-tahun silam lalu.

Kinno memandangi pondasi di tengah ilalan dan semak belukar itu. Ia teringat ketika sebuah sandal jepit mendarat tepat di atas kepalanya. Dan seorang anak laki-laki kurus berlari dari arah dalam bangunan itu dengan air mata bercucuran.

'Kenapa kau menangis?!'

'Tidak. Aku tidak menangis!'Jawab si anak kurus itu.

'Apa mereka mengusilimu lagi?'

'Kau jangan sok tahu, anak gendut!'

'Huh!! Namaku Kinno tahu! Bukan anak gendut!'

Angin sejuk berhembus pelan menerpa wajahnya. Kejadian itu sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Jika memang benar sosok itu masih hidup, apakah dia akan mengenalinya?

Kinno maju selangkah. Lalu ia berjongkok dan mengorek-ngorek tanah berpasir di hadapannya.

'Apa kau tahu Kinno, kalau kita bisa menembus sampai inti bumi loh..!'

'Memangnya disana ada apa?'

'Ada kerajaan permen sama cokelat.'

"Kinno?"

Mendengar seseorang menyebut namanya, ia langsung bangkit dan menoleh.

"Sedang apa kau disini?"

Kinno mengangkat bahu. "Tiba-tiba saja aku mau kesini, Om."

"Om kira kau masih di sekolah.." Pria itu ikut menyender pada mobil Kinno.
"Om Anthony sendiri -- sedang apa?"

"Hanya ingin melepas rasa rindu dan bersalah." Anthony Grooberry melempar senyum kecut. "Seandainya saja, waktu bisa diputar kembali. Dan Om akan rela menukarnya dengan separuh kehidupan yang Om miliki.."

Kinno menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. Semakin sore, cuaca rasanya terasa semakin dingin saja.

"Apa yang akan Om lakukan, jika ternyata William masih hidup?"

Anthony menghela nafas. Matanya menerawang jauh. "Apa mungkin ia bisa selamat dari kobaran api yang sangat besar itu?"

Kinno cuma mengulas senyum tipis. "Aku duluan, Om."

Anthony sedikit menyingkir dari mobil Kinno. Memberikan ruang pada remaja itu agar bisa membuka pintu mobilnya.

"Kinno..."

"Ya..?"

"Apa kau sudah membujuk Dafa untuk kembali?"

Kinno menggeleng lemah. "Aku masih mencobanya, Om.."

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang