Satu.Lima

918 116 1
                                    

Keempat orang itu masih berjongkok di depan sebuah pusara yang kelihatan masih baru. Cukup lama mereka memandangi pusara itu, dengan tatapan sedih dan lesu.

Sementara langit kian gelap, dan angin berhembus kencang. Bersamaan dengan cahaya kilat yang saling susul menyusul dan bersahutan.

"Udah mau hujan nih. Balik sekarang yuk..." Kata si cewek dengan kerudung hitam yang asal dipakainya itu.

Keempat orang itu pun menyudahi acara ziarah ke makam salah satu teman dan sahabat mereka. Mereka bergegas kembali, menuju mobil yang terparkir di area depan gerbang pemakaman.

Dduuarrrtt...!!

"Allahu akbar!!" Pekik salah satu cewek histeris sekali. Bersamaan dengan itu, hujan turun dengan sangat lebatnya. Padahal keempat orang itu, baru saja menempuh separuh perjalanan.

Mau tak mau, mereka pun meneduh di sebuah makam keluarga yang diberi atap dari asbes. Setidaknya disini lebih baik daripada harus melanjutkan perjalanan ke depan gerbang pemakaman.

"Nih, aku bawa plastik. Taruh aja hape kalian di dalamnya." Kata salah satu cewek.

Waktu terus berjalan maju. Langit semakin pekat. Selain mendung, warna langit itu juga menandakan bahwa malam sudah menjelang. Menggantikan siang yang terang benderang.

"Duhhh, apa kita nekat aja ya?"

"Yaudah deh, daripada kita disini terus. Mau sampai kapan?"

Ketiga cewek dan satu cowok itupun berlari menembus hujan, dan tanah merah kuburan yang becek dan licin.

Hanya tinggal beberapa puluh meter lagi, mereka sampai di gerbang utama pekuburan. Lalu lalang kendaraan pun sudah mulai terlihat dan terdengar riuh.

Namun saat sebuah kilat menyambar, langkah mereka terhenti seketika. Mendapati satu tubuh berseragam putih abu, tak sadarkan diri dalam terlungkup.

"Kalian melihatnya kan? Dia bukan setan kan?" Kata si cewek gemuk panik.

"Roni, periksa sana gih!" Kata cewek lainnya. Memaksa teman cowok satu-satunya itu memeriksa.

Roni membalik tubuh itu. Memeriksa denyut nadinya. Dan memastikan kalau sosok itu masihlah hidup.

"Korban tawuran kali...!?"

"Atau dia jambret?!"

"Terus gimana sekarang?!" Roni memandangi ketiga temannya itu. "Tubuhnya dingin banget..!"

"Kita bawa ke kosan aja deh!"

"Kau yakin, Wi?!"

Cewek berambut pendek dengan sweater kuning terang itu pun mengangguk. Sebab dia tak sampai setega itu, meninggalkan sosok itu begitu saja di pemakaman yang sudah gelap gulita.

"Ron, bisa cepetan dikit gak?!" Tukas Wiwik.

Roni terus memusatkan pandangannya pada jalanan di depannya. Beberapa ruas jalan menuju kosan mereka, rupanya tergenang banjir. Membuat antrian kendaraan sedikit mengular.

"Kita lewat jalan tikus aja deh..!" Usul Farida. Si cewek gemuk yang daritadi terus memperhatikan wajah pucat anak laki-laki yang tidur di pangkuannya itu.

Roni banting stir melalui gang sempit. Meski sempit, namun jalanan itu masih bisa dilalui mobil toyota agya putih milik Wiwik. Terlebih, jalanan itu nyaris selalu sepi dikarena adanya kabar burung yang mengatakan kalau gang ini adalah gang yang sangat angker dan ada penunggunya.

Setelah melewati gang sempit dan jalan raya sedikit, akhirnya mereka sampai juga di depan sebuah bangunan bertingkat 4 yang dindingnya didominasi warna hijau muda itu.

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang