Empat.Tujuh

696 88 3
                                    

Dafa tertegun dengan pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Bagaimana mungkin bangunan tua yang atap depannya sudah miring, dan tanpa penerangan dan juga air itu, ternyata menampung dua puluh lima anak yatim piatu yang masih kecil-kecil itu.

"Kakak, cuma ini yang kami punya.." Seorang bocah perempuan maju sambil menyodorkan satu kantung plastik hitam besar padanya.

Dafa berlutut. "Apa ini?" Tanyanya sambil membuka kantung plastik itu.

"Itu adalah hasil kerajinan yang kami buat dari barang bekas."

"Tolong jangan laporin Adit sama Tanto ke polisi ya, Kak Dafa.."

Hati Dafa bergetar melihat ekspresi anak-anak kecil malang itu. Ternyata selama ini kedua bocah laki-laki kurus itu mengambil air dari keran belakang sekolahnya, untuk minum dan mandi seluruh anak-anak panti disini.

"Jangan diulangi lagi anak-anak. Perbuatan mencuri itu sama saja dosa. Bagaimana nanti kalau Allah marah sama kalian?" Ujar Bu Aini dengan mata berkaca-kaca. "Tolong dimaafkan ulah anak-anak ini, Nak Dafa."

"Aku minta maaf, Kak Dafa. Aku sama Tanto janji tidak akan mencuri air dari sekolah Kak Dafa lagi.."

Dafa menggeleng dengan mata berkaca-kaca. "Kalau kalian butuh, kalian ambil saja. Sepuasnya...!"

"Sungguh?!!" Mata Tanto membulat.

"Tidak, Kak Dafa. Kami tidak mau merepotkan Kak Dafa lagi." Kata Yuni sambil menyikut pinggang Tanto.

"Tidak apa-apa. Kalian bisa kok mengambilnya sebanyak yang kalian mau.."

"Asyikk..!!" Hampir sebagian anak-anak itu melompat kegirangan.

"Kita jadi gak usah nampung air hujan lagi buat mandi sama minum deh.." Celoteh Adit riang.

Dafa perlahan bangkit kembali. "Boleh aku lihat-lihat, Bu?"

"Tapi maklum, Nak Dafa. Keadaanya cuma seperti ini." Sahut Bu Aini pelan.

Dafa pun mulai menjelajahi tiap kamar yang ada di panti tak bernama itu. Tidak ada kasur maupun lemari di dalamnya. Dia cuma mendapati kardus, kasur lipat yang sudah usang, dan juga pakaian yang ditumpuk ala kadarnya itu.

"Apa kalian tidak kedinginan tidur cuma dengan kardus ini?"

"Tidak kok, Kak. Soalnya kan kardusnya tebal." Jawab Tanto riang.

Dafa melihat ada seorang balita dengan kepala membesar yang sedang tiduran di atas lantai tak beralas apapun.

"Heii, siapa nama kau?"

"Namanya Aldi, Kak Dafa." Jawab Aisyah.

"Kok gak dipakein bantal?"

Seorang bocah berlari menuju kamar lain, dan kembali dengan membawa sebuah bantal usang yang sudah tipis.

"Jangan dikasih, Uli! Nanti kalau diilerin sama Aldi gimana? Kan bau tahu..!"

"Gak papa. Nanti kalian aku beliin bantal baru yang lebih tebal dan empuk ya.."

"Beneran, Kak Dafa?!!"

"Iya.."

Dafa pun meraih bantal usang itu dan menempatkannya di bawah kepala Aldi. "Sudah dibawa berobat, Bu Aini?"

"Belum, Nak Dafa." Jawab wanita tua dengan badan bungkuknya itu, segan.

Aldi meraih tangan Dafa. Lalu menggenggam jemari Dafa kuat-kuat.

"Besok aku beliin selimut sama kasur ya.."

Dafa pun kembali melanjutkan mengelilingi panti itu. Ia melihat ke dalam kamar mandinya yang sempit, pengap, dan bau itu.

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang