Dua.Dua

891 96 1
                                    

Inu memperhatikan Dafa yang sejak tadi sedang membagi-bagikan selebaran kepada seluruh teman-teman barunya itu. Ia masih sulit untuk mempercayai ini semua. Bagaimana mungkin seorang anak laki-laki yang kelihatan sangat manja dan lemah, ternyata bisa berbuat seperti tadi itu.

"Sudah satu jam lebih dia melakukannya.." Ucap Bu Fatma. "Dan saya tidak tahu kalau ternyata Pak Inu sudah pernah bertemu dan bahkan kenal dengannya.."

Inu hanya menghela nafas dan kembali duduk di kursinya. Anak laki-laki yang katanya tidak pernah keluar dari rumahnya selama 10 tahun lebih itu, ternyata bisa melakukan sebuah hal yang sangat luar biasa.

Tok.. Tok..

"Permisi..." Dafa muncul di muka pintu dengan senyum cerah yang selalu menghiasi wajah polosnya itu.

Semua guru menatap padanya. Dan mereka cuma bisa membalasnya dengan senyuman saja.

"Ada yang bisa Ibu bantu, Dafa?" Ibu Nuriyanti keluar dari ruangannya.

"Aku ingin tanya, siapakah disini guru yang mengajari memasak, Ibu Nuriyanti.."

"Ada dua pengajar di sekolah ini, Dafa. Mereka adalah Ibu Fatma dan Ibu Fauziah."

"Selamat pagi, Dafa. Saya Bu Fatma."

"Selamat pagi juga, Bu Fatma."Dafa pun tak malu-malu untuk mencium tangan guru barunya itu.

"Dan saya Bu Fauziah."

"Wahh, Bu Fauziah masih muda ya. Kayak Pak Inu juga."

Mendengar namanya disebut, Inu langsung salah tingkah.

"Jadi, apa yang Ibu bisa bantu?" Tanya Bu Fatma.

Dafa pun memberikan brosur itu kepada kedua gurunya itu. "Ini adalah perlombaan memasak antar sekolah kejuruan dan perhotelan se-Jakarta yang akan dilangsungkan besok lusa."

"Aahhh -- iya. Saya juga sudah membaca pengumumannya di internet." komentar Bu Fauziah.

"Jadi, aku meminta kesediaan kalian berdua untuk membantu melatih aku dan teman-temanku sepulang sekolah nanti."

"Melatih?!" Mata Bu Fatma memelotot sejadinya. Lalu ia menatap kepala sekolah yang berdiri di sebelah Dafa.

"Begini Dafa ---" Bu Nuriyanti memotong dengan halus dan sopan. "Bukannya Ibu tidak memperbolehkan, tapi ada yang harus kau ketahui kalau ---"

"Aku udah tahu kok!" Dafa memotong. "Pasti Ibu Nuriyanti mau bilang kalau di dapur sekolah ini sudah tidak ada apa-apa lagi kan? Benar begitu?"

"Betul, Dafa ---"

"Nihh...!"Dafa memperlihatkan kartu kredit yang diberikan oleh Danu pagi tadi. "Tadi pagi aku udah beli beberapa peralatan seperti kompor, oven, tabung gas, penggorengan dan yang lainnya. Dan sebentar lagi Pak Popo mau nganterin ke sini kok.."

"Dafa ---"

"Kalau Ibu tidak keberatan, sekarang juga aku mau supermarket di dekat sini buat belanja bahan-bahan dulu."

"Tapi, Dafa ---"

"Ibu Nuriyanti tidak usah sedih ya! Pokoknya sekolah ini tidak akan jatuh ke tangannya Pak Martin Luther! Oke!?"

Mungkin bukan cuma Bu Nuriyanti saja yang merasa bergetar hatinya melihat ekspresi Dafa yang barusan saja itu. Tapi semua guru yang ada di ruangan itupun, tampaknya semua bereaksi yang sama.

Dafa kembali ke lapangan. Dia kembali membagikan brosur kepada setiap teman-temannya, sambil menanyakan apakah ada diantara mereka yang ingin bergabung dengannya sebagai tim memasak yang akan ikut pertandingan mewakili sekolah mereka nantinya.

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang