"Mustahil!!"
Kinno terduduk lemas dengan wajah pucat pasi. Rasanya masih sangat untuk ia percaya. Bagaimana mungkin, para juniornya itu -- bisa dikalahkan dengan mudahnya oleh siswa-siswa dari Nata Institute, yang bahkan usianya terpaut beberapa tahun lebih muda dari para juniornya itu.
"Inilah yang saya takutkan.." Ucap Bu Nuriyanti lemah pada rekan-rekannya. "Roda itu akan terus berputar. Dan memang, kehebatan anak-anak dari Nata Institute itu memang benar adanya."
Pada babak pertama ini, Nata Institue berhasil menduduki peringkat pertama dengan selisih 35 poin dari SMK Ellite Rovario, yang berada di posisi kedua.
Padahal pada babak pertama tadi, siswa dari Nata Institute, menjadi peserta terakhir yang keluar dari arena pertandingan.
Kini babak kedua sedang berlangsung. Dimana hanya ada 15 sekolah yang berhasil maju ke babak final ini.
Jika pada pertandingan sebelumnya, wajah-wajah dari para siswa SMK Ellite Rovario begitu kelihatan sangat semangat dan antusias sekali, tapi pada babak ini, wajah mereka terlihat berbanding 180 derajat.
Terlebih saat tak sedikit para siswa dari sekolah lain, yang secara terang-terangan memberi dukungannya pada Nata Institute, membuat siswa-siswa dari SMK Ellite Rovario menjadi semakin down dan tidak bersemangat.
"Sial!! Kalau begini terus, sekolah kita bisa kalah!" Tukas Kinno geram. "Kalian!! Tunjukkan taring dan kemampuan terbaik kalian!! Bawa pulang piala kemenangan itu!!"
"Kinno..." Sheila sampai tak habis pikir dengam yang dilakukan oleh temannya itu.
Waktu terus berjalan. Namun pada menit kesepuluh dan kelima belas, dua siswa dari Nata Instute, secara berturut-turut harus dibawa oleh petugas kesehatan karena mengalami pingsan, dan satu lagi memgalami luka serius lantaran teriris disalah satu jari tangannya.
"Bagus. Dengan begini, mereka akan kekurangan jumlah anggota. Dan ini adalah kesempatan baik untuk sekolah kita.." Sambil mengatakan itu, Kinno melemparkan pandangannya pada Nata yang duduk cukup jauh darinya.
Kini terlihat kedelapan siswa dari Nata Institute itu seperti kehilangan arah dan kendali. Apalagi ketua tim mereka, adalah satu dari dua siswa yang dibawa keluar dari arena pertandingan oleh tim kesehatan, karena pingsan dan demam tinggi tadi.
"KALAHKAN MEREKA!! BAWA PULANG PIALA KEMENANGAN ITU UNTUK SEKOLAH KITA!!"
Rafa berdecak sambil bergeleng, melihat tingkah konyol dan terkesan kekanakkan yang dibuat oleh Kinno.
"Kalian darimana lagi?!" Mata Trinity memelotot pada kedua anaknya. "Itu apa?"
"Tadi, Abel sama Mas Abi ketemu sama kakak itu, mamah.."
"Kakak?!!" Inu memekik histeris. Membuat Kinno dan semua orang di sekitarnya lantas menoleh. "Apa benar, Abi?"
Bocah itu mengangguk polos. "Kakak itu disana papah." Abi menunjuk ke arah salah salah satu pintu masuk.
Kinno pun mengikuti kemana telunjuk Abi mengarah. Namun, sebuah suara sayup-sayup membuatnya harus menoleh ke sisi lainnya.
Ke sisi dimana, Nata sedang berdiri dengan alat pengeras suara yang dibawanya.
"Teman-teman, maaf kalau aku terlalu memaksakkan kehendakku."
Kini, hampir seluruh orang yang ada di dalam stadion Gelora Bung Karno, melihat ke arah layar besar. Dimana sosok Nata tertampil dengan sangat jelas sekali.
Sedang berdiri diantara batas garis arena pertandingan dan para penonton.
"Aku memang telah egois karena yang aku inginkan cuma membawa pulang piala kemenangan itu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing
Mystery / ThrillerApa kalian pernah merasakan bagaimana rasanya terkurung di dalam rumah sendiri selama 10 tahun lamanya? Tanpa pernah melihat matahari, langit biru, gumpalan awan, rintik hujan, kilatan petir, dan tanah yang berlumpur... Tapi tunggulah ketika ia sud...