Empat.Enam

692 93 0
                                    

Telepon di ruangan Bu Nuriyanti tak henti-hentinya berdering sejak tadi. Rupanya panggilan masuk itu adalah panggilan dari para orang tua calon murid angkatan baru sekolahnya. Selain panggilan melalui telepon, banyak juga para calon siswa beserta orang tuanya yang datang langsung untuk melihat bagaimana keadaan SMK Ellite Rovario yang kini tengah dalam tahap renovasi besar-besaran itu.

Sejujurnya, para calon siswa baru itu sangat penasaran dengan sosok Dafa yang sangat fenomenal itu. Tak jarang begitu mereka sampai di sekolah itu, hal pertama yang mereka lakukan adalah ingin segera bertemu secara langsung dengan Dafa.

Namun sayangnya, Dafa kini jarang berada di sekolah. Bukan karena membolos atau apa. Tapi karena kini dia semakin disibukkan oleh bisnis kateringnya yang kian membesar.

Terlebih saat ini adalah bulan suci ramadhan. Dimana pesanan nasi kotak untuk berbagai acara buka puasa bersama, terus saja datang membanjiri tak henti-hentinya.

Sampai-sampai Dafa pernah melewatkan tiga perlombaan memasak antar sekolah kejuruan dan perhotelan.

Awalnya teman-temannya itu bersikeras tidak akan ikut serta dalam perlombaan itu, tanpa kehadiran dirinya. Namun karena Dafa terus meyakinkan bahwa mereka tetap bisa walaupun tanpa dirinya, akhirnya teman-temannya itu pun maju walau dengan perasaan cemas bukan main.

Dan mereka pun tetap bisa membuktikannya, walau tanpa kehadiran Dafa, mereka tetap bisa membawa pulang piala kemenangan itu.

Eka dan teman-temannya yang lainnya, berhasil mematahkan prasangka buruk siswa dari sekolah lain, yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa melakukan apa-apa, karena selama ini hanya Dafa seorang yang berperan penting dalam setiap perlombaan yang mereka ikuti.

Hari ini adalah hari Jumat di pertengahan bulan Juli yang sangat cerah dan kering. Dafa turun dari atas motor dengan setengah melompat. Seperti biasa yang dilakukannya.

Teman-temannya menyambutnya dengan suka cita. Berhubung minggu ini adalah minggu tenang, dalam artian tidak ada kegiatan belajar mengajar dikarenakan sabtu esok seluruh siswa akan menerima buku raport, lalu setelahnya mereka libur panjang sekali hingga tahun ajaran baru mendatang nanti.

"Aku kira kau sudah lupa dengan kami disini, Fa.."

"Mana mungkin aku bisa lupa, Eka. Sekolah ini kan rumah keduaku. Dan kalian semua adalah keluargaku juga.."

"Dafa, dari kemarin banyak banget yang ingin bertemu dengan kau loh.." Tita kelihatan antusias sekali.

"Oh ya? Memangnya ada perlu apa mereka sampai mencariku?"

Kalau sudah mengobrol dengan teman-temannya itu, Dafa sampai benar-benar melupakan Inu. Bagitu turun dari atas motor, Dafa langsung pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun pada Inu.

Tapi Inu tidak mempermasalahkannya. Yang membuatnya bermasalah dan cemas adalah ketika Dafa sedang marah dan ngambek. Tidak mau bicara sedikitpun dengannya. Dan itu benar-benar membuat kepalanya pusing bukan main.

"Pak Inu, sepertinya kita harus mengadakan rapat lagi siang ini."

Inu langsung bisa menebak dari raut muka atasannya itu. Bahwa yang dikatakan Bu Nuriyanti itu adalah sesuatu hal yang sangat serius.

"Kita sudah over kuota untuk murid tahun ajaran baru nanti, Pak Inu!" Bu Fatma ikut menimpali.

"Lalu bagaimana baiknya?" Tanya Inu balik.

"Ini saja ada sekitar 130-an siswa yang belum mendapatkan kelas." Terang Bu Nuriyanti. "Dan mau tidak mau, sepertinya kita harus membuat kelas tambahan."

"Apa kita harus memanggil Ibu Stevie?"

Bu Nuriyanti menghela nafas pendek. "Saya bukannya tidak mau. Tapi --- apakah itu tidak merepotkan beliau ya?"

"Merepotkan apanya, Ibu Nuriyanti?" Disaat itulah Stevie Wallerima muncul dengan tiga orang lainnya.

"Ya Allah, mimpi apa saya semalam -- pagi-pagi sudah kedatangan tamu-tamu penting. Mari silahkan duduk.."

"Pujian anda terlalu berlebihan, Ibu Nuriyanti." Sahut Pak Tua Harris.

Bu Fatma dan dua rekannya bergegas membuatkan teh manis hangat dan juga mengambilkan camilan dari lemari pendingin.

Tidak seperti dulu, cemilan yang bisa mereka suguhkan cuma sekedar biskuit dan wafer kalengan. Kini mereka selalu sedia aneka dessert cantik dan lezat yang selalu tersimpan segar dalam lemari pendingin.

"Jadi, begitu masalahnya.." Stevie Wallerima mengangguk paham. "Apa tidak sebaiknya kita turut mengudang Keluarga Suryatama?" Stevie Wallerima mengedarkan pandangannya. "Saya rasa mereka turut andil dalam pembangunan sekolah ini..."

"Keluarga Suryatama?" Dahi Bu Nuriyanti berkerut. "Apa maksud Ibu Stevie -- semua ini -- adalah turut campur Keluarga Suryatama?"

"Tapi maaf sekali Bu Stevie, bukannya Dafa sama sekali tidak tahu kalau ayah dan kedua saudaranya itu ternyata masih hidup?" Timpal Inu. "Jadi saya rasa Keluarga Suryatama sama sekali tidak tahu menahu tentang masalah ini."

"Meskipun demikian, tidak ada salahnya jika kita turut mengundang Keluarga Suryatama. Benar begitu, Ibu Stevie?"

Stevie Wallerima mengangguk pada Vallentino. "Saya cuma takut terjadi kesalahpahaman nantinya. Jadi sebaiknya kita turut mengundang mereka juga untuk membicarakan sekolah ini ke depannya."

Drrtt... Drrtt...

Handphone Inu bergetar. Ia meraihnya dan wajahnya agak terkejut ketika tahu siapa yang menghubunginya.

"Maaf, saya permisi dulu.."

Inu bergegas keluar dari ruangan Bu Nuriyanti. Dan ia pun segera menjawab panggilan masuk itu.

"Waalaikum salam, Pak.."

'Kabarmu baik, Nu?'

"Baik, Pak. Alhamdulillah. Bapak sendiri bagaimana?"

'Baik. Nu, apa uang yang dikirimkan adikmu sudah kau terima?'

"Uang? Uang apa, Pak?"

Inu berjalan menuju bangku taman sekolah. Karena menurutnya, cuma disinilah yang suasananya agak tenang. Dia melemparkan pandangannya ke arah gerbang sana. Mendapati Dafa sedang berbicara dengan ketiga anak kecil yang entah mereka itu siapa.

'Kau kan pernah mengirimi Bapak uang untuk berobat. Dan --- uhukkk...!'

"Jumlahnya kan tidak seberapa, Pak.."

'Anak itu yang meminta Bapak untuk mengembalikannya, Nu..'

"Anak...?" Inu menerawang. Ia tak paham dengan siapakah yang dimaksud oleh bapaknya itu.

'Dia itu anak yang baik, Nu. Dia memberikan Bapak sembako. Membawa Bapak dan adikmu berobat. Serta dia juga menceritakan banyak hal tentangmu..'

Memberikan sembako -- membawa bapak dan adiknya berobat -- menceritakan banyak hal mengenai dirinya...

'Mas Inu, aku juga dibeliin handphone sama laptop baru sama Dafa! Sampaikan salamku ya, Mas! Bilang padanya, kalau ada waktu main lagi kesini..!'

Mata Inu membelalak seketika. Teriakkan adik perempuannya barusan itu -- meski tidak begitu jelas, namun ia merasa mendengar sebuah nama disebut begitu saja.

'Bapak juga awalnya kaget sekali ketika anak itu datang ke rumah. Waktu ia datang dengan kondisi basah kuyup karena kehujanan.'

"D-A-F-A..."

'Anak itu anak yang sangat baik, Nu. Jaga dan rawatlah ia seperti adikmu sendiri. Kau juga jangan lupa shalat ya, Nu. Kalau ada waktu pulanglah. Kau jangan khawatir dengan kamarmu yang bocor. Karena anak itu juga yang sudah merenovasi rumah ini.'

Seketika Inu merasa lemas. Pikirannya menerawan jauh kemana-mana. Bagaimana mungkin Dafa bisa mengunjungi rumah bapak dan adiknya di kampung? Bagaimana Dafa bisa tahu alamatnya, padahal dia tak pernah menceritakannya sedikitpun pada Dafa.

Inu mengecek rekening tabungannya. Uang sebesar lima juta yang ia kirimkan ke rekening bapaknya itu, ternyata memang benar telah dikembalikan.

Tapi kenapa....

'Kenapa Pak Inu tidak mau jadi ayah angkatku? Apa Pak Inu malu dengan keadaanku?'

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang