Empat

2.1K 194 1
                                    

Nnggrrrr... Nguueennggg...!!!

Anindita sudah benar-benar seperti orang kesetanan. Bagaimanan tidak?!! Masa, pintu kamar anaknya sendiri mau digergaji dengan memakai gergaji mesin yang bunyinya sangat memekakkan telinga itu.

"KALAU KAU MASIH TIDAK MAU MEMBUKANYA, BUNDA TERPAKSA AKAN MEMBUKANYA PAKSA!!"

"Aduhh, hentikan Nyonya! Bagaimana kalau nanti Den Dafa atau Nyonya sendiri terluka?!"

"Minggir, Mbok!! Jangan ikut campur urusan saya dengan anak nakal itu!!"

Sementara itu dari dalam kamar, Dafa terus saja berteriak-teriak tidak jelas pada bundanya.

"BUNDA JELEK!! KERIPUT KAYAK NENEK PEYOOTTT...!! WEKKKSS, JELEKKKK...!!"

"Anak ini harus dikasih pelajaran..!!"

Ujung mata gergaji itu kini sudah menyentuh daun pintu kamar anaknya. Dan bunyi mesin gergaji itu terdengar semakin meraung-raung.

"Anindita hentikan!!"

"Lepasin, Mas Danu!! Lepasin..!!"

"Istighfar, Anindita!! Apa kamu tahu akibatnya jika gergaji ini sampai melukai Dafa atau bahkan dirimu sendiri?!!"

Ddrrrtt...

Danu berhasil meluluhkan hati Anindita. Ia langsung mematikan gergaji mesin itu, dan menyerahkannya pada dua orang penjaga di rumah itu.

"Anak itu sudah sangat keterlaluan, Mas!! Seperti anak liar saja!!"

Dokk...!! Dokk...!!

"BUKA PINTUNYA DAFA..!! CEPAT BUKA..!!"

Mau tak mau, Danu pun menarik Anindita menjauh dari kamar anaknya itu. Menenangkannya meski dengan sangat susah payah.

"Biar aku saja yang bicara dengannya."

"Terserah sajalah! Kepalaku mau pecah kalau harus terus menghadapi ulah konyolnya itu!"

Danu kembali ke depan pintu kamar Dafa. Mengetuknya pelan, dan berbicara dengan sangat berhati-hati sekali.

"Dafa..."

"Itu bukan suara bunda..."

Danu tersenyum sendiri. "Ini Om Danu, Dafa."

"Pasti Om Danu disuruh bunda buat bujuk aku ya?! Emangnya Om Danu udah dibayar berapa sama bunda?!"

Danu harus tetap sabar dan tenang. Menghadapi Dafa itu jelas lebih sulit, dibanding menghadapi anak kandungnya sendiri.

"Dafa, Om bawa cokelat sama es krim nih. Kesukaan Dafa loh..."

"Beneran?!"

"Iya, Dafa. Masa Om Danu bohong sih sama Dafa? Nanti kalau bohong, hidung Om Danu jadi panjang lagi kayak pinokio."

"Pokoknya kalau bohong, aku sumpahin Om Danu bakalan menikah sama Mbok Parni!"

Mata Danu sontak beradu pandang dengan wanita tua yang kini sedang tersenyum malu-malu di sebelahnya.

Cklek!

Pintu kamar itu akhirnya terbuka juga. Dafa langsung memeluk erat Danu. Menghirup setiap aroma parfum yang menguar dari tubuh pria berwajah oriental itu.

"Mana es krim sama cokelatnya?"

"Ini, Den.." Mbok Parni yang memberikan sekotak cokelat mahal yang dibawa langsung Danu dari negeri Paman Sam.

Dafa langsung merebut kotak cokelat dan satu cup es krim vanilla kesukaannya itu, sambil menghambur kembali ke dalam kamarnya.

Danu menggeleng saat melihat kamar Dafa yang seperti kapal pecah itu. Namun yang membuatnya tertarik adalah, tumpukkan kado milik Dafa yang masih tersimpan rapih di salah satu sudut kamarnya itu.

"Kok hadiahnya belum dibuka?"

"Ahh, palingan cuma mainan sama hape. Aku sih gituan doang uda punya banyak, Om."

Danu juga agak kecewa sebenarnya, saat melihat hadiah darinya yang masih teronggok seperti barang yang dilupakan begitu saja.

"Om Danu, aku mau sekolah.."

"Dafa mau sekolah dimana memangnya?"

Dafa menyendok es krim dengan ukuran banyak sekali. Lalu melahapnya dengan mulutnya yang terbuka lebar.

"Dimana aja deh, Om. Yang penting aku sekolah. Punya banyak temen, dan bisa menulis di papan tulis."

Danu membelai kepala Dafa dengan lembut. "Nanti Om akan coba bicara sama bunda ya.."

"Nantinya itu kapan, Om? Soalnya kalau gak buru-buru, terus nanti aku keburu meninggal gimana?! Aku kan jadi gak bisa sekolah seumur hidupku deh.."

"Dafa kok bicaranya kayak gitu?"

"Enggak! Pokoknya sampai kapanpun kamu tidak Bunda izinkan keluar dari rumah ini!" Anindita muncul kembali di muka pintu kamar anaknya.

Melihat wajah bundanya itu, Dafa jadi emosi kembali. Ia bahkan sudah bersiap untuk melemparkan sekotak es krim miliknya itu pada bundanya.

"Apa?!! Berani kamu lempar, huh?!!"

"Anindita, aku mohon..."

Dafa mencibir. Ia menarik kembali tangannya. Rasanya sayang sekali jika ia harus membuang es krim kesukaannya itu.

"Kau jangan lupa Dafa, kalau kemarin Bunda sudah mengizinkanmu ke makam ayah! Dan hanya ada satu permintaan saja untuk ulang tahun kali ini! Jangan lupakan itu!"

"Tapi aku mau sekolah, Bunda...!! Aku gak mau di rumah ini terus selamanya!! Aku juga harus punya temen dan melihat matahari!"

"Kau tidak tahu kan kalau diluar sana itu banyak sekali orang jahat!! Kau mau dibunuh oleh mereka?!!"

"Anindita!!"

"Biar saja dia tahu, Mas!Kalau orang-orang diluar sana itu jahat dan licik!"

Dafa menelan ludah. Ia setengah percaya dan tidak dengan ucapan bundanya itu.

Jika orang-orang di luar memang jahat semua, tapi --- kenapa Paman si tukang service AC yang minggu lalu datang ke rumahnya itu, kelihatannya sangat baik dan ramah padanya.

Dan juga Om Danu. Sejak pertemuan pertamanya dengan pria dewasa itu, Dafa bahkan sudah merasa sangat nyaman dan damai berada di dekatnya.

"Mau sampai kau nangis guling-gulingan --- mogok makan --- dan menghancurkan apapun di rumah ini --- Bunda tidak akan pernah menyetujuinya!! Sampai kapanpun juga!!"

#####

GrowingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang