Lima

2K 171 7
                                    

'Wanita iblis kau..!!'

'Kau yang setan..!! Berani kau main dengan wanita jalang itu di belakangku, huh?!!'

Pranggg...!!

Gdbummm...!!

Cowok itu mengambil beberapa barang, lalu memasukkan ke dalam tas ranselnya.

Ia sudah muak mendengarkan ribut-ribut kedua orang tuanya itu. Setiap malamnya, tidak pernah ia lalui dengan tenang.

Jika ada seorang anak yang paling tidak beruntung di dunia, maka ia merasa bahwa ia adalah orang itu.

Bukan satu dua kali ia mencoba untuk mengakhiri hidupnya, hanya demi mempersatukan kembali kedua orang tuanya itu.

Namun cara itu malah membuatnya semakin tersiksa. Bagaimanapun juga, pemikiran orang dewasa itu tidaklah sama dengan dirinya.

Malam ini, dia memutuskan untuk pergi jauh sekali. Entah kemana, yang pasti ia akan menghilang dari kehidupan kedua orang tuanya itu.

Ia melangkah tergesa meninggalkan rumahnya. Ia terus melangkah, mengikuti kata hatinya. Hingga tibalah ia di depan sebuah gereja.

Ia ragu antara ingin masuk dan tidak. Ia merasa bahwa dirinya sangat kotor dan tidak pantas untuk menginjakkan kakinya, di tempat suci itu.

Jadi dia memutuskan untuk duduk di pelataran depan gereja.

Meratapi kehidupannya yang tak pernah sebahagia anak-anak lainnya. Merasa bahwa Tuhan tak pernah berlaku adil padanya.

Mungkin setelah ini, ia akan menuju ke pantai, dan menenggelamkan dirinya di laut. Dengan begini, orangtuanya pun tak akan menangisi kepergiannya.

"Mami -- papi, maafin Gabriel.." Gumamnya dengan suara serak. Perlahan air matanya mulai menitik. Ia tak lebih rapuh dari sebilah ranting tua yang sudah jatuh ke tanah.

"Gabriel bukan anak yang bisa kalian banggakan. Gabriel punya banyak salah sama kalian. Maafin Gabriel, mami -- papi..."

Meooww...

Cowok itu menegakkan kepala. Mendapati dua ekor kucing persia sedang bergerak manja di sekitaran kakinya.

Meooww...

"Mereka tidak bermaksud untuk menganggumu. Tapi mereka bermaksud untuk menghiburmu.."

Gabriel menoleh. Mendapati sesosok nenek tua dengan pakaiannya yang serba putih, yang sedang melempar senyum padanya.

"Selamat malam, Gabriel. Apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanya si nenek seraya duduk di sampingnya. "Kau tahu kan ini sudah sangat larut sekali. Dan ---"

"Darimana nenek tahu namaku?"

Si nenek meraih tangan Gabriel. Dan seketika, mata remaja itu membulat penuh.

Saat ini ia tidak hanya melihat satu atau dua gambaran saja akan berbagai peristiwa yang pernah dilaluinya itu.

'Pi lihat, anak kita udah bisa jalan sendiri..'

'Wahh, hebatnya anak Papi ya..'

Si nenek lantas melepaskan tangannya dari tangan Gabriel. Menatapnya dengan tatapan hangat dan dalam.

"Pulanglah Gabriel. Jangan sampai kedua orang tuamu cemas, karena kau tidak ada di kamarmu."

"Aku gak mau pulang.." Suara Gabriel terdengar bergetar. "Aku sudah muak dengan mereka!"

"Pulanglah. Dan persiapkan dirimu."

Gabriel menoleh lagi pada si nenek tua. "Mempersiapkan diri...?"

Si nenek tua tersenyum seraya bangkit dari duduknya. "Lihatlah bagaimana alam bersuka cita dengan kedatangannya. Lihatlah segala keajaiban yang akan dibawanya untukmu."

"Nenek..."

Si nenek tua melangkah menjauh dari Gabriel. Setelah beberapa puluh meter jaraknya, ia lantas berbalik lagi. Mengetukkan tongkat kayunya ke tanah satu kali.

"Tugasku denganmu sudah selesai, Gabriel. Semoga kita bisa berjumpa lagi. Selamat malam..."

Wuzzzz...

Gabriel sontak memejamkan matanya saat angin kencang bercampur debu menerpanya. Ia mengucek matanya, dan saat itu ia baru menyadari, bahwa tidak ada siapa-siapa selain dirinya di tengah kegelapan malam ini.

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang